ch 7

22K 1.4K 53
                                    

"Kenapa sama si Alqa? Lo apain dia Yan sampe tu anak ketakutan gitu?" Denio bertanya, memecah keheningan.

Brian memijat pelan pangkal hidungnya, "Di kamar .. dia liat waktu Zio lagi lec—ANJIR, BANGSAT SI ZIO!"

Brian baru menyadari sesuatu, cowo itu buru-buru menaiki tangga menuju lantai tiga—dimana kamar Arshaka berada.

Teman-temannya menatap aneh sang ketua, tetapi tetap mengikuti langkah Brian.

Saat mereka tiba di depan pintu kamar, Brian tanpa aba-aba menendang pintu hingga engsel pintu itu terlepas.

"ZIO SINI LO!" Teriak Brian marah.

Cowo itu melihat ke setiap penjuru kamar, namun tidak menemukan sang Atma. Hanya ada si kecil yang tertidur di kasur seperti putri tidur tanpa terganggu sedikitpun oleh dobrakan pintu dan suara teriakan dengan Brian sang pelaku.

Brian dengan nafas memburu mendekati si kecil, menyingkap selimut yang menutupi tubuh si kecil. Bernafas lega saat pakaian si kecil masih utuh—tanpa tahu jika paha si kecil terdapat tanda cap lima jari.

Aduh, agak gimana gitu (ㆁωㆁ)

Clak.

Pintu kamar mandi terbuka, terlihat Zio keluar dari dalam sana.

"Berisik!"

Brian menatap sinis cowo itu, "Lo ngapain tadi?"

"Kepo."

Jawaban Zio membuat Brian mendengus.

"Kalian kenapa si? Sumpah gw nggak ngerti." Ucap Candra.

Denio menjitak kepala cowo itu hingga meng–aduh.

"Tolol." Denio mengumpati Candra. Setelah kejadian tadi, cowo itu masih belum ngerti dengan situasi nya? Astaga.

"Sakit njing, lo punya masalah apasih sama gw?"

Candra memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan, si Denio jitak kepala dia pake tenaga dalam kayaknya.

"Lo bego sih, kesel gw liatnya."

"Udah! Kalo cuman mau berantem keluar!"

Candra yang baru saja akan membuka suara, kembali mengatupkan bibirnya. Jika sang Bing Leader sudah berbicara, mereka bisa apa.

Denio terkekeh geli, cowo itu duduk di kursi belajar si kecil. Menyibukkan dirinya dengan membolak-balik halaman dari buku Fisika. Tanpa membacanya.

***

Hari sudah malam, dan mereka masih berada di rumah si kecil. Mereka berkumpul di kamar Arshaka, enggan untuk meninggalkan si kecil.

"Malem ini geng Lethal ngajakin kita balapan kan? Siapa yang bakal turun." Denio bercelutuk, membuat seluruh atensi teralihkan padanya—minus Zio yang lagi kelon'in si kecil.

"Lo mau turun Ndra?" Tanya Brian, karena biasanya Candra paling bersemangat untuk turun jika geng itu menantangnya untuk balapan. Dan hasilnya tidak perlu di ragukan lagi, Candra selalu menjadi yang pertama.

Candra menatap ketuanya yang juga sedang menatapnya, lalu menggeleng kecil. "Nggak ada Shaka. Gue nggak turun." Jawab cowo itu.

Brian menghela nafas, menyuruh Denio untuk mengirim junior sebagai perwakilan saja. Namun cowo berambut panjang sebelumnya, berkata jika dia yang akan turun ke arena.

"Lo yakin, Gal?"

"Hm."

Dia Galaxi Pratama, inti dari geng Vortex juga—salah satu harem Arshaka dengan sejuta ke misteriusannya.

Galaxi mengambil jaket kulit dan kunci motor miliknya, lalu berjalan keluar dari kamar. Suara mesin motor yang menjauhi pekarangan rumah si kecil terdengar.

Semua Atma yang berada di sana saling melemparkan tatapan.

"Sadar nggak, Galaxi aneh banget?"

"Dia dari dulu emang gitu." Brian menjawab dengan acuh tak acuh, cowo itu ikut berbaring dengan si kecil dan Zio  di kasur.

Brian menatap datar leher si kecil yang sudah di penuhi bercak merah, ada bekas gigitan juga di sana. Menatap sang pelaku yang tidak menghiraukan kehadirannya dan malah semakin gencar menciumi bahu si kecil.

"Yo, jangan ninggalin tanda. Gimana kalo Shaka bangun dan liat tanda itu?"

Zio menatap Brian sekilas, sebelum kembali pada kegiatan awalnya.

"Tinggal .., bilang, di gigit nyamuk."

Brian menghela nafas pasrah. Terserah titan satu itu deh, kalo ketahuan Brian nggak ikut-ikutan.

***

Pukul dua dini hari, seseorang memasuki kamar Arshaka. Berjalan perlahan mendekati kasurnya.

Di sofa, terdapat satu Atma yang tertidur pulas tanpa menyadari kehadiran seseorang yang telah memasuki kamar si kecil.

Orang itu merangkak naik ke atas kasur, lalu mengungkung tubuh si kecil di bawahnya. Kedua mata orang itu menatap penuh obsesi Arshaka yang tertidur lelap, cahaya rembulan yang samar-samar memasuki kamar si kecil dan menyorot wajahnya, membuatnya terlihat seperti dewi—ah tidak, malaikat.

"Cantik." Lirih seseorang itu.

Mengelus lembut pipi, alis, kelopak mata, hidung hingga turun ke bibir plum si kecil. Orang itu sempat tertegun untuk sesaat, tatapannya terkunci pada suatu objek. Leher.

Sial, lagi-lagi mereka melakukannya.

"Aku akan menghapus tanda mereka."

Seseorang itu .., melumat bibir si kecil, ciumannya sarat akan kemarahan. Orang misterius itu membuat tanda yang sama yang sebelumnya ada di leher si kecil dengan tanda baru miliknya.

"Bagus, seharusnya memang seperti ini." Bisiknya sebelum menjilat cuping si kecil.

Seseorang itu bangun, dan berjalan keluar dari kamar si kecil.

ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang