Bab 8. Bonding

Comincia dall'inizio
                                    

"Geya ..." panggil suara bass itu terdengar tak jauh dari posisinya.

Tepat disaat Geya menoleh, ia kaget bukan main saat melihat Tejash, direktur Perusahaan ini yang merupakan adik dari ibunya datang, membawakan satu tas hitam berisikan makan siang untuknya hari ini.

Menjadi perhatian semua orang, termasuk Naim, interaksi Geya dan Tejash menjadi pembicaraan semua orang.

"Katanya tadi kamu kesiangan. Sampai tidak sarapan. Ini diantarkan makanan untuk makan siang nanti."

Menerima dengan baik, Geya menundukkan kepala. Dia tidak banyak berkata-kata, karena berusaha tuk tidak mencari perhartian. Lagi pula Geya tahu banyak hal yang disembunyikan oleh omnya ini.

"Naim," panggil Tejash sebelum berbalik.

"Iya, Pak."

"Bagaimana hasilnya? Kamu belum ada open meeting untuk kita semua. Jika menurutmu kita tidak cocok memakai vendor sistem tersebut, kamu harusnya open meeting dan jelaskan alasan penolakanmu itu. Bukan hanya diam lalu tiba-tiba menghilang. Ayolah, Im. Saya tahu kamu pintar, tetapi aturan tetap ada atas kerja yang kamu lakukan."

Ditegaskan untuk semua hal yang wajib Naim lakukan, Tejash memang terlihat galak dan diktaktor kepada Naim dihadapan semua orang. Padahal mereka semua tahu sebaik apa Tejash kepada Naim. Bahkan posisi leader tim A IT Production tidak bergeser sedikitpun dari Naim. Selain itu, disetiap hasil review pekerjaan terbaik, pasti nama Naim yang Tejash promosikan kepada semua orang.

Maka dari itu, ketegasan yang Tejash tunjukkan di depan semua orang entah mengapa dianggap kepalsuan semata.

"Nanti saya ke ruangan pak Tejash."

"Baik. Saya tunggu, Naim."

Melangkah pergi, membiarkan semua orang sibuk membicarakan kedatangannya ke tempat ini, Tejash seperti tidak peduli. Bukankah dia juga sering datang ke lantai ini untuk berdiskusi dengan Naim. Namun kali ini terselip adegan mengantarkan tas makanan kepada Geya, keponakannya.

Langsung kembali duduk, dan meletakkan tas makanan itu di atas meja, orang-orang dari kubikel sebelah masih sibuk menatap ke arah Geya demi mendapatkan gosip terupdate untuk mereka bicarakan saat makan siang ini. Tetapi anehnya kedua laki-laki yang duduk di sisi kanan dan kiri Geya tidak sedikitpun menggubrish keadaan ini. Mereka masih fokus mengetikkan coding untuk sistem data yang sedang mereka bangun. Seolah bergosip tidaklah penting bagi Juan dan Dimas saat mereka tenggelam dalam bahasa pemrograman yang sedang mereka perhatikan dengan sangat detail.

Merasa sudah membaca semua isi SRF dan mencatat poin-poin pentingnya, Geya menengok ke belakang. Dari penglihatannya, Naim tidak sedang sibuk dengan layar laptop, membuat Geya yakin ada peluang tuk berdiskusi saat ini.

Sambil membawa buku catatan kecilnya, Geya bergerak, mendekati posisi Naim. Karena sebelumnya Geya hanya melihat dari belakang, perempuan itu tidak tahu jika Naim sedang sibuk dengan ponselnya, terlihat sedang membalas sesuatu pesan, sampai Naim sadar Geya berada disisinya, laki-laki itu malah tersentak kaget. Langsung saja mematikan tampilan layar ponselnya, entah mengapa Geya merasa Naim tidak ingin diketahui oleh Geya sedang membalas pesan kepada siapa.

"Bang ..." panggil Geya pelan, menutupi kesalahannya karena tiba-tiba saja mendekati tanpa basa basi. "Gue udah baca, dan ada beberapa poin yang mau diskusiin sama lo. Lo ada waktu, kah?"

"Owh, boleh-boleh. Apa yang mau lo tanya?"

"Ini bang ..."

Menunjuk ke arah buku catatannya, satu persatu pertanyaan Geya mulai Naim jawab. Ada yang bahkan sampai Geya catat kembali berdasarkan penjelasan yang Naim katakan kepadany. Namun sebagian besar dia sudah cukup ketahui saat di kampus dulu. Hanya saja di kantor ini menggunakan nama yang berbeda dengan nama yang disampaikan di kampusnya dulu.

"Owh, jadi begitu, Bang. Berarti nanti tahapannya kita bantu bangun sistemnya itu dari bank data yang kita punya. Terus kita buat UI nya juga buat user?"

"Ya, kurang lebih begitu. Lo udah mau mulai coba?"

Menatap wajah Geya yang mulai terlihat ketertarikan dengan pekerjaan ini, gadis itu malah menggeleng pelan. "Lo yakin mau ngelepas gue jalanin sistem sendirian?"

"Kalau lo mampu, gue bisa lepas langsung."

"Sayangnya gue enggak mampu kalau sendirian. Enggak bisa tandem sama lo?"

Menengok ke belakang, dia tidak yakin bisa melakukan tandem dengan Geya saat ini, karena pekerjaannya juga sedang menumpuk sekali. Bahkan pak Tejash saja memintanya untuk mengupdate mengenai pekerjaan yang sedang Naim handle khusus.

Tetapi tidak mungkin tanggung jawab ini dia serahkan kepada Juan ataupun Dimas. Apalagi Rini. Perempuan itu kecil-kecil sedang menghandle 2 SRF sekaligus, dan Naim tidak tega menitipkan Geya kepada Rini.

"Oke, tandem sama gue. Cuma lo coba dulu kerjain. Nanti gue arahin apa aja awalan yang harus lo lakuin. Fokus kepada outputnya. Mau jalan yang lo buat seperti apa, itu hal belakangan, yang penting hasilnya sama dengan yang diinginkan user. Karena style orang dalam membangun sistem itu berbeda-beda. Jadi gue percaya kalau lo punya gaya sendiri."

Amat sangat bijak dan berusaha tuk melakukan bonding dengan baik, Geya perlahan bisa lebih santai berbicara dengan Naim. Setelah mendapatkan penjelasan harus memulainya dari mana, Geya kembali ke posisinya, dan mulai berusaha mengingat-ingat kembali coding pemrograman yang pernah diajarkan saat ia kuliah kemarin ini. Walau dia adalah karyawan fresh graduate tetap saja tidak mudah mengingat-ingat coding pemrograman yang bahasanya cukup aneh bagi Geya.

Memilih menggunakan VBA jemari tangan Geya mulai menari-nari diatas keyboard tuk mengetikkan beberapa coding yang masih familiar dipikirannya. Sesuai permintaan user kali ini, mereka ingin data tersebut tampil pada aplikasi power BI yang bisa diakses oleh semua orang. Walau belum terpikir bagaimana bentuk UI nya nanti, tetapi Geya perlahan membangun base datanya terlebih dahulu, sesuai kebutuhan user.

Baru 15 menit Geya berusaha, tangannya seketika stuck. Dia bingung coding selanjutnya harus seperti apa? Bahkan menengok ke arah kanan dan kiri pun, Geya tidak mendapatkan solusinya. Ingin bertanya pun dia merasa malu. Apalagi saat ini belum banyak yang dia lakukan, tetapi rasanya otak Geya sudah seperti akan meledak.

Karena itulah, berharap mendapatkan ilham di tempat lain, Geya berjalan menuju toilet. Tapi lagi dan lagi gosip menyebalkan itu sampai ke telinganya. Ada dua orang karyawan perempuan sedang sibuk membicarakannya.

"Pantes aja tuh cewek bisa masuk tim Naim, ternyata ada hubungannya sama pak Tejash. Kirain benaran pinter kayak si Rini, tahu-tahunya zonk."

"Harusnya kelihatan dari penampilannya."

"Iya. Orang pinter mah mana perhatiin penampilan."

"Bener. Kayaknya beban doang buat Naim nih."

"Loh, kok beban? Justru kuncinya di ini cewek enggak sih? Naim jadi makin bisa kendaliin pak Tejash. Sebelumnya aja pak Tejash selalu tunduk sama Naim, apalagi udah ada cewek ini."

"Wah, bener juga. Ternyata licik juga ya tuh cowok. Kirain alim. Tahu-tahunya jahat banget."

Mendorong kuat-kuat pintu toilet, dengan galak Geya menatap wajah kedua perempuan itu seolah memberikan peringatan untuk tidak bergosip hal yang tidak benar kepada siapapun.

"O... o. Ada orangnya," gumam salah satu di antara mereka.

Ingin kabur dari toilet, Geya dengan sangat ekstrim malah sengaja menutup akses keluar pintu toilet itu dengan tangannya.

"Mau ke mana sih mbak buru-buru banget? Emang enggak mau lihat penampilan gue sekarang ini? Nih, kalau mau ikutin gaya gue boleh banget loh. Ini gue lagi pakai dress dari NEXT. Bisa lo beli lewat web resminya dia. Harganya murah kok Cuma 125$. Terus Sepatu gue pakai Jimmy Choo doang kok. Yah, masih mampu lah kalian beli. Terus make up? Wah, gue jarang banget pakai make up. Jadi kalau kalian nuduh gue merhatiin penampilan banget dari pada kerjaan, kalian salah. Gue bahkan enggak make up ke kantor. Sisiran aja enggak. Lihat rambut gue, KUSUT! Dan kalau kalian mikir baju-baju yang gue pakai sok branded, kalian mendingan bersihin deh tuh isi pikiran busuk di otak kalian. BUSUK banget sumpah."

"Siapa lo? Ngatur-ngatur aja!!"

"Gue GEYA. Geya Irsa Zaleeq. Kenapa? Salah gue atur hidup lo? Lo aja komentarin orang terus kerjaannya. Aneh banget. Kalau enggak mau disenggol, jangan nyenggol duluan! Gue peringatin aja buat kalian! Lo sebut bos gue, Naim, yang aneh-aneh, gue yang bakalan maju!"


Coding CintaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora