"Baik juga, Nak Regan," Renata beralih menatap Hanna. "Mama denger kamu habis sakit, Sayang?" Hanna yang semula menundukkan pandangannya kembali mendongak.

"Cuma gak enak badan, Ma. Sekarang Hanna udah sehat," jawab Hanna dengan senyuman manis. Renata ikut tersenyum mendengarnya.

Hanna melirik ke arah Abimana–Papa Hanna sekilas, senyuman juga ditunjukkan oleh laki-laki brewok itu.

Perasaan lega dan senang memenuhi hati Hanna. Ia merasa bahwa jika suatu saat Hanna akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pertunangannya dengan Regan, ia bisa kembali ke orang tuanya.

Meskipun awalnya ia sedikit ragu karena ketika sakit yang datang menjemput adalah orang tua Regan, bukan orang tuanya. Namun, kini perasaan ragu itu sirna.

Kedua orang tua Hanna, tampak tak seburuk itu.

"Syukurlah. Jangan terlalu buat Regan repot ya, kasian dia," Hanna tersenyum canggung.

"Ah, enggak repot kok, Ma. Hanna selalu nurut sama Regan. Jadi kalaupun sakit, Regan gak repot. Iya kan, Sayang?" Regan mengelus surai Hanna sembari tersenyum manis.

Hanna yang mendapat perlakuan itu menoleh dan ikut tersenyum semanis mungkin.

"Makasih ya, Sayang. Maaf selalu ngerepotin kamu," Hanna menyebikkan bibirnya seolah menyesal.

"Enggak, aku gak repot kok. Justru kayaknya aku yang repotin kamu, soalnya aku sering bertingkah," Regan kembali bersuara dengan tertawa pelan sebagai akhirannya.

"Maaf ya?" tangan cowok itu beralih dari surai ke pipi, mengelus lembut permukaan halus itu.

"Enggak, kok," jawab Hanna sekenanya berusaha terlihat mesra. Meskipun dalam hati ia sudah ingin muntah rasanya.

"Aduh, anak muda yaa. Mesra banget," celetukkan Chika mengundang tawa pelan dari Renata dan senyuman dari Bima serta Abimana.

Regan tersenyum lebar, sedang Hanna tersenyum malu, menyembunyikan perasaan muak dalam dirinya.

"Gimana kalau kita langsung makan aja?"

Persetujuan dari seluruhnya membuat Chika langsung memanggil waiters untuk memesan makanan.

Dinner rutin dua keluarga itu berlangsung dengan harmonis. Berisikan obrolan singkat dan ringan yang memang bertujuan untuk semakin mengakrabkan diri dengan yang lain.

Hanna dan Regan yang sebelumnya memang sudah melakukan briefing untuk terus bersikap mesra di depan orang tua mereka, melakukan hal itu sampai akhir.

Hingga hampir tiga jam kegiatan makan malam itu, masing-masing akhirnya pulang untuk beristirahat sebelum kembali ke aktivitasnya masing-masing esok hari.

••••

Hanna langsung melangkahkan kakinya begitu mobil milik Regan tiba di garasi rumah.

Regan yang melihat itu menatap sosok Hanna dengan kening berkerut.

"Kenapa lagi coba bocah itu?" gumamnya heran.

Pasalnya, langkah Hanna tampak tidak santai. Langkahnya cepat dan tak menoleh sedikitpun ke arahnya.

Seolah sengaja meninggalkannya sendirian.

Regan menutup pintu mobilnya dan menekan smart key-nya hingga membuat mobil hitam itu berbunyi. Berbarengan dengan itu, ia menghela nafas berat.

Langkah kaki panjangnya membawa masuk ke dalam rumah. Undakan tangga ia naiki satu persatu hingga langkahnya berhenti ketika berada di depan pintu kamar berwarna putih.

Tangannya terangkat, mengetuk pintu itu tiga kali.

"Han?"

"APA?!"

Sudut bibirnya naik sebelah mendengar nada ketus yang terdengar ngegas dari dalam sana.

"Gue masuk, ya?"

"MAU NGAPAIN MASUK?" kekehan kecil keluar dari mulut Regan saat lagi-lagi Hanna menjawab dengan ketus.

Cklek!

Hanna menoleh dengan kening berkerut kesal ketika pintu kamarnya terbuka, menampilkan Regan yang juga menatapnya.

Perasaan ia belum mengizinkan sosok itu untuk masuk, kenapa sudah masuk dan menutup pintunya lagi?

"Mau ngapain, sih?"

Tatapan Hanna mengikuti Regan yang melangkah mendekat ke arah ranjangnya.

"JANGAN TIDUR DI SITU!"

Buk!

Hanna menatap garang Regan yang tak mengindahkan peringatannya dan malah merebahkan tubuhnya di ranjang miliknya.

"BANGUN!"

Plak!

Hanna memukul cukup keras paha cowok itu yang memang paling dekat dan mudah ia jangkau.

"Jangan tidur di sini, Regan!" Hanna menatap tidak suka ke arah Regan. "Ayo bangun!"

Hanna meraih kedua tangan Regan dan menariknya kuat, berusaha membuat cowok itu bangkit dari posisinya.

Bruk!

"Awh!"

Bukannya Regan yang berganti posisi, malah Hanna yang jatuh terduduk di lantai karena Regan melepaskan kedua tangan Hanna yang menariknya kuat dengan sengaja.

Mendengar suara itu Regan beralih duduk, menatap Hanna yang duduk di bawah dengan tatapan mengejek.

Hanna yang sadar itu menatap balik Regan dengan tatapan permusuhan.

Regan membungkukkan tubuhnya, kedua lengannya bertumpu pada paha.

"Posisi kayak gini, bikin gue inget sesuatu," ucapan Regan mengundang kerutan di kening Hanna.

"Lo jongkok di bawah," Regan merubah posisinya menjadi berdiri dengan kepala yang menunduk menatap Hanna. "Gue berdiri di sini."

Hanna yang menyadari apa maksud perkataan cowok itu lantas segera berdiri. Wajahnya merah padam dengan berbagai kerutan kesal terpampang di sana.

"KELUAR LO, BANGSAT!" teriakan Hanna menggelegar, diikuti dengan tangan kecilnya yang mendorong tubuh Regan ke arah pintu.

Regan tertawa pelan mendapatkan reaksi yang menyenangkan untuknya. Ia juga pasrah didorong Hanna menuju pintu.

Gadis itu membuka pintunya, kemudian mendorong tubuh Regan keluar dan hendak menutup pintunya.

Namun, tangan besar Regan menahannya.

"Watch your mouth or i'll kiss you until your breath runs out," bisik Regan lirih sembari menatap dalam manik Hanna.

Hanna yang mendengar itu tertegun, tubuhnya merinding seketika.

"Gila!" umpatnya sebelum mendorong kencang-kencang pintu kamarnya dan menguncinya rapat.

Hanna menutup bibirnya dengan telapak tangan. Bayangan Regan yang mencium dan melumat bibirnya terlintas.

Kepalanya segera menggeleng keras-keras ketika perutnya terasa geli.

"Lo lebih gila, Hanna!" rutuknya sembari memukul kepalanya.

To be continue...

•••••

up pagi-pagi untuk menebus tdk up kemarin🙏🏻

HannaWhere stories live. Discover now