🕊️ - ❝ n i n e ❞ ·˚ ༘

4.1K 579 39
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Matthias"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bukankah kalimat ku sudah jelas?" Tanya Matthias menyilangkan tangan dan kakinya, menatap Irene.

"Tapi Duke, kejadian kemarin itu murni bukan kesalahan Layla! Itu inisiatif saya sendiri." Elak Irene.

Pagi ini ia ingin mengunjungi Layla dan Paman Bill, namun penjaga yang menjaganya tidak memberikan ijin. Dengan alasan : "Tuan Duke yang memerintahkannya langsung."

Bill Remmer bahkan menghindarinya ketika wanita itu ingin menyapa sang tukang kebun.

Jadi Irene langsung mendatangi Matthias di Annexnya, seminggu bersama pria itu membuatnya merasa terkurung.

Ia bisa saja menemui Nyonya dan Madam Herhardt, tapi masa setiap hari juga? Irene merasa tidak enak.

Kenapa tidak memanggil Claudine? Hei, kau tidak boleh sembarangan meminta bertemu, apalagi yang kau ajak bertemu itu bangsawan. Mereka memiliki aktivitas di luar sana juga.

Irene menghabiskan waktu dengan tidak boleh ke hutan, tidak boleh menemui Layla maupun orang lain, diam di kamar, membaca buku, dan makan dan minum juga di kamar. Irene memicingkan matanya curiga.

"Anda ingin mengurung saya?" Tanya Irene yang hanya dibalas dengan deheman dari Matthias. Tangan pria itu bermain dengan surai emasnya yang panjang.

"Jika itu benar, memangnya kenapa?" Jawab Matthias menatap Irene.

Cih! Pria ini, menyesal dirinya bersikap lunakan padanya. Malah ngelunjak sekarang.

Baru lima hari ia menghabiskan waktu di Arvis, namun rasanya sudah berminggu-minggu. Irene ingin menangis, masih tersisa beberapa hari sebelum kembali ke kediamannya.

Irene merindukan pelayannya, Anneth, Marrie, dan Junie. Jangan lupakan kasurnya! Surganya Irene!

"Kenapa Duke ingin mengurung saya?" Curiga Irene.

'Apakah blackflag nya mulai muncul?' Merindingnya.

"Agar kau mengingat posisimu" Respon Matthias. Pria itu mendekat dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher tunangannya.

Irene menghela napas, pria ini selalu bertingkah laku seenaknya. Belakangan ini si gagak hitam senang sekali memberikan physical attack. Seperti memeluknya, memainkan rambutnya, dan masih banyak lainnya.

Sejujurnya Irene kesal, tapi malas menanggapinya. Gak lucu kan tiba-tiba julidin Matthias langsung tiba di dunia lain.

Dia bahkan mulai meragukan cerita dari sahabatnya dulu, bukankah dia menceritakan Matthias sebagai boneka robot, yang jarang menunjukkan emosinya secara blak-blakan tanpa diisi sebuah teka-teki.

Namun yang ia temui justru kebalikannya.

"Jangan temui bocah bunga itu." Gumamnya samar membuat Irene mengerutkan keningnya.

"Setelah anda menyebutnya bocah pirang, anda pun menyebutnya bocah bunga? Selera yang unik untuk menamai orang." Komen Irene bermain dengan rambut hitam Matthias.

"Hn."

Matthias hanya berdeham singkat membuat Irene ingin melemparnya ke sungai di depan Annex. Tapi sayangnya dia masih ingat dengan nyawanya.

𝗜𝗥𝗘𝗡𝗘 Where stories live. Discover now