Bagian 5 Sedalam Lautan, Selembut Sutra

0 0 0
                                    


Ibadah-ibadah raya tidak pernah terlewatkan oleh keluarga Smith di gereja mereka. Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam satu minggu. Tetapi salah satu yang paling banyak didatangi para jemaat adalah ibadah raya di hari Minggu. Selama bertahun-tahun, paduan suara selalu menampilkan kebolehan mereka sebulan sekali di Gereja Soteria St. Mark, tepatnya di minggu pertama. Grup itu selalu dibicarakan semua orang di hari Minggu setelah jam ibadah selesai. Satu hal yang dinantikan Mayleen hanyalah mengetahui nama dirijen paduan suara. Semenjak terakhir kali ia melihat sang dirijen yang tampan, telinganya selalu menjadi lebih peka jika seseorang membicarakan grup paduan suara gerejanya.

Pada suatu pagi di hari Minggu, ibadah hari itu berjalan seperti biasa. Dan karena hari itu masih berada dalam urutan minggu pertama bulan itu, grup paduan suara kembali memberi penampilan sementara seluruh sidang jemaat duduk menyaksikan mereka. Sama seperti sebelumnya, satu demi satu anggota paduan suara memasuki area sekitar mimbar kemudian disusul oleh... dirijen mereka, pemuda yang sama yang menarik perhatian Mayleen beberapa minggu sebelumnya. Itu dia!

"Dia datang! Dia datang!" pikir Mayleen saat ia kembali melihat dirijen tampan dan sempurna itu berjalan ke depan dan memimpin para anggota paduan suara menyanyikan tiga lagu pujian.

Dia masih saja berharap untuk segera mengetahui namanya. Begitu ia memikirkan hal itu, ia mendengar dua orang dari belakang kursinya mengatakan sesuatu yang membuatnya tercengang. "Pemuda itu memang luar biasa! Dia lulus dari sebuah akademi musik yang sekarang aku datangi!" kata salah seorang dari antara mereka. "Siapa namanya? Apakah kau tahu siapa dia?" tanya yang lain. "Tentu saja aku tahu senior dari sana, meskipun angkatan kami berbeda! Itu adalah Jevonsse Gregory Theoddore! Tetapi seingatku dia jauh lebih tua dariku. Sayang sekali!"

Akhirnya! Dengan mendengar bisikan-bisikan mereka, akhirnya Mayleen pun mengetahui nama pemuda tampan itu. Di sisinya terdapat sebuah Kitab Suci dan catatannya yang biasa. Secepat kilat ia meraih buku catatannya dan menuliskan nama dirijen yang masih memimpin paduan suara di depan. Mayleen tidak ingin melupakannya jadi ia segera menulis nama Jevonsse Gregory Theoddore di halaman terakhir. "Namanya sangat bagus!" pujinya dalam hati. Ia sangat lega karena ia kini mengetahui nama seorang pria yang berulang kali muncul di mimpinya. Tetapi ia juga bingung. Dari yang ia dengar tadi, seseorang mengatakan bahwa Jevonsse berusia jauh lebih tua darinya. "Memang berapa kira-kira usianya? Kalau memang dia lebih tua dariku, barangkali aku harus memanggilnya dengan nama keluarganya." pikirnya lagi. Tetapi May tetap tutup mulut dan merahasiakan perasaannya untuk Jevonsse dari siapapun.

Di saat ibadah hari itu berakhir dan hampir semua orang sudah berpamitan dengan Mr. Smith, separuh ruangan ibadah itu mulai sepi. Mayleen sedang duduk bersama dengan keluarganya di depan mimbar ketika seseorang mendekati mereka. Mata May mendadak terbelalak melihat seorang pemuda yang wajahnya baru saja ia lihat di jam-jam ibadah tadi.

Perilaku pemuda itu sangat sopan. Ia membungkuk, menjabat tangan Mr. Smith, dan berkata, "Salam, Pastor. Seperti yang Anda minta, aku sudah berada di sini."

"Ah, iya! Terimakasih, Son." balas Mr. Smith. "Kau sudah mengenal istriku dan bercakap-cakap dengannya. Tetapi barangkali ini pertama kalinya bagi anak-anakku untuk melihatmu dan berbicara denganmu seperti ini. Anak-anak, perkenalkan. Ini Mr. Theoddore. Pemuda luar biasa di gereja kita. Usianya di atas kalian semua, yaitu tiga puluh tahun. Dialah yang memimpin paduan suara sekaligus dirijen nomor satu kita."

Satu demi satu Smith Bersaudara memperkenalkan dirinya. Tetapi ketika tiba giliran Mayleen, gadis itu justru tersipu malu dan menjadi salah bertingkah saat menjabat tangannya.

"Hai, Manis. Senang berjumpa denganmu," kata Jevonsse dengan suaranya yang khas, yang membuat Mayleen jatuh hati padanya. Karena menjadi begitu terpana dengan Si Tampan yang pernah menghantuinya dengan mimpi-mimpi manis, May hanya bisa mengangguk dan menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan sendirinya.

The Cloud of DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang