5

4.5K 1.2K 192
                                    

Ramein, dong dengan vote dan komen.

Yang ga sabar, silahkan ke KK atau KBM. Tapi, babnya masih sama ya. Doain bisa apdet daily kayak thor pemes.

Banyak tebak-tebakan? Ga apa, biar kek detektip Conan.

***

5 Kasmaran Paling Depan

Kinara Kemuning baru tiba di toko bunga milik Mayang ketika ponselnya berdering dan nama Baskara Dierja tertera di bagian layar. Dia menghela napas sambil berjalan gontai menuju pintu kaca toko dan membukanya dengan  wajah gamang, membuat si bungsu yang sibuk membuat pesanan buket bunga segar menjulurkan kepala demi melihat siapa yang baru saja datang.  

“Dah balik, lo?” tanya Mayang sambil kembali fokus kepada buket bunga dan Kinara membalas dengan anggukan seraya pamer dua kantong kain yang dia pegang, “Ngambil titipan Ibu.”

“Si Umar dah kasih izin?” tanya Mayang lagi. Namun, dia berhenti bicara karena kemudian sadar kalau ponsel kakak perempuannya itu menyala, “Nggak lo angkat?”

“Males.” Kinara menggeleng lesu, “Dari Babas.” 

Babas alias Baskara, Mayang tahu sekali tentang itu. Sejak dulu, Kinara memanggil anak majikan orang tua mereka dengan sebutan Mas Babas. Tapi, sejak jadi bawahan pria itu, dia jarang sekali menyebut panggilan tersebut. Baginya, seperti Nyonya Reva yang minta dipanggil nyonya, maka Baskara Dierja yang kini dipanggil Pak Bas juga seperti itu. 

“Angkat kalo gitu.” Mayang memberi saran dan dari sinar biji matanya tampak sekali kalau dia menunggu respon Kinara. Sudah berkali-kali adik perempuannya itu menggoda keteguhan hati seorang Kinara Kemuning dan selama ini Kinara selalu menang. Dia tidak bakal mengangkat telepon dari pria itu, apa pun alasannya. 

“Gue capek.” Kinara menolak. Dia memilih melewati barisan buket yang terhampar di lantai. Entah pesanan untuk siapa. Hanya saja, Mayang tidak minta bantuannya kali ini dan buatnya, dia bersyukur. Sisa waktu hari ini akan dimanfaatkannya untuk rebahan dan mengirim pesan kepada Kafka. Dia sudah meminta agar bapak dibawa ke dokter. Hingga saat ini tidak ada kabar lagi dan sesungguhnya dia amat penasaran, melebihi saat dirinya melihat tautan tangan Sintya Nielsen dan juga Baskara Dierja. 

Apa benar pria itu menyayangi kekasihnya? Pikir Kinara. Alasannya, pria itu selalu menatapnya seolah-olah Kinara habis maling celana dalam Baskara. Dulu, memang mereka berdua amat akrab, lebih lengket dari ingus saat pilek, dan lebih panas saat Indomie Kari Ayam diberi cabai setan segenggam. Tapi, sekarang waktu sudah berubah dan mereka berdua bukan anak kecil lagi. Kinara bosan mendengar desas-desus aneh seolah dia ingin merebut Baskara dari Sintya. 

Lupakah mereka semua kalau dia cuma anak pembantu dan mantan sopir sedangkan Baskara adalah salah satu pria top dan keturunannya amat ningrat? Bahkan, sejak lahir dia sudah memegang sendok mas, begitu juga dengan Sintya. Belum lagi, perasaannya yang selalu kacau balau setiap mampir ke rumah mereka karena ibu masih bekerja di sana. 

Dan kini, Baskara merongrongnya dengan telepon, melupakan fakta kalau saat ini sedang ada acara di rumah orang tuanya, membuat Kinara semakin kalut dan merasa kalau dia seharusnya ikut bapak, sehingga tidak perlu lagi bertemu dengan pria itu.

Kirana masuk kamar Mayang sekitar dua menit kemudian. Ponselnya masih meraung-raung dan dia melempar benda tersebut ke permukaan tempat tidur lalu memilih duduk di pinggir ranjang sambil memandangi ibu jari kakinya yang merah karena seharian memakai sepatu. 

Untung nggak ketemu Nyonya di sana, batin Kinara. Hal tersebut adalah yang paling dia syukuri daripada pelototan tajam milik Baskara atau saat ini, rongrongan telepon tanpa henti. 

Kasmaran Paling DepanOù les histoires vivent. Découvrez maintenant