40 | Mengincar Kardus

749 70 8
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zuna masih saja memeriksa bagian leher Diana sejak tadi. Tidak ada memar yang terlihat, namun Zuna tetap saja merasa takut kalau Diana akan mengalami luka dalam akibat tercekik. Diana sendiri saat ini sedang fokus mengamati ruang kerja Rudi di SMP GENTAWIRA, melalui kamera tersembunyi yang sudah dipasangnya secara diam-diam beberapa hari lalu. Ada tiga kamera yang Diana letakkan pada tempat-tempat tertentu. Ketiga kamera itu benar-benar memperlihatkan semua sisi dari ruang kerja Rudi tanpa ada yang terlewat.

"Kenapa sosoknya Helmi mendadak muncul dan menyerang kamu, ya? Ada masalah apa dia dengan kamu sehingga mendadak menyerang begitu?" heran Zuna.

"Mungkin dia merasa kesal karena aku sempat meluapkan amarah padanya beberapa hari lalu. Reza ada bersamaku saat itu, dan mungkin itu adalah pemicu marahnya sosok Helmi terhadap diriku," ujar Diana.

"Memangnya kamu mengatakan apa saat meluapkan amarahmu padanya?" Zuna ingin tahu.

"Aku mengatakan padanya, bahwa aku sangat ...."

Ucapan Diana terhenti secara mendadak. Wanita itu menunjuk ke arah layar laptop hingga membuat Zuna ikut menatap ke arah yang sama. Salah satu kamera yang ada di ruang kerja Rudi menangkap sosok laki-laki itu. Rudi datang ke sekolah pada malam hari dan gerak-geriknya sangatlah mencurigakan bagi mereka.

"Rudi, Zu! Kira-kira mau apa dia datang ke sekolah malam-malam begini?" heran Diana.

Zuna terlihat geram ketika Diana melirik ke arahnya.

"Waktu aku menanyai semua Guru di sana pada saat menyelidiki kematian Helmi, dia mengelak dan mengatakan bahwa dirinya tidak pernah datang ke sekolah pada malam hari. Sekarang apa yang sedang aku lihat, Na? Kenapa dia datang ke sekolah malam-malam? Untuk apa? Lalu, kenapa harus ada pengelakan yang keluar dari mulutnya waktu itu?" ungkap Zuna, mengenai pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pikirannya.

"Sabar, Zu. Kita berdua sama-sama tahu kalau Rudi memang gila. Dia adalah pelaku yang membunuh Sekar, tujuh belas tahun lalu. Jadi sudah jelas kalau dia akan ...."

"Dan berarti ada kemungkinan kalau dia juga ada di balik kasus kematian Helmi, Na," potong Zuna.

Diana pun terdiam. Ia mulai memikirkan ke arah yang sama usai mendengar Zuna mengungkapkan isi pikirannya. Rudi bisa membunuh Sekar tujuh belas tahun lalu, jadi sudah jelas kalau Rudi juga pasti bisa membunuh Helmi. Terlebih, hanya Helmi satu-satunya yang tahu mengenai aksi pembunuhan yang Rudi lakukan terhadap Sekar. Bahkan, Helmi juga memeras Rudi, sehingga lama-kelamaan Rudi mungkin merasa bosan diperas terus-menetus oleh Helmi.

"Ya, kamu mungkin benar. Motifnya sangat kuat jika Rudi memang mendalangi kasus kematian Helmi. Tapi yang jadi persoalan sekarang adalah, bagaimana caranya kita menyangkut pautkan masalah pembunuhan Helmi kepada Rudi, sementara Rudi sudah menghalangi penyelidikan yang kita lakukan sejak awal? Kalau urusan Rudi membunuh Sekar, kita tidak perlu ragu untuk mengungkap kasusnya. Kita punya banyak bukti mengenai hal itu dan hanya perlu menemukan di mana jasad Sekar dikuburkan. Tapi kasus Helmi ... rasanya akan menjadi sangat sulit kalau kita tidak menemukan sangkut paut antara keberadaan Helmi dan juga keberadaan Rudi pada malam kejadian," ujar Diana.

Tatap mata Zuna masih belum lepas dari layar laptop sejak tadi. Pria itu mendengar semua yang Diana katakan, namun tidak mengalihkan tatapannya dari Rudi yang terlihat sedang memindahkan sesuatu dari dalam lemari di belakang meja kerjanya. Diana pun kembali memperhatikan ke arah yang sama, tepat pada saat Rudi bangkit dari posisinya dan hendak berjalan menuju pintu.

"Apa itu? Apa yang dia bawa dalam kardus itu?" tanya Diana.

"Tidak terlihat jelas ketika dia memindahkan benda yang dikeluarkannya dari lemari. Intinya, dia terlihat seperti memindahkan benda itu dengan sangat hati-hati ke dalam kardus yang dibawanya," jawab Zuna.

Diana dan Zuna pun saling menatap satu sama lain. Keduanya memikirkan cara agar bisa mengetahui isi dari kardus yang Rudi bawa saat itu.

"Uhm ... kalau aku mendadak muncul di depan Rudi malam ini, bagusnya aku memakai alasan apa? Kamu ada ide atau enggak?" Diana terlihat berharap mendapat jawaban.

"Mau apa kamu muncul di hadapan Rudi malam-malam? Kamu mau ngajak dia jalan?" sebal Zuna, menahan-nahan rasa cemburu.

"Iya, Zu! Itu maksudku! Aku akan muncul di depan Rudi secara tidak sengaja, lalu setelah itu aku akan ajak dia jalan atau makan malam. Kalau berhasil, kamu mendekatlah ke mobilnya dan coba ambil kardus yang dia bawa secara diam-diam," jelas Diana.

"Kenapa harus pakai acara ngajak dia jalan atau makan malam, sih, Na? Apakah tidak ada cara lain? Lagi pula, bagaimana caranya kamu mau pancing dia agar mau jalan atau makan malam sama kamu?"

Zuna berusaha membuat Diana mengurungkan niatnya. Ia jelas tidak mau kalau Rudi sampai menghabiskan waktu bersama Diana, meski itu hanyalah rekaan semata. Ia tidak mau menggondok semalaman hanya karena melihat Diana jalan dengan laki-laki lain selain dirinya.

"Untuk soal itu, aku akan mewujudkan ucapannya Mita malam ini. Aku akan tunjukkan bahwa aku memang 'pick me girl' yang butuh sekali diperhatikan. Aku akan memancing Rudi dengan hal itu melalui WhatsApp story-ku. Lagi pula, Reza sudah melemparkan bara api ke tangan Rudi dan Beni. Jadi, ayo gunakan kedua hal itu dan jadikan keuntungan untuk kita mendapatkan sisi lemahnya Rudi," ajak Diana.

Zuna jelas gagal menghentikan niatan Diana. Diana benar-benar membuat WhatsApp story tak lama kemudian setelah berganti pakaian, lalu menulis sesuatu yang memang benar-benar akan memancing Rudi atau Beni menanggapinya. Zuna ingin sekali mengomel panjang di hadapan Diana, namun sayangnya mereka tidak punya banyak waktu dan harus segera pergi dari rumah.

"Turunkan aku di dekat restoran sana, Zu. Aku akan mengambil foto sekali lagi untuk kupajang di WhatsApp story," pinta Diana.

"Jangan terlalu cantik ekspresimu. Biasa saja. Kalau perlu pasanglah tampang paling mengenaskan yang bisa kamu tampilkan," saran Zuna, sambil menahan sebal secara terang-terangan.

"Ck! Jangan sekarang kalau mau cemburu, Zu. Nanti saja cemburunya. Tunda dulu. Satu-satunya hal yang harus kamu ingat adalah, Rudi enggak akan bisa mengalahkan gantengnya dirimu jika aku harus membandingkan kalian berdua," ujar Diana, yang kemudian turun dari mobil milik Zuna.

Diana terlihat berjalan menjauh dari mobil itu dengan terburu-buru, sementara Zuna kini hanya bisa diam dengan wajah memerah usai mendengar Diana memujinya ganteng. Pria itu berusaha menahan-nahan senyumnya, meski sebenarnya ia ingin sekali tertawa lepas sambil berguling-guling di atas aspal.

"Ekhm! Uh! Aku ini kenapa, sih? Kenapa aku harus panas-dingin hanya karena Diana mengatakan bahwa diriku ini ganteng menurut penilaiannya?" gemas Zuna.

Tatap mata Zuna kini tertuju pada sebuah mobil yang akhirnya datang ke halaman parkir restoran itu. Itu adalah mobil milik Rudi. Ia terus menatapnya dari jauh dan berharap kalau Diana akan baik-baik saja setelah bertemu dengan laki-laki itu.

"Kalau dia masuk ke restoran dan menemui Diana, maka selanjutnya adalah giliranku untuk beraksi," gumam Zuna, sedikit tegang.

* * *

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now