Bab 9. Loyalitas tanpa batas

241 65 10
                                    

Yeah, satu bab lagi, akan update lebih dulu di Karyakarsa yee.. 
Jadi enggak boleh ngamuk2

Ada yang mulai PDKT nih...

---------------------------------------

Geya keluar dari toilet dengan langkah mantap, membiarkan kedua perempuan yang dihentikannya di pintu toilet itu terdiam dan terkejut. Wajahnya yang penuh dengan keberanian dan kata-kata tegas memperlihatkan bahwa Geya tidak akan tinggal diam saat dicemooh atau dicibir tanpa alasan yang jelas. Karena Geya pun tahu, saat ini baik dirinya ataupun Naim tidak sedikitpun melakukan kesalahan kepada orang-orang yang bergunjing terhadap kehidupan mereka, akan tetapi mereka semua tetap sibuk mengganggu hidup Geya dan Naim dengan komentar-komentar penuh kebencian dan rasa iri.

Mencoba tuk tenang, ia melangkah kembali ke meja. Sambil mengembuskan napasnya kuat-kuat, Geya mencoba mengabaikan gosip yang beredar. Meskipun hatinya masih terasa berat, Geya bertekad untuk fokus pada pekerjaannya. Namun, ketika dia kembali melihat layar laptopnya, kebingungan kembali menyergap. Coding yang harus dilanjutkan masih membuatnya terpaku.

Geya meraba-raba kode yang ada di layar laptopnya, mencoba memahami setiap baris yang perlu ditambahkan. Namun, semakin lama, kebingungan dan frustrasi terasa semakin mendalam. Setiap kali dia menulis sesuatu, sepertinya itu bukan jawaban yang tepat, dan keraguan menghantuinya. Berulang kali kejadian tersebut dia lakukan, sampai akhirnya, waktu terus berlalu, dan Geya semakin merasa terjebak dalam kebuntuan ide.

Melirik sejenak ke samping kiri dan kanannya, kedua laki-laki di sebelahnya, Dimas dan Juan, sibuk dengan dunianya masing-masing, seolah-olah Geya tidak ada di sekitarnya. Rasa kesepian dan kebingungan semakin menekan pikiran Geya. Dengan tekad yang masih tersisa, Geya memutuskan untuk mencoba meminta bantuan kepada Dimas terlebih dahulu. Dia menyentuh bahu Dimas dengan lembut, mencoba menarik perhatiannya. Namun, reaksi Dimas tidak lebih dari sekadar mengangkat bahu dan kembali fokus pada layar laptopnya.

Bahkan sentuhan dari Geya seperti gigitan nyamuk saja untuk Dimas. Mengganggu memang, tetapi Dimas sedikitpun tidak peduli. Akan tetapi dengan harapan penuh, Geya melakukannya lagi. Kali ini jauh lebih kuat tepukannya pada bahu Dimas. Sampai laki-laki itu menoleh ke arahnya, Geya menunjukkan senyum penuh kesedihan. Berharap Dimas mau sedikit saja membantunya.

"Kenapa?"

"Bantuin sih," ucap Geya pelan. "Gue bingung."

Dimas tidak menjawab, fokus pandangannya kembali tertuju ke arah layar laptop. "Sibuk, Gey. Tanya aja ke Juan."

Merasa kecewa, dan sesak secara bersamaan di dadanya, Geya hanya bisa menundukkan kepala. Dia tahu pasti akan seperti ini responnya. Apalagi dirinya baru, dan masuk dengan sangat mendadak, bahkan tanpa melalui tes, maka bisa dipastikan respon buruk yang Geya dapatkan.

Mungkin lebih kepada tak kenal maka tak sayang, karena itu Dimas mengabaikannya. Tetapi apakah hal yang sama berlaku dengan Juan? Karena itu, Geya mencoba tuk menarik perhatian Juan kali ini. Dengan suara bergetar, seperti menahan tangis, Geya menyentuh bahu Juan perlahan. Berharap respon Juan akan jauh lebih baik.

"Juan, sorry. Bisa bantu bentar, enggak?"

Juan hanya melempar pandangan singkat ke arah Geya. "Nanti aja, lagi sibuk ni."

Dengan hati yang semakin terhimpit, Geya mencoba menahan kekecewaannya. Dia merasa seperti dihadapkan pada dinding yang tak kunjung runtuh. Semua orang sepertinya sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri, dan Geya merasa terpinggirkan.

Namun, ketika keputusasaan mulai merayap dalam dirinya, Juan tiba-tiba memutuskan untuk memberikan komentarnya yang pedas, seolah menusukkan jarum ke hati Geya.

Coding CintaWhere stories live. Discover now