Tak lama dari itu, anak-anak dari XI IPS 1 sudah duduk bergabung bersama dengan anak-anak dari XI IPA 1.

Pak Jerry yang melihat semuanya telah berkumpul mulai menjelaskan materi sembari meminta dua anak sebagai peraga untuk mencontohkan berbagai jenis passing dan juga servis.

Setelahnya, semua murid diminta untuk berpasangan agar lebih mudah untuk mengambil nilai.

Hanna tentu saja berpasangan dengan Felia. Mereka maju ketika nama Felia dipanggil berhubung absen Felia lebih dulu dibanding Hanna.

Semua murid telah melakukan pengambilan nilai, mereka dibebaskan mau ke kantin ataupun melanjutkan bermain voli sendiri oleh Pak Jerry.

Tentu saja, para cewek memilih untuk pergi ke kantin. Sedangkan para cowok memilih untuk bermain voli.

Hanna berdiri dengan bantuan Felia, keduanya hendak mengikuti langkah teman-teman ceweknya yang telah melangkah menuju kantin.

"HANNA, AWAS!"

Duak!

Bruk!

Dak!

Bola voli yang tengah dimainkan para anak cowok melayang kencang ke arah Hanna, mengenai kepala gadis itu hingga ia limbung dan sialnya kepala gadis itu teratuk cor-coran yang memang di desain sebagai pot permanen pohon sebagai pembatas lapangan.

Mereka memang melaksanakan olahraga di lapangan utama, karena lapangan basket digunakan oleh kelas sepuluh.

Felia yang sadar sahabatnya ambruk membelalak, ia segera berlutut untuk mendudukkan Hanna yang kepalanya berdarah.

"Astaga, Han. Lo gapapa?" tanyanya khawatir.

"Han, ayo bangun. Kita ke UKS! Kepala lo berdarah itu," ajaknya sembari berusaha membawa tubuh temannya berdiri. Hendak memapahnya menuju UKS.

Beberapa murid langsung datang mengerumuni gadis itu.

Regan yang melihat tunangannya terduduk dengan darah yang keluar dari kepalanya tampak murka.

Cowok itu menghadang Adelio yang mendekat ke arah kerumunan.

"Maksud lo apa, bajingan?!"

Buk!

Tinjuan cowok itu melayang, membuat Adelio mundur karena tidak ada persiapan.

Ya, Adelio adalah pelaku yang melayangkan bola voli ke arah Hanna.

"Sorry sorry, gue gak sengaja!" jawab Adelio dengan sungguh-sungguh. Rautnya tampak merasa bersalah.

"Alah, bacot!"

Buk!

Beberapa anak cowok berusaha melerai keduanya, tapi nihil. Regan mberot, tidak. Maksudnya menepis dengan tenaga yang kuat.

Pak Jerry yang tengah berbicara dengan guru lain di depan ruang guru melihat dua muridnya bertengkar segera berlari hendak melerai.

"Ayo, Han!" Felia kesusahan karena tubuh Hanna tampak sangat lemas meskipun gadis itu masih setengah sadar.

Di sela Felia yang tampak berusaha menahan tubuh Hanna, tubuh Hanna tiba-tiba kejang-kejang diikuti dengan darah yang keluar dari hidungnya.

"HANNA!" Felia berteriak histeris melihatnya, air mata gadis itu mulai menetes.

"Hanna, hiks," Felia menangis. "Tolong, tolong bawa ke UKS," lirihnya di antara teman-temannya yang semakin panik.

"Rel, bawa ke UKS. Cepet!" Vicky mendorong tubuh Farrel ke arah gerumbulan cewek. Cowok itu fokus berusaha melerai Regan.

Regan seperti kesurupan setan.

"Gak mau. Takut digibeng Regan!" Farrel menggelengkan kepala heboh.

"Yaelah, kagak. Cepet, Rel!"

"Gak mau!"

Joel yang mendengar pertengkaran kedua temannya melepaskan pegangan pada Regan sembari berdecak.

Langkah kaki jenjangnya mendekat ke arah gerombolan di pinggir lapangan.

"Ayo, bantuin gue gendong," Felia tampak menatap satu persatu temannya meminta pertolongan dengan air mata yang meleleh di pipinya.

"Minggir!"

Sontak beberapa gadis yang mulai berjongkok hendak membantu Felia membopong Hanna mulai minggir memberi jalan pada Joel yang mendekat.

Laki-laki itu langsung mengangkat tubuh Hanna yang sudah tidak kejang ala bridal style dan melangkah cepat ke arah UKS.

Felia yang melihat itu langsung mengikuti di belakang dengan sesekali masih terisak.

Regan yang sudah dipegangi oleh Pak Jerry dan tanpa sengaja melihat itu tubuhnya sudah tidak melawan.

Tubuhnya tertegun saat melihat tubuh Hanna yang lemas di gendongan Joel.

Segera saja cowok itu melepaskan pegangan Pak Jerry dan beralih berlari mengikuti Hanna yang tengah dibawa ke UKS.

Di UKS, Hanna hanya mendapatkan pertolongan pertama terhadap lukanya di kepala. Setelahnya gadis itu dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulance yang dipanggil sembari melakukan pertolongan pertama.

••••

"Halo, Sayang? Ada apa?"

"Bunda..., Hanna."

"Hanna kenapa, Kak?"

"Hanna masuk rumah sakit, Bun. Tolong Bunda ke sini."

"Astaga, kok bisa? Sekarang kamu di rumag sakit, kan? Sendirian?"

"Iya, Bun. Tolong Bunda ke sini sekarang."

"Iya, iya. Bunda nelfon Ayah kamu dulu, ya. Habis itu ke sana sama Ayah. Kamu kirim alamatnya ya habis ini."

Regan mengangguk meskipun tahu Bundanya tak akan tahu ia mengangguk. Kemudian ia mematikan teleponnya.

Matanya terpejam, tangannya memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.

Ia takut, takut terjadi sesuatu pada Hanna. Apalagi ketika ia tahu bahwa tubuh gadis itu sempat kejang sebelum di bawa ke UKS.

Rasa penyesalan memenuhi hatinya. Jika saja ia langsung membawa gadis itu ke UKS dan tidak memberi pelajaran pada sosok Adelio, mungkin saja gadisnya tidak akan mengalami kejang.

Entah kenapa, melihat sosok Adelio membuat Regan begitu marah. Apalagi setelah kejadian di kantin beberapa hari lalu yang mana ia mendapati cowok kalem itu menatap ke arah Hanna terus menerus.

Ia jadi semakin murka karena yang melayangkan bola voli terakhir kali sebelum mengenai Hanna adalah cowok itu.

Regan menghela nafas dalam, menghembuskannya keras-keras. Berusaha mengurangi perasaan kalut dan cemasnya.

To be continue...

•••••

sedikit info, seminggu ini aku blm bisa bikin draft chpt baru, huhu
mana senin aku udh PKL:(

jd keknya kemungkinan aku bakal ga secepet ini up-nya😭🙏🏻

HannaWhere stories live. Discover now