XIV. Kebenaran yang Disembunyikan (2)

20 6 12
                                    

"Kau sudah dapat barangnya, 'kan?" Luna bertanya pada Aileen sembari mengenakan jubah panjang berwarna hitam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kau sudah dapat barangnya, 'kan?" Luna bertanya pada Aileen sembari mengenakan jubah panjang berwarna hitam. Dia berkali-kali memperhatikan pantulan dirinya di dalam cermin, memastikan bahwa pakaian yang dikenakannya sudah mampu membuatnya terlihat menyatu dengan kegelapan.

Sinar matahari sudah digantikan oleh temaram cahaya rembulan. Di malam yang gelap dan sunyi, tidak satupun ada siswa-siswi yang terpikir untuk keluar bahkan untuk sekedar mencari makanan. Koridor asrama terlalu remang-remang dan menyeramkan untuk dilalui tengah malam.

Tapi ini adalah waktu yang tepat untuk Luna dan Aileen menjalankan misinya. Sebenarnya, Luna lebih suka melakukannya sendiri. Namun cahaya yang dipancarkan kunci permata ungu di balik saku roknya itu menarik perhatian Aileen yang dipenuhi rasa keingintahuan. Mau tidak mau, mereka akan pergi berdua. Lagipula, Luna membutuhkan seseorang untuk membantunya.

Aileen mengeluarkan dua buah botol kecil ramuan dengan cairan berwarna hitam pekat seperti tinta dari dalam laci meja belajarnya. "Khasiatnya tidak akan bertahan lama. Ramuan Night-Vision akan memiliki efek yang sempurna jika dibuat lebih dari dua hari. Tapi untuk malam ini sepertinya segini cukup."

Luna mengangguk, memakai tudungnya. "Bagus, jangan lupa bawa kantung seribu manfaat juga."

"Sudah siap," kata Aileen seraya mengacungkan jempol. Menunjukkan kantung yang terbuat dari kulit lembu. Dilihat dari manapun, orang-orang akan langsung mengira itu kantung biasa pembungkus keju. Tapi siapa sangka kalau kantung biasa itu mampu menyimpan seratus lembu sekaligus tanpa merubah ukuran aslinya yang sebesar kepalan tangan orang dewasa?

Setelah memastikan penampilan mereka nyaris menjadi satu dengan kegelapan, kedua gadis itu berjalan perlahan untuk menyelinap keluar kamar. Keadaan di koridor asrama masih sama, sunyi dan remang-remang. Lampu  gantung yang ada di langit-langit sengaja tidak dinyalakan untuk mencegah adanya murid yang keluar kamar saat malam hari.

"Ingat, Aileen," bisik Luna. "Kita tidak boleh tertangkap para penjaga akademi. Meski akan lebih mudah kalau kita mengatakan sudah mendapat izin langsung dari kepala akademi, kita tidak boleh percaya pada mereka sekalipun. Siapa tahu ada yang menyamar, kan? Jadi gunakan mantra menghilang, dan taburkan bubuk tidur."

Aileen hanya menjawab dengan anggukan. Mereka berjalan menyusuri koridor penghubung gedung asrama dan gedung bagian kiri tempat perpustakaan terletak. Begitu mereka sampai di lorong menuju perpustakaan, mereka segera menggunakan mantra menghilang. Terdapat dua penjaga yang berdiri tegak tepat di depan pintu perpustakaan. Aileen menaburkan bubuk tidur pada penjaga yang bertubuh gempal dan berambut plontos. Lalu Luna mengatasi penjaga yang berbadan kurus seperti kekurangan gizi.

Mereka berdua jatuh berdebum, terdengar suara dengkuran yang keras. Luna tersenyum dan mengacungkan jempol, rencana pertama mereka berjalan sempurna.

Masih dengan langkah hati-hati, mereka berdua mendorong perlahan pintu perpustakaan yang, untungnya, tidak dikunci. Pemandangan tempat itu sungguh suram; area yang berantakan dengan buku berserakan dan rak rubuh, lampu gantung yang padam, dan patung Dewi Athys yang cacat di bagian tangannya.

The Altered History of AlthoriaWhere stories live. Discover now