8

4.4K 1.2K 259
                                    

Ramein ya.

Bab depan bakal melambat di WP. Silahkan ke KBM app atau KK, cari aja eriskahelmi.

Masih gratis.

Eh apa? Kinkin bodok?

Ya emang. Kalo pinter dah gantiin Umar jadi HRD. 🤣🤣🤣

***

8 Kasmaran Paling Depan

Kinara dan Mayang tiba di rumah bapak mereka sekitar sepuluh menit sebelum azan Magrib berkumandang. Atas izin cuti satu hari yang diberikan oleh Baskara, Kinara mengucap syukur tidak perlu tiba di rumah saat malam. Dari stasiun, mereka telah memesan travel langganan yang memang kerap mengantar jemput dua saudara itu apabila mereka melakukan perjalanan jauh.

Rumah yang ditinggali bapak dan Kafka saat ini adalah peninggalan nenek mereka. Kinara sempat tinggal di sana selama masa kecilnya hingga dijemput kembali oleh bapak, mengikuti mereka ke rumah keluarga Dierja. Saat itu, dia merasa hidupnya bahagia dan menyenangkan. Namun, setelah bertahun-tahun lewat, dia tahu kalau dunia tidak melulu bahagia. Salah satu bencana yang paling menyedihkan tentu saja saat mereka malah hampir kehilangan satu sama lain.

Akan tetapi, ketika melihat Kafka berdiri di teras rumah karena mendengar suara mobil tanda ibunya telah datang, Kinara tahu kalau dia tidak perlu menjadi sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut. Tawa bocah berusia hampir delapan tahun itu pecah dan dia berlari menyongsong sang bunda dengan raut semringah. 

“Assalamualaikum, Ibuk.” Kafka menarik tangan kanan Kinara dan mencium punggungnya begitu dia mendekat. Tidak hanya Kinara, Mayang juga mendapat perlakuan sama. Tapi, setelahnya, Kafka langsung memeluk pinggang Kinara erat-erat sebagai luapan kasih sayang dan rasa rindu yang terpendam selama hampir dua bulan. 

“Aku kangen.” Kafka melanjutkan. Sesekali dia mengerjap dan menghapus butiran bening dengan ujung bajunya. Dia tidak ingin ketahuan menangis saat menyongsong wanita yang telah melahirkannya tersebut.

“Waalaikumsalam.” Kinara membalas. Dia mengusap dahi dan pelipis Kafka. Tapi, dengan cepat dia menyadari kalau kedua mata pria kecilnya tersebut memerah. Dia tersenyum pelan dan segera menggenggam tangan pria kecil miniatur Baskara Dierja tersebut kembali menyusuri teras rumah. Saat itu, Kafka sudah memakai celana sarung dan baju koko berwarna putih.

“Nggak bisa lama, Buk. Aku ke musala dulu. Mau azan. Eyang udah menunggu di dalam. Sudah agak enakan. Sudah nggak salat duduk lagi.” celoteh bocah tampan itu dengan semangat sambil mengajak ibunya masuk rumah. Kinara sendiri merasa kalau dia sudah tidak sabaran melihat sosok bapak yang biasanya seperti Kafka, ikut menyambut di muka rumah. Tapi, kali ini Kinara berusaha mengerti sebab tahu sang bapak tidak sesehat biasanya.

“Anak baik. Makasih banyak sudah mau rawat Eyang, ya. Nanti, habis salat kita makan bareng. Ibu beliin makanan banyak.” Kinara menunjuk ke arah barang bawaan mereka yang cukup banyak. Ada aroma sedap yang bisa dibaui oleh Kafka sehingga kembali tersenyum. Tapi, seperti ucapannya tadi, dia tidak bisa lama menemani ibu dan tantenya. Kafka segera pamit dan berlari menuju musala, sedangkan Kinara pada akhirnya, memilih masuk dan menemui ayahnya.

Seperti kata Kafka sebelum berangkat tadi, Sutomo, bapak Kinara dan Mayang sedang duduk di ruang tamu yang berukuran sekitar lima kali empat meter. Terdapat kursi tua berjok merah marun bahan bludru yang pias karena sudah amat lama terpajang di rumah itu. Di lantai, terdapat sebuah sajadah berwarna hijau lumut dan suara lantunan orang mengaji dari musala membuat dua saudara itu sadar kalau seharusnya mereka juga harus bergegas. Bapak biasanya lebih memilih menunaikan ibadah terlebih dahulu, barulah kemudian mengurusi hal lain. 

Dari situ juga Kafka belajar kalau dia mesti menjalani kewajibannya dulu walau sebenarnya, dia bisa saja salat di rumah. Tapi, ajaran sang kakek telah membuatnya menjadi anak yang kuat dan salih, tidak peduli, dia hidup jauh dari ibu dan yang lebih parah, tidak mengenal ayahnya sama sekali.

“Assalamualaikum, Pak.” Kinara dan Mayang serempak memberi salam dan kemudian berebutan menyongsong ke arah pria yang seumur hidup mereka panggil bapak. Sang bapak pun membalas dengan senyum sebelum akhirnya mengusap puncak kepala kedua putrinya itu.

Kasmaran Paling DepanWhere stories live. Discover now