Setelah kepergian Itachi, di dalam hutan yang rindang, sinar matahari menyelinap di antara rumpun-rumpun pohon yang lebat, menciptakan bayangan yang menari-nari di tanah berdaun. Udara terasa segar dan harum dengan aroma dedaunan basah. Sakura menatap Sasuke dengan penuh perhatian, matanya menyelusuri setiap detail wajahnya, mencari tanda-tanda kerentanan atau ketegangan. Dia ingin memastikan bahwa pria yang dicintainya tidak mengalami luka atau cedera apa pun.
Saat Sakura sibuk memperhatikannya, Sasuke sama sekali tidak merasa risih. Baginya, perhatian dan kekhawatiran Sakura adalah sesuatu yang berharga dan menyenangkan. Itu membuatnya merasa dicintai dan dihargai. Baginya, kenyamanan dan ketenangan istrinya jauh lebih berharga daripada apapun di dunia ini. Namun, kesepian mereka terputus ketika Karin, Juugo, dan Suigetsu muncul dari balik semak-semak, memecahkan keheningan alami hutan dengan riuh rendah mereka.
"Aku mulai merasa kau seperti peramal Sasuke, bagaimana kau bisa menebak jika pria bertopeng itu benar-benar muncul?" ucap Suigetsu yang berbicara pertama kali, memberikan informasi yang ia ketahui dengan begitu cepat.
Dalam diskusi 15 menit sebelum menemui Itachi, Sasuke memang menyuruh Tim Taka untuk mengawasi lokasi pertarungan yang sudah ia manipulasi dengan Itachi, berusaha memastikan jika Uchiha Obito yang tengah menyamar menjadi Tobi benar-benar muncul di sana. Sasuke ingat, di kehidupan yang lalu, Obito adalah sosok yang menyelamatkannya namun juga memanipulasinya. Pria itu menceritakan kisah Itachi dan berusaha memanfaatkannya.
Sasuke membenci Obito, ia ingin meremukkan tubuh pria itu. Ah, tidak. Lebih tepatnya Sasuke ingin menghancurkannya. Karena lebih daripada memanipulasi dirinya, Obito melakukan sesuatu yang tidak termaafkan di dunia ini yaitu berdekatan dengan Sakura. Sasuke tidak bisa melupakannya, bagaimana pria itu berusaha membangun kedekatan pada perang dunia shinobi keempat dengan Sakura.
"Pria bertopeng? Siapa dia?" ucap Sakura bertanya-tanya dan pertanyaan itu membuat ekspresi wajah Sasuke berubah tidak senang, tak luput dari sorot mata Karin yang sendari tadi memperhatikannya, menyadari keanehan pada diri Sasuke saat Sakura bereaksi akan sesuatu. Apakah pria itu tengah cemburu? Namun Karin mati-matian meyakini jika itu hanyalah pemikirannya saja.
"Tidak penting, kau tidak perlu tahu," ucap Sasuke dengan nada setengah ketusnya membuat Sakura menoleh dan menatapnya, merasakan suasana hati pria itu yang berubah begitu cepat.
"Ehem!!" Karin berdehem pelan. "Memang pada dasarnya orang tidak berkepentingan tidak perlu tahu."
"Diamlah," ucap Sasuke yang segera melemparkan tatapan tajamnya ke arah Karin, tak suka karena wanita itu menyebut Sakura sebagai seseorang yang tidak berkepentingan padahal Sakura sangat berkepentingan, semua hal yang ia lakukan adalah untuk Sakura. Sementara Karin mengerucutkan bibirnya mendengar Sasuke menyuruhnya diam.
"Kalian pergilah ke desa Kumo, kalian akan bertemu Itachi. Ia akan menjelaskan rencana selanjutnya," terang Sasuke dengan suara datarnya yang khas.
Suigetsu perlahan menghembuskan nafasnya jengah. "Ah menyebalkan. Kau terus saja memberi perintah. Setidaknya beri kami waktu istirahat."
"Begitukah?" tanya Sasuke yang segera menyentuh ujung pegangan pedangnya membuat Suigetsu gelagapan, ia juga sadar diri jika ia tak mungkin bisa mengalahkan Sasuke.
"Baiklah, baiklah. Kami pergi, menyebalkan sekali," ucap Suigetsu dengan keluhan yang kemudian berbalik pergi membuat Juugo dan Karin segera menyusulnya, lagi-lagi meninggalkan Sasuke dan Sakura berduaan.
"Kita juga harus segera pergi," ucap Sasuke yang berjalan lebih dulu membuat Sakura buru-buru menganggukkan kepalanya dan menyusulnya, melompat dari pohon ke pohon.
Setelah berhari-hari menjelajahi hutan yang rindang, Sasuke dan Sakura akhirnya kembali ke desa. Langit biru cerah menyambut kepulangan mereka, sementara semilir angin pagi membawa aroma segar dari pepohonan yang rindang. Langkah mereka yang mantap menghiasi jalan menuju desa, sementara cahaya matahari menyinari setiap sudut dengan hangatnya.
Di sepanjang jalan, mereka melihat para penduduk desa yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari mereka. Anak-anak berlarian dengan riang di jalan setapak, sementara pedagang membuka toko-toko mereka untuk memulai hari mereka. Suara ceria dan tawa riang memenuhi udara, menambah semarak suasana pagi yang cerah. Mereka juga mendengar kabar tentang misi Tim 8 bersama Sai dan Yamato untuk membantu melawan penyerangan di Benteng Marga Tsuchigumo.
Ketika mereka tiba di kantor Hokage, Kakashi, yang berada di dalam, terkejut melihat kedatangan mereka. Ekspresi kaget dan kegembiraan bercampur di wajahnya saat melihat kedua muridnya kembali dengan selamat. Sementara Tsunade yang melihat kemunculan Sasuke, menatapnya dengan tidak nyaman. Bocah Uchiha itu terlalu misterius dan tak terbaca karena itu ia waspada, terutama karena ia entah bagaimana terasa begitu intens dengan muridnya.
"Nona Tsunade, kami kembali," ucap Sakura memecahkan keheningan di dalam kantor hokage.
"Sakura, syukurlah kau kembali dengan selamat," ucap Shizune yang berbicara terlebih dahulu, tersenyum dengan hangat sementara Tonton berada dalam gendongannya.
"Jadi bag-" Tak. "Laporan misi," terang Sasuke, memotong ucapan Tsunade dengan melemparkan sebuah gulungan laporan misi yang menimbulkan perempatan siku di kening Tsunade, merasa Sasuke begitu tidak sopan. Namun sebelum ia bisa protes, Sasuke sudah terlebih dahulu menyeret Sakura keluar dari ruangan hokage.
Brak. Tsunade mengebrak meja dengan cukup kuat namun tidak sampai menghancurkannya. Kakashi yang menyaksikannya jelas tahu jika wanita itu tengah marah karena itu ia tertawa dengan canggung. "Remaja memang sering kali berlaku tidak sopan."
"Hah...." Tsunade memijat keningnya pada akhirnya, berusaha untuk merilekskan diri sebelum akhirnya ia membuka gulungan laporan misi Sasuke. Namun ketenangannya tidak berlangsung lama usai membaca, mendapati nama sang murid yang ditulis berbeda di dalam gulungan itu. "Uchiha Sakura?"
"Ya?" sahut Shizune kebingungan, mendekat ke arah Tsunade dan melihat kertas gulungan itu. Ia merasa matanya bermasalah karena di dalam gulungan itu memang jelas tertulis nama Uchiha Sasuke dan Uchiha Sakura.
"Sejak kapan mereka menikah?" tanya Shizune kebingungan.
"Meni- apa? Menikah?!" ucap Kakashi yang lebih terkejut dibandingkan Tsunade. Ia bahkan tak terpikirkan jika hubungan kedua muridnya sudah sampai ke tahap itu.
"Menikah? Jangan konyol!!" teriak Tsunade tak terima, menganggap jika hal ini merupakan upaya Sasuke dalam melakukan tipu muslihat kepada muridnya.
Sementara itu, Sasuke mengantarkan Sakura ke depan pintu rumahnya. Sakura tampak tak rela untuk berpisah dengan Sasuke setelah banyak hal manis yang mereka lalui di hutan yang sunyi itu. Sampai ia mengucapkan sebuah kalimat dengan malu-malu. "Apakah kau mau mampir?"
"Tidak, masuklah," ucap Sasuke dengan cepat, menimbulkan kekecewaan di hati Sakura. Wanita itu tampak mendesis pelan, mengigit bibir bawahnya setelah mendapati penolakan itu.
Sasuke tersenyum tipis, melihat bagaimana ekspresi kekecewaan di wajah Sakura yang terlihat manis di matanya sampai ia perlahan mengangkat tangannya. Dengan dua jarinya, Sasuke mengetuk kening Sakura. "Mungkin, lain kali."
Emerald hijau Sakura terbelalak dan bergetar, segera mendongakkan kepalanya dan menatap wajah tampan Sasuke yang terlihat lembut di matanya. Rasa hangat perlahan menjalar di pipi Sakura, merasa sebuah kelembutan, rasa hangat, aman dan nyaman saat Sasuke mengetuk keningnya. Sakura tidak tahu tapi ia merasa itu adalah sebuah ungkapan cinta kasih yang manis untuknya.
"Masuklah dan berendam, aku tahu kau lelah," ucap Sasuke singkat sebelum akhirnya ia berbalik dan pergi, membiarkan Sakura menatap punggung tegapnya yang menjauh.
"Bagaimana dia tahu...." Sakura bergumam pelan, penuh akan pertanyaan bagaimana Sasuke bisa tahu jika ia suka berendam saat merasa lelah.
YOU ARE READING
The Second Timeline
FanfictionSetelah mengorbankan dirinya untuk menjadi pohon suci, Sasuke terbangun di masa lalu setelah mengalahkan Orochimaru. Dengan kesempatan kedua ini, dia berjanji untuk mempersiapkan Konoha untuk masa depan yang sulit. Tetapi, perjalanan ini membawa leb...
