Chapter 4

3.9K 890 107
                                    

Halooo semuanya... Ncan is back! 💃🤓

Apa kabar? Semoga kalian dalam keadaan sehat dan bahagia ❤️🌹 Terima kasih banyak untuk semua teman-teman yang masih mau menunggu setiap chapter kisah Rain in London ini. Semoga seiring berjalan waktu, kalian akan semakin terhibur dengan kehadiran semua tokoh di sinii 🥰


Happy Reading

***
Setelah yakin dengan instingnya, Rainey terus memantau pergerakan laki-laki bernama London itu. Namun, berbeda dengan teman-temannya yang lain yang sebagian besar dari mereka sudah turun ke lantai dansa bersama masing-masing gandengan, hingga hampir satu jam kemudian, London masih tidak bergerak dari posisinya, duduk bersandar sambil menyilangkan kaki dan tampak sibuk pada ponsel. Dia juga terlihat tidak tertarik pada kehebohan orang-orang sekitar, sesekali akan memasang raut bosan sambil menghela napas pendek, tetapi tampaknya niat kepergiannya terus dicegah oleh teman-temannya yang tengah asyik menikmati tempat hiburan malam ini.

Seperti pajangan, dia hanya duduk dengan tenang. Bedanya, dia pajangan mahal.

"Gimana cara ngedeketinnya?" Rainey bergumam, berpikir keras—mencari cara mendekati tanpa menimbulkan gerakan yang mencolok. "Kalau tiba-tiba datang nggak jelas, nanti malah dikira pecun!"

Masih memantau dalam jarak beberapa meter dan di antara penerangan yang tidak terlalu terang, Rainey sudah agak hilang harapan.

Apa sebaiknya ia mencari mangsa lain saja? London terlihat masih sepenuhnya waras, tidak tampak seperti orang mabuk padahal sempat minum beberapa gelas alkohol. Akan sulit mengalihkan perhatiannya, apalagi jenis orang Pendiam seperti itu. Mereka tipikal manusia yang tidak memerhatikan urusan orang lain, dan lebih fokus pada dirinya sendiri. Terlalu berisiko. Sebaiknya ia lupakan saja dan ubah strategi.

Tapi, itu Xander! Dia pasti memiliki uang banyak! Mangsa besar benar-benar sudah ada di depan mata. Bagaimana bisa ia semudah ini mengabaikan?

Tapi lagi... semakin lama diperhatikan, semakin hilang harapan Rainey untuk mengambil sedikit hartanya. Tidak akan mudah, otaknya menggaungkan demikian. Untuk dicuri saja, Keluarga Xander sudah berhasil membuatnya segan. Seperti ada tembok tinggi yang memisahkan, dia ada di bagian Surga, dan dirinya berada di dasar kerak Neraka. Merangkak ke dekatnya pun, Rainey tak diberi kesempatan. Dunia mereka terlalu timpang. Brengsek!

"Bye, London. Lu terlalu susah untuk digapai!" Rainey menghela napas panjang, tak ingin ambil risiko dan membuang waktu lebih banyak pada sesuatu yang presentase keberhasilannya nyaris nihil. Pun, terlalu lama berada di tempat ini, membuat kepalanya pusing.

Rainey mulai mencari-cari mangsa baru masih berasal dari circle sama, di sofa VIP itu sisa ada 3 orang lagi selain London. Mereka juga terlihat kaya. Tapi, tidak ada cara untuk bergabung. Sebagian lain, tengah ada di lantai dansa, mereka agak mabuk, saling bercumbu mesra bersama para perempuan berbusana minim. Sebaiknya ia masuk dan berbaur di tengah mereka, berdesakkan dan mengambil-alih salah satu perhatian laki-laki setengah sadar itu—rasanya lebih mudah dan tak perlu menghabiskan banyak waktu.

Rainey baru akan maju ke medan perang, tetapi dirinya nyaris ditabrak oleh seorang Pelayan yang terlihat buru-buru.

"Aduh, Kak, hati-hati dong jalannya. Hampir aja kena." Rainey mendecak, bantu menahan nampan berisi botol minuman baru yang hampir bergelimpang jatuh. "Kalau sampe jatuh, gaji lo setahun pun gue agak ragu bisa nutupin kerugian ini. Itu kayak bir mahal."

"Emang mahal banget, kak. Cuma ini urgent!" Dia bergerak tak nyaman. "Sorry, gue kebelet mampus soalnya, lagi nyari temen lain untuk anterin ini ke meja VIP sana. Gue beneran nggak kuat!" rintihnya tampak tersiksa.

Rain in London Where stories live. Discover now