Chapter 2 | Menuju Hannover

290 29 1
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun alur cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

• • •

Pak Jaya mengantar Deril dan Rajif ke depan pintu keberangkatan internasional. Tadi pagi perjalanan cukup padat. Tapi mereka tetap sampai di bandara jauh sebelum jam keberangkatan.

Baik Rajif maupun Deril senang datang lebih awal. Membuat mereka tidak merasa diburu-buru oleh waktu. "Makasih pak Jaya", ucap Rajif saat semua koper telah selesai diturunkan. Pak Jaya mengangguk dan pamit undur diri.

"Hati-hati pak", ujar Deril.

Kedua pemuda itu pun berjalan masuk ke dalam bandara. Mereka menuju counter untuk proses check-in. Kebetulan hari itu Deril membawa satu koper kabin dan satu koper besar. Di bahunya tersampir satu ransel berukuran sedang.

Rajif sendiri sama. Satu koper kabin dan satu koper besar. Bedanya, Rajif membawa tas jinjing yang ia letakkan di atas kopernya.

"Bawa sambal nggak?", tanya Deril sambil menunggu antrian. Pertanyaan Deril memang terkadang agak random dan ini membuat Rajif tertawa kecil. "Empat", jawabnya.

"Banyak amat?", Deril melongo.

Rajif lalu melanjutkan. "Empat bungkus."

Mendengar jawaban Rajif membuat Deril mengelus dadanya. "Saya kira satu kardus." Kedua pemuda itu lalu terkekeh mendengar candaan mereka sendiri.

Penerbangan ke Jerman akan memakan waktu sekitar 18 jam. Mereka akan transit di Istanbul sejenak selama dua jam setengah, baru melanjutkan menuju Frankfurt. Setelah mengurus check-in dan meletakkan bagasi, kedua pemuda itu berjalan masuk ke dalam gate.

Mereka melewati beberapa pemeriksaan oleh security dan akhirnya tiba di bagian imigrasi. Setelah semuanya kelar, Rajif dan Deril berjalan untuk mencari restoran. Mereka ingin makan makanan Indonesia sebelum seminggu berada di Jerman.

Pilihan dijatuhkan ke resto Indonesia yang menyajikan makanan khas Jawa Timur.

Mereka memesan makanan dan lalu duduk berhadapan. Mereka berbincang sedikit mengenai urusan nanti di Jerman. "Kampus apa tadi namanya?", tanya Deril memastikan.

Karena memang pelafalan yang cukup susah, Rajif dengan jahil menjawab. "Kampus Hannover. Hannover University."

Deril menggelengkan kepalanya. "Ayo dong mamas Rajif", goda Deril. "Itu loh yang leib-leib, apa ya namanya?", lanjut Deril.

"Leibniz?", tebak Rajif yang disambut anggukan Deril.

"Nah iya itu betul." Rajif tertawa mendengarnya. Pelafalan beberapa kata Jerman membuatnya cukup pening. Dia hanya bisa berdoa dan mengandalkan bahasa Inggris yang dia miliki.

Setelah makan siang, mereka berdua memutuskan untuk menunggu di depan gate keberangkatan. Maklum, terminal 3 ini sangat luas. Sementara gate mereka sendiri berada hampir di ujung. Saat berjalan, Teddy menelepon mereka.

"Gimana? Udah aman?", tanyanya singkat.

"Aman mas", jawab Rajif. Setelahnya Teddy menutup teleponnya.

"Siapa? Mayor?" tanya Deril yang diiyakan Rajif.

Kedua pemuda itu lalu duduk di depan gate dan sibuk masing-masing. Deril sesekali terlihat memejamkan matanya sambil duduk. Rajif memanfaatkan waktu itu sambil membuka dokumen-dokumen untuk keperluan di Jerman.

Dia membaca mengenai kota yang akan mereka tuju di Jerman. Kota Hannover. Kota ini merupakan ibukota Niedersachsen, Jerman. Kota Hannover menjadi pusat utama di Jerman bagian utara. Beberapa pameran komersial seperti Hannover Messe dan Cebit diadakan di kota ini.

Key for Rajif | Short StoryWhere stories live. Discover now