Menempelkan pisau itu di pipi Ara, seolah sedang mengukir dengan indah, bahkan Ara sampai tidak bisa bernafas sekarang.

"Sepertinya wajah cantik lo ini akan lebih indah jika pisau ini menancap dengan sempurna,"

"LO GILAA!!!" bentak Ara dengan kuat, ia sungguh takut sekarang. Ia berharap sahabat-sahabatnya bahkan keluarganya akan mendapatkan dirinya.

Gadis itu tertawa dengan lantang. "YAH!! GUE GILA ITU SEMUA KARENA LO!!! LO YANG BIKIN GUE GINI, SEANDAINYA LO NGGAK SOK DEKATIN FADEL GUE NGGAK SENEKAT INI. DAN YAH, BARU LO DOANG YANG BAKAL GUE SINGKIRIN SISANYA BAKAL NGIKUT LO KE SURGA!"

Ara terdiam ketika mendengar kalimat terakhir gadis itu, tandanya bukan hanya dia yang akan merasakan ini. Lalu siapa?

"Lo nggak akan paham jadi gue,"

Mengambil lakban dan menempelkan ke mulut Ara, sehingga Ara sulit untuk mengeluarkan suaranya. memberontak namun tidak ada yang perduli.

Ara dapat melihat wanita itu berjalan keluar dengan menutup pintu dengan kuat.

Ara kembali menangis, menyapu seluruh tempat ia berada, dimana dia? bau anyir tercium membuat gadis itu ketakutan. Tempat apa ini.

"Ara disini," batinnya berharap semoga keluarga nya menemukan dirinya, ia terus menangis hingga ia tidak sadarkan diri, dengan kondisi yang jauh dari kata baik. Sebelum akhirnya gadis itu kehilangan kesadarannya.

****

"JADI SEKARANG GIMANA? INI SUDAH 24 JAM DAN ADA KABAR SAMA SEKALI!" bentak Nanda dengan marah, apa yang akan ia beritahu kepada keluarga gadis itu jika Ara belum ditemukan sampai saat ini.

Jiya memeluk Nanda memberikan ketenangan, yah mereka kini berkumpul di rumah Ara berharap gadis itu pulang , namun nihil bahkan sampai sekarang ponsel gadis itu belum juga di temukan.

Kaila melirik jam di dinding rumah kediaman Ara, "Dua belas kurang" gumamnya dengan khawatir, bahkan sekarang mereka tidak akan bisa tidur dengan nyenyak jika sahabatnya belum ditemukan.

"Kita harus beri tahu soal ini di keluarga Ara dan Azka," timpal Gifar .

Mereka terdiam, hingga bunyi telpon utama dari rumah itu berdering.

Saling pandang sebelum kemudian, Nanda berdiri, meremas ujung roknya, nafasnya terkecik, keringat dingin menghampiri gadis itu.

Tangannya bergetar kala mengambil telepon genggam.

"Halo, cill, ponsel lo kenapa nggak aktif, sepertinya ponsel lo nggak ada gunanya buang aja sono." sapa orang tersebut yang tidak lain adalah Azka- Kakak Ara.

Nanda menatap sahabat-sahabatnya, sebelum kemudian ia menarik nafas, rasanya untuk memberitahu kejadian ini sangat sulit dilakukan.

"Hmm, Kak. Ini Nanda."  ucap Nanda dengan pelan.

"Loh, Ara mana, kalian lagi nginap ya?" tanya Azka.

"Nan, bisa kasih teleponnya ke Ara gue mau ngomong."

Nanda semakin khawatir dibuatnya, "Em, kak Azka, Ara nggak ada." ucapnya.

Azka disana bingung maksud dari kata nggak ada
"Kemana Ara di jam segini? Dia udah tidur ya?" tanya Azka memastikan.

Nanda meremas ujung roknya, matanya mengarah kepada Kaila, lantas Kaila berjalan mendekati Nanda, meraih telepon genggam itu. Kini Kaila menghela nafasnya, mereka harus memberitahukan masalah ini kepada keluarga Ara.

"Kak Azka, kita mohon maaf nggak bisa jaga Ara. Kak, Ara sejak tadi pagi menghilang, kita udah nyari disetiap penjuru kampus namun nihil, ponselnya pun mati Kak."  ucap Kaila.

Cousin Loveजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें