Mayor Theo vs Narendra

3.4K 332 64
                                    

Hellooo~

Mohon baca pesan singkat dibawah ini yaa sayang-sayangku.

Pesanku cuma satu, jangan bawa-bawa dan sangkut pautkan cerita ini dengan real life para visual yaa. Ayo sama-sama kita jadi pembaca yang pintar dan bijak <3

Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.

Happy reading!

°
°
°
°

Entah ini sudah kali keberapa untuk Maisa ikut meliput kegiatan Pak Pradana. Tapi, kali ini Maisa bukan meliput kegiatan kampanye.

Melainkan kegiatan Pak Pradana sebagai Menhan. Esok, Pak Pradana akan meresmikan sumber titik air bersih di Bantul, Yogyakarta.

Sejak Kalula mengetahui dirinya adalah keponakan Pak Pradana, sejak saat itu juga beritanya menyebar. Salah siapa? Ya, salah mulut ember Kalula yang tak sengaja keceplosan berbicara dengan keras di tempat ramai.

Dan seperti yang sudah Maisa takutkan sejak lama, dengan seenaknya, atasannya itu menyuruh Maisa untuk turun liputan. Maisa sudah menolak dengan alasan kalau ini bukan bagian tugasnya. Tapi atasannya bilang, kalau ada kenalan dengan Pak Pradana seperti dirinya, akan lebih mudah untuk mengikuti kegiatan Capres itu.

"Mbak Maisa, kan, kita naik mobil operasional kantor, Mbak Maisa duduk didepan sama Pak Narendra, ya?"

Ini dia, bagian yang Maisa tak suka. Kembali bertugas dengan Narendra.

"Harus saya banget, Fi? Kamu lah yang di depan, saya di belakang dengan Farah dan Nayla."

"Tapi ini permintaan Pak Narendra, Mbak. Katanya, biar junior-junior duduk di belakang." Kilah Alfi.

Maisa berdecak sebal, ia memperlihatkan tatapan tajamnya yang mampu membuat Alfi sedikit takut.

"Kamu. Duduk. Didepan." Tekan Maisa.

Alfi buru-buru menganggukkan kepalanya, teringat background orang dihadapannya ini. Dirinya tidak mau buat masalah.

"Bagus." Sahut Maisa singkat.

Maisa langsung masuk kedalam mobil. Menghiraukan Alfi yang memandang takut kearahnya.

Farah dan Nayla ikut menyusul masuk setelannya. Menyapa Maisa yang hanya dibalas anggukan singkat.

Tak lama, Alfi dan Narendra juga masuk kedalam. Narendra sempat melirik Maisa yang mengalihkan pandangannya kearah jendela.

"Sudah siap semua?" Tanya Narendra.

"Sudah, Pak. Kita langsung jalan sekarang, saja. Supaya sampai Jogja enggak terlalu malam." Sahut Nayla.

Narendra mulai mengendarai mobilnya itu, meninggalkan pekarangan kantor. Diperjalanan Maisa lebih memilih untuk diam tak membuka suara. Hanya ada obrolan antara Nayla, Farah, Alfi dan juga Narendra.

"Oh, iya. Mbak Maisa, kamar hotel yang di siapkan kantor itu ada tiga. Nanti, Pak Narendra dengan Alfi, saya dengan Farah. Mbak Maisa enggak apa-apa kan, sendiri?" Tanya Nayla.

Maisa yang sedari tadi memilih diam pun membuka suara, "Iya, enggak apa-apa."

"Nanti, kita minta tolong juga ya, Mbak. Mbak Maisa kan pasti kenal dengan sekretaris dan asisten pribadi Pak Pradana, tolong hubungi mereka, Mbak. Minta supaya sesi wawancara kita bisa sedikit lebih lama."

Major Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang