Bab 12: Masih

99 14 4
                                    

Kata Dilan, cemburu itu adalah untuk orang yang tidak percaya diri. Mungkin sekarang yang Stephanie rasakan juga seperti itu. Mungkin. Karena agaknya gadis itu gengsi untuk sekedar bilang cemburu.

Tapi Langit peka kok. Hanya saja anak itu lebih memilih diam terlebih dahulu disamping fokus mengemudi ditengah situasi hujan deras sepulang sekolah itu. Ia hanya menunggu reaksi lebih lanjut dari sang pacar yang masih duduk disebelahnya.

Ya wajar sih kalau Stephanie tidak mau mengaku. Cemburu versinya adalah sama saja dengan memperlihatkan sikap kekanakannya dihadapan Langit.

Tapi bagaimanapun juga plester luka bergambar kucing yang terus terpampang di punggung tangan kiri Langit terkesan cukup mengganggu.

Gadis itu harus tetap tenang. Apalagi ada Bumi yang juga setia menempati kursi belakang. Ia tidak mau menambah keributan.

"Maaf ya, aku belum bisa ikut nengok papa kamu. Sore nanti kebetulan ada janji."

"It's okay," kata Langit disertai tatapan teduhnya.

Ngomong-ngomong hujannya betulan deras. Sejujurnya Langit agak takut dengan jalanan yang seketika terlihat berkabut. Ia harus ekstra hati-hati, apalagi membawa dua nyawa lain bersamanya.

"Mau masuk dulu?" tawar Stephanie ketika mobil itu berhasil sampai dengan aman di halaman rumahnya.

"Kayaknya mau langsung aja deh," jawab Langit penuh keraguan, apalagi pantulan sang adik dari kaca spion dalam terlihat begitu mengintimidasi. Padahal Bumi hanya menatap nya sekelibat sebelum kembali membuang muka.

"Plesternya udah gak bener itu. Ayo ganti dulu."

Perlahan Stephanie berjalan lebih dulu. Artinya gadis itu berharap tidak ada penolakan. Bagaimana lagi? Ditengah suasana kikuk itu, Langit menurut saja.

"Turun dulu, dek."

"Gue gak diajak. Lo aja sana," balas Bumi canggung. Tau suara hatinya bilang apa? Dasar bucin.

~

"Kamu lucu tau kalo lagi ngambek gini."

Sekarang lukanya telah tertutup kembali oleh plester baru yang Stephanie pasangkan.

"Siapa yang ngambek?" Stephanie sok datar.

Kilas baliknya adalah, tadi Langit iseng ikut teman-temannya main sepak bola dulu di lapangan sepulang sekolah sembari menunggu Bumi yang belum jua keluar dari kelasnya. Tanpa disengaja tali sepatunya yang lepas membuatnya terjatuh, hingga punggung tangannya tergores permukaan tanah yang tentunya tidak mulus. Kebetulan, teman sekelasnya yang lewat ternyata memiliki sisa plester luka dalam tas nya. Yasudah, ceritanya berlangsung begitu disamping Stephanie yang memantau di pinggiran lapang.

Langit juga tau, hal ini akan terlalu lucu bila harus dijadikan ide masalah untuk hubungannya dengan sang pacar. Tapi meminta maaf juga bukan hal yang dilarang, kan?

"Maaf..." ucapnya sok memelas hingga berhasil membuat keheningan itu terpecahkan. Habisnya, ekspresi Langit yang begitu malah membuat Stephanie ingin tertawa saking lucunya.

"Apasih, gapapa juga."

"Apanya yang gapapa?" tanya Langit.

"Ya itu, plesternya Casandra. Gapapa kok, yang penting kamu-/"

"Tapi aku bukan minta maaf soal itu loh, aku minta maafnya soal aku yang kurang hati-hati," sela Langit. Detik itu juga bisa dipastikan bahwa si pacar jadi salah tingkah. "Oh... jadi bener tuh cemburunya."

Kan, begini nih kalau sang Langit mulai menyebalkan. Ia membuat Stephanie susah payah menahan gelagapan. "Stop it, i know what you mean, Aya. I can read your mind."

Langit dan BumiUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum