ch 6

19.1K 1.2K 10
                                    

Sebelum hiatus, double up dulu. Kurang baik gimana coba Vy ( : ˘ ∧ ˘ : )



Zio saat ini sedang mengganti pakaian si kecil, dia sempat mengelap tubuh si kecil dengan air hangat sebelumnya.

Sang dominan berkali-kali meneguk kasar ludahnya sendiri, melihat lekuk tubuh Arshaka yang lagi-lagi membangkitkan nafsunya.

Lagipula, siapa yang tidak akan tergoda saat melihat tubuh mulus si kecil. Dia, straight pada awalnya. Namun karena satu kejadian merubah orientasi seksual nya. Dan itu di sebabkan oleh si kecil ceroboh yang memiliki sindrom langka di hadapannya saat ini.

"Lo kenapa sempurna banget si Shak? Gw nggak rela buat berbagi lo sama mereka. Dari awal yang kenal lo duluan itu gw."

Tangan nakal sang dominan mengelus sensual paha dalam si kecil, sesekali meremasnya hingga meninggalkan bekas cengkraman jari-jari tangannya pada paha si kecil—Arshaka udah di pake in baju, tapi belum di pake in celana.

Zio menaikan kedua kaki si kecil pada bahu nya. Memajumundurkan tubuhnya, menggesekkan miliknya yang sudah mengeras sedari tadi dan masih terbungkus celana sekolah pada paha si kecil. Sang dominan mengeram tertahan, memejamkan matanya saat merasakan rangsangan yang kuat.

"ANJIR! LO NGAPAIN?!"

Zio membuka matanya, menatap kesal seorang Atma yang berdiri mematung di dekat pintu.

"Pengganggu." Ketus Zio.

Cowo itu menurunkan kedua kaki si kecil, lalu dengan hati-hati memakaikan si kecil celana. Menyelimuti tubuh si kecil hingga dada.

Zio turun dari kasur, menghampiri Alqa yang tidak bergeming sedikitpun di dekat pintu.

"Ngapain?" Tanya cowo itu dingin. Kedua mata tajamnya, menatap datar tubuh Alqa yang bergetar kecil.

Alqa memalingkan wajahnya, sebisa mungkin menolak bertatap muka dengan Zio. Cowo itu menyeramkan.

"G—gw mau ketemu Shaka. Ta–tapi kayaknya nggak jadi, gw mau balik aja." Alqa menjawab dengan gugup, tangannya saling berkait satu sama lain.

"Tunggu apalagi? Keluar."

Dengan terburu-buru Alqa berjalan—Setengah berlari—keluar dari kamar Arshaka, cowo itu sempat terjatuh, tapi kembali bangkit.

Sedangkan sang dominan hanya menatap datar punggung Alqa yang semakin menjauh, hingga hilang di balik dinding.

Zio mengeluarkan ponsel miliknya, lalu menghubungi seseorang.

***

Sedangkan di ruang tamu, Brian menatap heran Zio yang menelfon nya. Padahal mereka ada di rumah yang sama, untuk apa cowo itu menelfon dirinya? Aneh.

"Kenap—"

"Bocah itu tau. Peringatin dia buat jangan sampai buka mulut, apalagi kalo sampai Arshaka tau."

Lalu sambungnya di tutup.

Brian melihat Alqa yang menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Brian berdiri dari duduknya, membuat yang lain terheran-heran melihatnya.

"Kenapa, Yan?" Tanya Candra, namun di acuhkan.

Saat kaki Alqa hampir menginjak anak tangga terakhir, Brian menarik lengan cowo itu hingga nyaris membuatnya terjerembab.

"LO APAAN SI BANGSAT?"

Brian seolah tuli, menyeret cowo pendek itu menjauhi ruang tamu. Saat di rasa hanya ada dirinya dengan cowo pendek itu, Brian melepaskan cengkeramannya.

"Lo liat?" Brian bertanya dengan penuh penekanan.

Tubuh Alqa terlihat menegang, kedua tangan cowo pendek itu sudah di basahi oleh keringat.

"Jawab! Lo liat?!" Bentak Brian membuat Alqa tersentak kecil.

"L–liat ap—apa anjir! L–lo nggak jelas. Minggir gw mau p–pulang." Cowo pendek itu mengelak, berusaha menyingkirkan tubuh Brian yang menghalangi jalannya.

Namun Brian mendorong bahu Alqa hingga membentur dinding, dan menahan kedua bahunya. Membuat cowo pendek itu meringis kecil. Jangan lupakan jika Brian tetap seorang dominan. Perbedaan tinggi badan dan proporsi tubuhnya dengan Alqa sangat jelas berbeda.

"Gw peringatin, lo jangan bilang apa-apa tentang apa yang udah lo liat barusan di kamar Arshaka. Kalo sampe ada orang lain yang tau, apalagi sampai Shaka tau hal itu. Lo orang pertama yang bakal gw cari. Dan lo tau kan konsekuensinya apa kalo hal itu sampe terjadi? Lo .., mati."

Sial, Alqa ingin menangis saat ini juga. Keputusannya untuk menemui Shaka sepertinya adalah kesalahan besar. Dia tidak tahu, jika 'mereka' sudah berbuat sejauh ini. Dan yang lebih parahnya lagi, mungkin Arshaka tidak tahu kelakuan bejat dari orang-orang yang dia anggap sahabat.

"Ngerti nggak lo!" Brian dengan emosi memukul dinding yang hanya tinggal berjarak beberapa centi dari wajah cowo pendek dalam kukungannya.

Alqa mengangguk dengan takut-takut. Baik itu Brian atau Zio, keduanya sama-sama memiliki aura yang mengerikan. Membuat siapa saja, bisa bertekuk lutut di hadapan mereka.

"I—iya, gw nggak akan bilang sama siapapun. Sekarang biarin gw pergi."

"Gw pegang omongan lo."

Brian menjauhkan tubuhnya dari Alqa. Membuat Alqa bisa bernafas dengan lega.

Mereka kembali ke ruang tamu. Alqa mendekati Harris dan memintanya untuk pulang.

Harris ingin bertanya sesuatu, tetapi melihat raut wajah Alqa yang seperti menahan tangis. Cowo itu mengurungkan niatnya.

"Yaudah kita balik. Titip salam sama Arshaka ya, bro."

Harris bertos ala pria dengan Brian, Candra, Denio dan satu cowo lagi yang memiliki rambut panjang yang di ikat.

Harris menatap Alqa, "Nggak mau pamitan?" Tanya cowo itu.

Alqa menggeleng, dan melenggang pergi meninggalkan Harris lebih dulu. Cowo itu terlalu lama, seseorang sedari tadi menatapnya seakan-akan ingin membunuhnya.

"Dih malah pergi tu anak. Yaudah lah, gw duluan ya bro."

Setelah Harris dan Alqa telah pergi, hanya menyisakan keheningan di ruangan itu.

"Kenapa sama si Alqa? Lo apain dia Yan sampe tu anak ketakutan gitu?"

ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang