Chapter 1 | Sebelum Hannover

438 26 2
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun alur cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

• • •

Beberapa bulan sebelumnya..

Rajif melangkahkan kakinya dengan santai dan riang. Dia berjalan menuju ruang staff yang ada di Kertanegara untuk menemui rekan kerjanya. Sesekali pria itu bersiul.

"Morning", ujar Rajif sesampainya di ruangan staff. Wajahnya tersenyum sumringah.

"Pagi mas Rajif", sapa Jimmy. "Aduh, bahagia nih", godanya.

"Saya memang orangnya murah senyum, Jimpung", sahut Rajif riang. Dia lalu duduk di depan meja Jimmy.

"Tapi pagi ini senyumnya beda mas", goda Jimmy lagi. Rajif memang terkenal ramah dan murah senyum. Tapi menurut Jimmy, kali ini senyumnya berbeda. Rajif lalu tertawa mendengarnya. Dia melihat ke sekeliling dan menatap Jimmy.

"Saya tadi baru ke toko peralatan berkuda", jelasnya riang. Rajif memang jatuh cinta dengan berkuda. Beberapa kali dia terlihat oleh rekan-rekannya menghabiskan waktu untuk berkuda. Olahraga yang ia gemari adalah bermain polo.

Jimmy menggeleng. Menolak percaya kalau berkunjung ke toko peralatan berkuda adalah penyebab riangnya Rajif Sutirto.

Tak lama, ruangan itu dipenuhi rekan-rekan yang lain. Meeting dimulai saat Mayor Teddy masuk ke dalam. Pagi itu mereka akan membahas beberapa agenda mengenai jadwal pak MenHan selama di Jerman untuk menghadiri acara pameran Hannover Messe.

Rajif dan Deril akan berangkat duluan ke Jerman dan mempersiapkan semuanya terlebih dahulu. Sementara pak Prabowo sendiri akan berangkat ke Jerman bersama dengan Teddy dan rekan-rekan lainnya, termasuk Jimmy.

Rajif mengangguk dan sesekali mengambil catatan.

Meeting itu pun berakhir satu jam kemudian. Satu persatu meninggalkan ruangan. Menyisakan Rajif dan Deril. Mereka berdua lalu berbincang membahas keberangkatan mereka ke Jerman.

"Nanti ada beberapa mahasiswa Indonesia disana", ujar Deril sambil membaca beberapa lembar kertas. Dia membolak balikkan kertas itu sambil sesekali menggariskan stabilo. Rajif mengangguk.

"Kita temui dulu dan minta mereka meluangkan waktu untuk bertemu bapak", usul Rajif. Deril setuju.

"Kirain cowok semua, Jif. Taunya ada yang cewek nih", sahut Deril tiba-tiba.

"Oh ya?", jawab Rajif apa adanya. Rajif terdengar acuh. Dia tidak terlalu menghiraukan perkataan temannya itu. Setelahnya, mereka berdua beranjak dan pergi meninggalkan ruangan meeting.

• • •

Keberangkatan ke Jerman tinggal menghitung minggu. Karena menjadi orang pertama yang akan datang kesana, Rajif sangat sibuk. Dia mulai dengan memasukkan barang-barang yang harus dibawa ke dalam satu tas kecil. Isinya beragam.

Mulai dari dokumen penting, visa hingga passport.

Lalu dia mulai mengemasi pakaian yang akan digunakan. Rajif membuka lemari bajunya dan berpikir. Dia akan membutuhkan cukup banyak pakaian formal karena akan menghadiri acara resmi.

Rajif lega karena dirinya memang senang mengenakan pakaian formal. Tak terhitung jumlah koleksi setelan jas yang ia miliki. Meski warnanya tidak terlalu berbeda, tapi di pandangan Rajif, semua berbeda.

Dia melipat beberapa kemeja berwarna putih. Lalu dia mengambil beberapa dasi dan juga kaos kaki. Dilipatnya dengan rapi dan dimasukkan ke dalam koper besar.

Key for Rajif | Short StoryWhere stories live. Discover now