Amalan Kaivan

85 7 0
                                    

Setelah beberapa jam menunggu, Kaivan akhirnya sadarkan diri. Namun belum bisa diajak mengobrol karena pada selang waktu berikutnya ia tertidur pulas kembali. Wajar saja, itu pengaruh dari obat yang diberikan Dokter.

Sang Dokter menerangkan jika tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kondisi Kaivan, semuanya baik. Kemudian ia pamit pulang setelah memberi beberapa resep obat.

Kyai Daris dan Kaizan mengantarkan Dokter sampai depan pintu. Sesaat setelah Dokter itu berlalu, Kyai Daris lekas mengambil hp miliknya. Lalu seperti mencari-cari sesuatu di tampilan layarnya.

Tut .. Suara telepon yang sedang menyambungkan panggilan.

Rupanya Kyai Daris menghubungi teman dekatnya, Kyai Malik.

Kyai Daris menceritakan semua kejadian barusan, mulai dari Kaivan yang tak sadarkan diri sampai kepada ada sosok yang duduk menunduk di halaman rumah mereka.

Kyai Malik turut prihatin mendengar cerita itu dan memutuskan akan mengunjungi Kaivan malam ini juga. Jelas ia bisa merasakan aura buruk dari penuturan Kyai Daris barusan.

"Gus, temani Adikmu di kamar. Kalau bisa sambil mengaji," titah sang Ayah yang baru selesai menelepon.

"Sebentar lagi Kyai Malik ke sini, Ayah  mau menunggu dulu," sambungnya.

Tanpa banyak pertanyaan, Gus Kaizan  berjalan menuju kamar Kaivan.

Seperti harapan sang Ayah barusan, kini Kaizan tengah melantunkan ayat suci Al-Quran di sebelah Kaivan yang tertidur pulas. Bukan tanpa alasan, Kaizan jelas sudah paham dengan apa yang terjadi barusan meskipun ia tak melihat sosok itu secara langsung sebagaimana yang Ayahnya lihat.

Saat Kaizan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, satu yang terlintas di pikirannya. Yaitu tentang bagaimana Kaivan sangat memamerkan tampang rupawannya sampai melihat rendah orang-orang di sekelilingnya. Apalagi tentang Mutia kemarin.

Ceklek ...... Pintu kamar terbuka kala Gus Kaizan sedikit terhanyut dengan isi pikirannya. Kyai daris dan Kyai Malik sudah tiba ternyata.

"Ini dia, Kyai," sang Ayah menaruh kepercayaan penuh kepada Kyai Malik untuk memeriksa rohani putra bungsunya.

Kita hidup berdampingan dengan makhluk yang tak terlihat, jadi ada kalanya kita harus mempercayai keberadaan mereka.

Kyai Malik sudah lama dipanggil orang-orang untuk urusan makhluk gaib. Atas izin dari yang di atas, beliau memiliki kemampuan lebih untuk terhubung dengan dunia lain.

Ada pun Kyai Malik langsung geleng kepala kala menatap wajah Kaivan. Sepertinya ia sudah paham dalam sekali tatap.

"Ada apa, Kyai?" tanya sang Ayah harap-harap cemas.

"Ini bahaya sekali," tutur Kyai malik dengan raut wajah tak biasa.

"Ada jin perempuan yang mengikuti Kaivan," lanjutnya.

"Astaghfirullah!" kecemasan langsung menghantui sang Ayah dan Kaizan.

"Tadi pagi Kaiz ada ngelihat Kaivan bicara sendirian di bawah pohon besar di ponpes kami. Apa ini ada hubungannya, Kyai?" Timpal sopan Kaizan dari samping.

Kedua sudut bibir Kyai Malik terangkat ke atas, lalu menatap sumringah wajah Kaizan yang baru selesai berbicara, "Kaiv tidak sendiri, Jin yang Paman maksud ada bersama Kaiv di sana."

Seketika tubuh Kaizan merinding hebat, "Ta-tadi juga Kaivan ada bicara sendiri di halaman rumah," lanjutnya berniat memberi petunjuk.

"Itu jin yang sama, Kaiz. Yang dilihat Ayah kalian barusan adalah dia. Tapi di pandangan Kaivan dia tidaklah buruk, dia adalah sosok yang cantik, mejelma menjadi santriwati.

Tubuh Kaizan rasanya menegang mendengar penuturan dari Kyai Malik. Pantas saja ia merasakan hawa tak biasa di teras rumah tadi.

"Bagaimana ini, Kyai. Tolong bersihkan anakku dari makhluk itu," tangis tak terbendung dari sang Ayah.

"Tenang .. Tenang, saya aka berikan beberapa amalan. Tapi dari semua amalan itu, ada satu amalan yang insya Allah pasti akan berhasil," terang Kyai Malik menebalkan harapan.

"Tapi sepertinya amalan ini agak berat bagi Kaiv," sambungnya kemudian mematahkan kembali harapan Kyai Daris.

"Memangnya amalan apa itu, Kyai?" tanya Kyai Daris mempersiapkan diri.

Kyai Malik balas tersenyum meyakinkan, "Menikah!"

Gus KembarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora