Bagian 3 Selembut Awan

1 0 0
                                    


Hari demi hari terus berganti. Musim semi yang indah tak pernah lelah menawarkan keindahannya. Udara yang sejuk dapat dinikmati sepanjang hari, langit yang sebiru air pantai menampilkan gumpalan-gumpalan awan putih dari pagi hingga menjelang petang, pepohonan menampakkan keindahan dan kesegaran daun-daunnya, bunga-bunga dari berbagai jenis bermekaran dengan eloknya dan mereka terlihat seperti sedang menari ketika ditiup angin sepoi-sepoi yang ramah. Musim semi tahun ini sangat sempurna. Mengundang setiap orang untuk turut bermekaran seindah tanaman-tanaman bunga di padang.

Seperti hari Minggu pada biasanya, Keluarga Smith selalu melayani ibadah raya. Hari itu Pastor Smith membagikan khotbahnya, seperti yang selayaknya ia lakukan sebagai pemimpin gereja. Mrs. Smith memimpin puji-pujian dengan bantuan beberapa gadis sebagai singer-nya. Semua orang tahu bahwa suara Mrs. Smith amat menarik. Ia bisa menyanyi dengan suara yang sangat tinggi. Dan kharisma-nya selalu terlihat ketika ia melayani. Sementara itu Barley menjadi pemain piano untuk membantu mengiringi setiap puji-pujian. Sedangkan Mayleen, Hailey, dan Stacey bertugas menerima dan menyambut jemaat-jemaat yang datang, tetapi tugas mereka segera usai di sepuluh menit pertama saat ibadah sudah dimulai. Mereka bertiga, diikuti oleh Barley dan ibu mereka yang telah selesai melayani mimbar kemudian duduk bersebelahan di baris paling depan di ruangan gereja tua itu, sedangkan Pastor Smith telah naik ke mimbar besar dari kayu mahoni untuk memberikan khotbahnya.

Di akhir khotbahnya, Mr. Smith memberikan kesempatan kepada tim paduan suara untuk menampilkan kebolehan mereka dalam menyanyi. Para anggota paduan suara itu satu demi satu menaiki area dekat mimbar yang tinggi, lalu di urutan paling terakhir, seorang pemuda tinggi dan tegap berjalan dan ia berdiri di depan tim paduan suara itu. Ketika melihat pemuda itu berjalan, pandangan Mayleen sama sekali tidak bisa lepas darinya. Entah kenapa dari caranya berjalan, pakaiannya yang menebarkan kharisma, rambut coklat pendeknya, dan wajahnya yang seolah memancarkan sukacita itu membuat si nona muda terpikat. Diam-diam ia memperhatikan pemuda itu lekat-lekat saat dia memimpin tim paduan suara sebagai dirijen mereka. "Dari caranya bergerak, tidak ada yang sia-sia." begitu pikir Mayleen yang tetap berada di tempat duduknya. "Astaga. Oh, Tuhan! Kenapa dia terlihat sangat tampan? Kenapa aku tertarik padanya? Bahkan dia lebih tampan jika boleh aku bandingkan dengan rekan-rekan paduan suara itu! Tuhan! Kenapa aku suka padanya seperti ini?"

Mayleen belum pernah jatuh cinta. Meskipun ia tidak tahu banyak mengenai percintaan, tetapi hal ini menurutnya cukup aneh. Perasaan aneh, ini bagaimana cara mengatasinya? Ingin sekali rasanya ia ceritakan kepada ibunya, atau setidaknya kepada kakaknya yang lebih bijak darinya. Terlebih lagi karena kakaknya adalah seorang laki-laki, jadi barangkali ia lebih tahu apa yang selalu dipikirkan para pria. Tetapi Mayleen mengurungkan niatnya dan ia memendamnya sendiri. Hal-hal yang bisa ia lakukan hanya berdoa kepada Tuhan meminta petunjuk, dan menuliskan isi hatinya dalam buku catatannya yang baru.

"Mama, aku rasa ada yang berbeda dari May." kata Barley kepada ibunya pada suatu sore saat hanya mereka yang tinggal di rumah. Tetapi ia terdengar seolah menekankan kata berbeda, sehingga Mrs. Smith dengan segera menanggapinya.

"Memangnya kenapa, Anakku?" katanya kepada anak sulungnya.

"Perilaku May sedikit berubah akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apakah Papa juga mengetahuinya. Tetapi aku sedikit khawatir padanya, Mama." Balasnya. "Beberapa hari terakhir, May selalu menghindariku. Ia juga sering berada di balkon sendirian. Saat aku berusaha mendekatinya untuk menanyakan sesuatu, ia selalu berbalik dan meninggalkanku dengan alasan bahwa ia ingin beristirahat karena kelelahan membaca. Aku pernah melihatnya menulis sesuatu di buku catatannya dengan semangat yang membara. Saat aku mendekatinya untuk memberikan minuman, tiba-tiba ia langsung menutup catatannya dan menjadi sangat gugup."

The Cloud of DreamsWhere stories live. Discover now