ch 8

14.4K 1.1K 73
                                    

Kedua kelopak mata yang telah lama tertutup perlahan terbuka, memperlihatkan kembali kedua netra coklat indah yang berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya.

Remaja itu merasakan seluruh tubuhnya hancur. Tulang-tulang dan persendian nya sakit, ia seperti telah mengalami kecelakaan besar yang membuat seluruh tubuhnya terasa remuk.

Pandangannya mengedar, menatap sekelilingnya yang berwarna serba putih dengan aroma obat-obatan yang begitu khas.

Dia—Arshaka—yang baru terbangun setelah tiga hari tidur panjangnya. Bertanya siapa yang membawa si kecil ke rumah sakit? Pasti tidak jauh-jauh dari para sahabatnya yang overprotektif dan posesif.

Si kecil melamun, menatap kosong plafon rumah sakit, pikirannya kosong. Sepertinya ia telah melupakan sesuatu .. lagi.

Menatap jendela yang terbuka, angin berhembus kencang dari sana.

Bagaimana rasanya terbang dari atas ketinggian?

u know what I mean ..

Arshaka terus melamun menatap keluar jendela, tanpa ada sedikitpun niatan untuk beranjak dari brankar. Karena kalian tahu, kakinya ... Telah di pasangi sebuah rantai.

Seseorang membuka pintu, tetapi si kecil tetap tidak bergeming dan membelakangi pintu. Orang itu mendekat ke arah brankar nya. Arshaka merasakan kepalanya di elus dengan lembut.

"Lihat, putri tidur kita telah bangun. How do u feel, sweetie?"

Orang itu mengubah posisi tidur Arshaka menjadi terlentang, jarak antara wajah Arshaka dengan orang itu hanya berjarak beberapa centi. Si kecil menatap orang itu kosong.

"Who?" Suara si kecil mengalun dengan indah.

"Your future."

Arshaka mengerutkan keningnya dalam, membuat ekspresi bingung yang terlihat lucu.

Orang itu mengigit pipi bagian dalamnya menahan gemas.

"Can I kiss u? Now." Izinnya.

"Hngg?" Si kecil sebenarnya belum menjawab, mengangguk saja tidak. Tetapi orang di hadapannya ini sudah nyosor duluan. Jadi buat apa izin dulu pak kalo akhirnya tetap nyosor juga?

Arshaka diam, mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Lidah orang itu mengetuk-ngetuk giginya meminta akses untuk masuk, tetapi si kecil menolak, semakin merapatkan bibirnya.

Entah di sengaja atau tidak, orang itu mencabut infus Arshaka hingga Arshaka berteriak kesakitan. Kesempatan itu segera dia ambil dengan melumat rakus bibir Arshaka. Mengabsen setiap deretan gigi si kecil, menyapa langit-langit mulut nya. Menghisap lidahnya hingga menjulur keluar.

Tidak membiarkan si kecil mengambil nafas terlebih dahulu, orang itu terus melumat bibir Arshaka penuh nafsu.

"Mn—sto..pnh. I–i can't Nghh breathed!"

Tangan si kecil berkali-kali memukuli dada si pelaku yang menciumnya. Dia tidak bisa bernafas.

Dengan terpaksa orang itu melepaskan ciumannya. Dahi si kecil dengan orang itu saling menempel.

"Ngrhh .., One more time ya, hahh sweetie?" Tanya orang itu dengan nafas yang terdengar berat. Kedua mata elangnya menatap dalam pupul mata coklat si kecil, seolah-olah dia tenggelam di dalam sana.

Arshaka menggeleng takut, kedua matanya coklatnya telah bersaput halimun.

"No, u scared me. Get away from me!" Arshaka menangis, air matanya mengalir ke pelipis.

Orang itu menjulurkan lidahnya, menjilat air mata si kecil tanpa rasa jijik.

"Manis sayang. Why are u afraid of me, hm?"

Arshaka yang di tanya malah semakin mengencangkan tangisannya.

Tidak lama terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa menuju ke arah ruangan si kecil. Hingga pintu di buka dengan begitu keras hingga menabrak dinding.

"Gal, lo apain Arshaka."

Orang itu —Galaxy— berdecak ketika melihat Brian dan teman-temannya telah berada di depan pintu.

Galaxy menjauhkan wajahnya dari Arshaka, cowo itu duduk di kursi sebelah brankar si kecil, melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap dingin teman-temannya yang mulai berjalan mendekati brankar si kecil.

Alis Brian mengerut ketika melihat si kecil yang tengah menangis dengan sesegukan. Cowo itu mengambil kunci dari saku celananya, lalu melepaskan rantai yang melilit kaki si kecil.

Brian membawa Arshaka ke gendongan koala nya—cara pangku/gendong yang selalu menjadi favorit si kecil. Menimbang-nimbang tubuh si kecil sesekali menepuk pantatnya menenangkan si kecil.

"Gue aja." Pinta Zio menengadahkan kedua lengannya.

Tetapi sang Big Leader Vortex itu menolak, membawa si kecil ke dekat jendela, untuk menikmati semilir angin.

Tidak lama, Brian merasakan hembusan nafas hangat si kecil mengenai lehernya. Arshaka sudah kembali tertidur.

Menghela nafas lega. Brian membalikkan tubuhnya, berjalan kearah brankar dan berniat akan menidurkan si kecil kembali. Namun baru saja pantat si kecil menyentuh bed, si kecil kembali terisak dan semakin mengeratkan pelukannya pada Brian.

"Hic .., nope!"

Brian kembali berdiri tegak memangku tubuh si kecil. Menimbang-nimbang seperti sebelumnya hingga Arshaka kembali tertidur dengan lelap.

"Yan, tangan Shaka luka. Infusnya lepas," Ucap Denio memberitahu, "Gue udah panggil dokter, bentar lagi pasti datang kesini." Denio melanjutkan.

Brian tidak menjawab, hanya mengangguk kecil. Suasana canggung, mendominasi ruangan itu.

.
.
.
.
.

Maappinnn, gatel bgt sumpa tangan vy pengen up! Mana siang-siang, apa ga bahaya ಥ_ಥ


ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang