****



"Lo tenang aja, Gi. Gua sama anak kelas Alcen lagi muter otak buat cari bukti yang sekiranya kuat untuk urus masalah ini."
Setelah mengatakan beberapa hal lain, Putra menaruh ponselnya kembali ke meja. Saat ini suasana kelas Alpha Centauri sedang sepi karena pagi ini mereka memutuskan untuk membicarakan hal-hal yang bisa membantu Giu keluar dari masalah ini.
Seperti sekarang, tiga puluh satu siswa kelas itu membuat lingkaran kecil di antara meja Sera, Nathan, Putra, dan Giu. Ragas duduk di kursi milik Giu sekarang, menemani Putra yang akan duduk sendiri mulai hari ini karena Giu tak ada.
Anak kelas menatap Putra setelah Putra selesai berbicara dengan Giu di telepon tadi. "Giu bilang apa, Put?" tanya salah satu anak kelas mewakili pertanyaan yang ada di benak yang lainnya.
"Giu bilang, Mom sama Dadnya udah tau berita ini."
"Demi apa?!"
"Tuh kan, berarti bener. Beritanya udah kesebar sampai ke stasiun televisi juga."
Mereka mulai ramai lagi dengan berbagai asumsi yang keluar. Sera meringis pelan. "Masalahnya jadi serius banget gini. Nama Giu udah nggak bagus, please cari ide buat selesaiin semuanya."
Mereka kembali terdiam untuk memikirkan cara supaya mereka mendapatkan bukti kuat apapun itu. Tapi rasanya susah sekali otak mereka berpikir cepat pagi ini. Sampai satu suara notifikasi yang terdengar saling bersahutan dari ponsel mereka berbunyi.
Jordan yang pertama mengeluarkan ponsel. Cowok itu membuka satu notifikasi twitter yang muncul di layar hitam benda pipih itu. Jordan sedikit menggulir layarnya ke bawah, diikuti beberapa anak-anak lain yang ikut membuka ponsel mereka juga.
"Beritanya ... jadi trending topik gini di twitter," ujar Jordan masih fokus melihat layar ponselnya.
"Nama Giu banyak dibicarain di akun menfess sekolah," kata yang lain.
"Artikel-artikel jelek dari portal sekolah juga bawa-bawa nama Giu."
Putra mengernyit. Lelaki itu mendekatkan diri ke salah satu teman perempuan yang bernama Erine itu, melihat layar ponsel Erine yang menampilkan artikel-artikel berisi nama Giu di sana.
"Ada yang bisa retas web sekolah nggak? Kita ratain dulu aja berita-berita jelek Giu dari portal sekolah," usul Putra setelah melihat sebentar ponsel Erine.
"Setuju!" seru Ragas. "Biar kaga nyebar kemana-mana lagi. Kita mungkin masih belum dapet ide buat cari bukti kuat tentang masalah ini, tapi kita bisa ambil tindakan jangka pendek dulu. Ilangin berita-berita jelek kayak gitu contohnya."
Putra mengangguk, Ragas akhirnya paham maksudnya. Kemudian mereka sekelas saling bertukar pandang, sebelum suara Nathan tiba-tiba terdengar.
"Gua bisa," ujar Nathan memecah kebekuan di antara mereka. "Di lab komputer?" lanjutnya lagi.
"Lo bisa, Nath?" ulang Ragas.
Nathan mengangguk yakin. "Gua emang udah lama nggak main coding. Tapi boleh dicoba," katanya.
"Oke bagus." Putra mengangkat jempol. Lelaki itu beralih menatap Sera. "Sera, info jam kosong hari ini? Gua sama Nathan bakal pergi ke lab komputer di jam pelajaran biar nggak ada yang liat kita di sana."
Sera sejenak berpikir. "Kayaknya nggak ada. Tapi lo berdua bisa pergi di jam pertama ini, soalnya ini jam pertama ini pelajar Pak Agus. Biasanya, Pak Agus sering nggak masuk kelas dan cuma kasih kita tugas aja kan?"
Anak kelas kompak mengangguk setuju. Mereka lalu bersama-sama menyarankan Putra dan Nathan untuk pergi di jam pertama saja hari ini. Akhirnya Putra dan Nathan setuju.
Saat bel untuk pelajaran pertama dimulai, Putra dan Nathan segera berlari keluar kelas. Sementara anak kelas masih dalam posisi masing-masing, melingkar seperti tadi.
"Good luck!" kata mereka, memberi sedikit afeksi semangat kepada kedua teman mereka yang akan berjuang hari ini.
"Pak Agus nggak kirim tugas, Ketua?" tanya Ragas setelah memastikan Putra dan Nathan telah sepenuhnya keluar dari kelas.
Sera menggeleng. "Belum. Biasanya sekitar lima belas menit setelah bel masuk bunyi, tapi kita tunggu aja siapa tau beliau—
"ASSALAMUALAIKUM ANAK-ANAK!!!"
