Teman-temannya yang lain sudah pulang. Karena bagaimanapun, mereka ingat rumah.

Entah ini Regan lupa rumah atau bagaimana? Betah sekali di rumahnya.

Ia sendiri tidak keberatan karena memang rumahnya ini hanya dihuni olehnya. Kedua orangtuanya menetap di luar kota sejak dua minggu yang lalu karena pekerjaan.

Jadi, mau menginap pun, Farrel tidak masalah.

Hanya saja, Regan merupakan sosok yang sangat ingat untuk pulang walau keadaannya mabuk parah. Karena faktor terbiasa, terpaksa, dan katanya risih akibat selalu mendapat terror dari tunangannya jika saja ia tidak kunjung pulang.

Regan yang diajak bicara tak menjawab, cowok itu malah menyalakan ponselnya sebentar dan mematikannya kemudian sembari berdecak kesal.

"Kenapa? Hanna gak nyariin lo?" tanyanya lagi. Jarang sekali ia melihat Regan bisa seuring-uringan ini.

"Diem lo!" sentak Regan, yang malah mengundang tawa renyah Farrel.

"Ya ampun, Reg. Selama ini lo kalo dicariin risih, tapi gak dicariin juga uring-uringan kek gini," ejek Farrel sembari menyeruput minuman kaleng yang ada di tangannya.

"Saran gue sih mending lo pulang. Antisipasi kalo ternyata Hanna beneran ngambek sama lo. Bisa makin ngambek kalo lo gak pulang," tutur Farrel sok bijak kemudian menyeruput minumannya lagi.

Regan diam, ia seolah mengabaikan perkataan Farrel. Padahal dalam hatinya, ia mempertimbangkannya.

"Kalo gak pengen pulang sih, ya gapapa. Tidur di kamar tamu aja. Tapi, saran gue ya itu tadi. Kasian juga lihat lo uring-uringan gini gara-gara tunangan yang katanya gak lo sayang itu," ucap Farrel lagi diakhiri dengan tawa.

"Bacot bener. Sumpek gue!"

Setelah mengucapkan itu, cowok itu beranjak. Melangkah keluar dari rumah Farrel dan segera mengendarai motornya pergi.

"Gengsi dipelihara," gumam Farrel diiringi senyuman remeh. Ia kemudian kembali fokus ke televisi yang menayangkan film action, sembari menikmati minuman kalengnya yang masih tersisa setengah.

Regan mematikan mesin motornya ketika telah berada di garasi rumahnya sendiri. Cowok itu segera turun dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap menemukan sosok yang dicarinya. Tapi, nihil.

Keningnya berkerut kesal, tapi kemudian memudar saat berpikir kemungkinan dimana sosok itu menunggunya di kamar seperti biasanya.

"Ekhem!" ia berdehem untuk menetralkan ekspresinya sebelum melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.

Cowok itu menyugar rambutnya sebelum akhirnya membuka pintu kamarnya.

Keningnya mengerut kesal saat hanya menemukan kekosongan. Bahkan lampu kamarnya masih tetap mati. Kondisinya masih sama dengan terakhir kali ia tinggalkan.

BRAK!!

Dengan kesal ia membanting pintunya keras-keras. Melampiaskan emosinya yang semakin membuncah.

Hanna yang kamarnya berjarak cukup jauh tapi masih satu lantai dengan Regan berjengit saat mendengar suara pintu yang dibanting.

Bahkan suara itu masih cukup keras hingga mengalahkan suara film yang ditontonnya.

"Kenapa lagi tuh cowok?" gumamnya sembari melirik ke arah pintu dengan bingung.

"Baru pulang, marah-marah," ia menggeleng-geleng pelan sebelum melanjutkan tontonannya.

••••

Hanna duduk sembari melahap sandwich dan memainkan ponselnya.

HannaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz