№ 𝟏𝟑. 𝑗𝑎𝑟𝑖

180 23 6
                                    

⚠️𝒑𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈𝒂𝒕𝒂𝒏 !! 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒊𝒏𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒌𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒏
ᴅᴇᴍɪ ᴋᴇɴʏᴀᴍᴀɴᴀɴ ᴘᴇᴍʙᴀᴄᴀ ʙᴏʟᴇʜ ᴅɪʟᴇᴡᴀᴛɪ🚫

      “Tuan…” seorang pria berstelan kantor membungkuk pada Jaehyun yang sedang berbincang dengan tuan tua Na. “Ada kiriman dari seseorang.” Pria itu mendekat ke tempat keduanya menyerahkan sebuah kotak terbungkus kain hitam dengan kertas bertuliskan ‘Hadiah’.

“Dari siapa?”

“Saya tidak tau, ini sudah berada di depan pintu saat saya berjaga.” Pria itu menggeleng tidak tau.

Jaehyun segera membongkarnya. Disaat itu pula dirinya terkejut hampir menjatuhkan benda itu.

Goongmin yang akan meraihnya dihalangi. Namun naasnya, pria tua itu sudah  kepalang mengetahui.

Karenanya, mendadak jantungnya sakit seperti dipukul palu. Napasnya pendek-pendek berusaha mengambil oksigen yang perlahan menipis. Jaehyun berteriak dan memencet bel agar dokter datang. Pria tampan itu masih terkaget bercampur bingung. Apalagi ditambah calon mertuanya yang kesakitan memegang dada kiri.

Goongmin melirih menyebut nama anaknya. Pria itu menangis.

Dokter datang bersama perawat berlarian, Jaehyun menjauh untuk sesaat. Kembali mengambil benda yang tadinya membuat geger ruangan yang sebelumnya hening. Pria Jung mulai menangis menggantikan Na Goongmin yang kehilangan kesadaran akibat suntikan pereda nyeri dan tekanan.

Sang dokter yang merasa aneh berjalan mendekat. Pun ikut merasakan perasaan tidak nyaman begitu mengetahui kotak yang dipeluk seorang Jung Jaehyun sambil menangis. Sebuah jari.

Lebih tepatnya jari kaki. Terpotong dan mengalirkan darah segar yang hampir menghitam karena mengering.

Pekerjaan dokter tidak luput dengan darah. Tapi yang menjadi perhatian. Kenapa jari kaki terpotong itu –tidak. Ini bukanlah urusannya. Mengabaikan raungan yang semakin lama keras, dokter itu keluar ruangan seraya memberi kode perawat agar mengikutinya.

Mereka bukanlah siapa-siapa. Orang dengan jabatan seperti Na Goongmin dan Jung Jaehyun pasti memiliki ‘sesuatu’ yang menjadi masalah. Keingintahuan tentang orang-orang seperti mereka hanyalah percuma.

“Jaemin-ah... kau dimana?”









      “Apa yang terjadi?!”

“Seseorang mengirim seruas jari. Dilihat sepertinya itu milik Jaemin.”

“APA?! SIAL!!”
“Kita harus secepatnya menemukan Jaemin, Jung!!”
“Kau! Apa saja yang kau lakukan! Kenapa lama sekali!”

“Aku melacak orang yang mengirim dari CCTV rumah sakit.”

“Lalu?”

“Kita masih harus menunggu. Tempat yang menjadi titik kemunculan orang itu berada dikeramaian.”

“Bajingan!” sumpah serapah Haechan mewarnai setiap kalimat yang terucap. Kembali fokus mereka terpecah. Dan lagi, Na Goongmin menemui keadaan kritis. Pria tua Na pingsan untuk yang ke dua kali setelah beberapa saat mengingat potongan tubuh anaknya di kirim seseorang padanya. Pikiran buruk tentang Jaemin mengusai kepala pria renta seorang diri. Komplikasi jantung serta darah tinggi sebagai vonis sementara.










      “Aku ingin melihat bagaimana wajah ayahmu, bocah. Sayang sekali. Aku tidak berada disana.”

Jaemin menatap nyalang pria didepannya. Yang dibalas kekehan mengerikan.

Tubuhnya yang lusuh dengan pakaian yang melekat beberapa hari pula tanpa mandi tanpa berganti. Hal yang membedakan ialah. Kini lehernya dirantai seperti anjing. Juga tidak diperbolehkan berdiri. Berjalan merangkak mengikuti setiap langkah Jeno.

Tangisan dalam hati tak sebebasnya diperlihatkan pada manusia setengah iblis.
“Ngomong-ngomong... asesoris ini cocok untukmu.”
“Sangat lucu, bukan?”
Gemerincing rantai menjadi backsound menggantikan musik baru tempat itu. Jeno berjalan mondar-mandir hanya agar Jaemin mengikutinya seperti anjing. Jika dia bersikeras atau kelelahan, maka bersiaplah tamparan mengelus lembut pipinya yang putih sampai tercetak lima jari.

“Cantik.”
Itu yang dikatakan. Orang yang menderita sangat menghibur hatinya yang juga kesakitan karna kehilangan saudara satu-satunya.

Bagaimana jari kakinya yang telah terpotong? Berterima kasihlah pada Mark yang memberinya pertolongan pertama. Entahlah, apa itu juga bisa disebut dengan beruntung? Dia hanya diobati seadanya. Semoga kakinya tidak membusuk. Karna dia berjalan merangkak seperti anjing, ada kalanya perban itu menekan sedikit dagingnya yang dibebat.

Ingin tau rasanya? Ngilu layaknya daging diiris selalu menyengat sensorik.

Lupakan bagaimana wajah si manis itu kini. Hampir seperti orang gila, menjambak rambutnya sendiri ketika sakit itu datang lagi dan lagi pada waktu tak sengaja kakinya diinjak.

Tak sengaja? Oh tidak mungkin. Jeno tidak selembut itu.








      “A-aku tidak membunuh siapapun.”

“Kenapa kau menyiksaku seperti ini?”

“Percayalah. Aku tidak pernah melukai siapapun. Kumohon... lepaskan aku.”

Kalimat-kalimat itu berulang. Tentunya tak sekalipun dihiraukan Jeno. Mark hanya mendesah pasrah melihat kelakuan temannya yang lebih mirip psikopat itu. Kalaupun ingin dibunuh. Bunuh saja. Dia tidak kuat mendengar suara tangisan. Juga darah yang bercecer.

Mual.

Siapapun. Tolong selamatkan Mark dari situasi gila ini.







𝚜𝚢 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚎𝚛𝚒 𝚙𝚎𝚛𝚒𝚗𝚐𝚊𝚝𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚜𝚔𝚒𝚙𝚞𝚗 𝚖𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗 𝚋𝚊𝚗𝚢𝚊𝚔 𝚍𝚒𝚊𝚗𝚝𝚊𝚛𝚊 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗𝚐𝚐𝚊𝚙 𝚌𝚑 𝚒𝚗𝚒 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 '𝚝𝚎𝚛𝚕𝚊𝚕𝚞'/𝚖𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚕𝚎𝚋𝚒𝚑𝟸𝚔𝚊𝚗
𝚝𝚙 𝚝𝚍𝚔 𝚜𝚎𝚖𝚞𝚊 𝚜𝚞𝚔𝚊 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚢𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗 𝚑𝚊𝚕𝟸 𝚍𝚒𝚊𝚝𝚊𝚜
•••
𝚝𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊 𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚙𝚎𝚗𝚐𝚎𝚛𝚝𝚒𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊

____________

♡ A ɴ ɢ ᴇ L ' s T ᴇ ᴀ ʀ s ♡
____________

05/05/24

05/05/24

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝙰𝚗𝚐𝚎𝙻'𝚜 𝚃𝚎𝚊𝚛𝚜 || 𝐁𝐋Where stories live. Discover now