Suara bariton khas guru Bahasa Indonesia itu terdengar keras, menggema di kelas Alpha Centauri. Anak kelas yang tadinya masih berkumpul di sekitar meja Putra dan Giu langsung kocar-kacir kesana-kemari menuju tempat duduk masing-masing.
Keadaan kelas menjadi senyap sekarang. Ini tak seperti yang mereka harapkan. Pak Agus tiba-tiba datang ke kelas mereka membawa map hijau berisi buku paket Bahasa Indonesia pegangannya. Kalau kalian bertanya mengapa anak kelas begitu santai menghadapi Pak Agus, jawabannya adalah karena guru Bahasa Indonesia itu selalu tak pernah masuk ke kelas ketika jam pelajarannya telah dimulai.
Biasanya Pak Agus hanya memberi pesan kepada Sera dan menyuruh Sera memberi tahu anak kelas tugas apa yang harus mereka kerjakan, tanpa kedatangannya.
Dan hari ini, adalah kedua kalinya guru itu masuk ke kelas mereka. Aneh sekali, pikir anak seluruh anak kelas.
"Bapak tumben masuk?!" celetuk Ragas berbasa-basi setelah mereka semua memberi salam hormat kepada Pak Agus.
Pak Agus cengar-cengir saja di depan sana. "Saya lagi dalam keadaan bergembira. Tau kenapa?" katanya malah balik bertanya.
"Kenapa tuhh??" seru anak kelas bersamaan.
"Karena kucing kesayangan saya baru saja lahiran," jawabnya dengan tampang yang memang terlihat sangat bahagia. "Tapi saya bingung agaknya mau saya namakan siapa mereka semua yaa?"
Jawaban yang sungguh di luar nalar itu membuat anak kelas menahan tawa. Aneh sekali guru mereka yang satu ini.
Jaja mengangkat tangan. "Emang kucing bapak ada berapa, Pak?" tanyanya.
"Yang baru lahiran ada tiga. Tolong saranin nama buat mereka yaa kalian semua."
"Usep, Pak!"
"Jordan aja Pak biar kayak nama saya!"
"Lana Del Rey!"
"Na Jaemin, Pak!"
"DPR Ian!"
Seruan-seruan itu terdengar jelas di kelas mereka. Sambil tertawa bersama, mereka mengumandangkan nama yang sekiranya cocok untuk kucing Pak Agus itu. Kemudian Pak Agus terlihat pusing sendiri mendengar nama-nama aneh dari anak muridnya ini.
"Ya sudah-sudah. Kalian ini generasi Z sangat di luar nalar sekali ya," katanya tak sadar bahwa kalimatnya adalah cerminan dirinya sendiri.
"Bapak mulai absen saja ya kalau begitu!"
Sontak anak kelas menjadi panik bersamaan. Mereka takut ketidakhadiran Putra dan Nathan diketahui oleh Pak Agus. Sera menggigit bibir bawahnya dan memutar otak.
"Masuk semua, Pak!" seru Sera akhirnya, setelah menemukan jawaban yang ia cari sendiri.
Pak Agus mengernyit. "Masa sih? Kok Bapak lihat masih banyak kursi kosong di sini? Loh, ini si Ragas kenapa jadi duduk sama Sera? Terus itu Putra sama Nathan kemana?"
Nah, kan. Ketahuan juga. Lagian, Ragas bisa-bisanya duduk di samping Sera. Ragas yang sadar pun langsung cengengesan sendiri. Memang tadi dirinya terburu-buru ke tempat duduk sampai memutuskan untuk mengambil kursi yang kosong saja.
Tatapan tajam dari teman-teman kelasnya membuat Ragas terintimidasi. Untungnya otaknya berjalan sangat cepat untuk berpikir dalam situasi seperti ini. "Putra sama Nathan lagi ke toilet, Pak!" seru Ragas.
Pak Agus tambah heran. "Ke toilet masa berdua?"
Aduh, sial. Ragas salah berbicara lagi. Dan akhirnya, teman-teman kelasnya kembali menatap tajam ke arahnya. Ragas berdecak. "Maksud saya, Nathan yang ke toilet. Tadi Putra katanya ke perpus mau minjem buku," ucapnya lagi, kini dengan jawaban yang lumayan masuk akal.
Lalu Pak Agus mengangguk-angguk saja di sana. Kemudian, setelah dirasa semuanya aman, anak kelas kembali bernapas lega. Begitu juga dengan Ragas yang akhirnya terbebas dari tatapan intimidasi teman-teman kelasnya tadi.
Ragas menyenggol lengan Sera yang masih duduk terdiam di sampingnya. Sera menoleh dengan tatapan bertanya.
"Kabarin apa yang gua omongin tadi ke Putra sama Nathan di chat," bisik Ragas sebelum dirinya maju ke depan untuk kembali duduk di tempatnya.
Sera paham maksud Ragas. Setelah cowok itu meninggalkannya sendir di tempat duduknya, Sera mulai mengambil ponsel di kolong mejanya dan mengetikkan suatu pesan di sana.

Alpha CentauriWhere stories live. Discover now