6

4.3K 246 11
                                    

Selama jam pelajaran berlangsung, pikiran Frinka terus melayang pada kejadian dimana Gavin mengatakan bahwa Frinka adalah alasan utama Gavin membenci Azkan.

Perasaan Frinka bercampur aduk setelahnya.

Dia senang, sebal, bersalah, dan terkejut. Ya, dia merasa bersalah karena dirinya membuat dua orang saling membenci.

Namun tetap saja Frinka sebal akan hal itu. Tetapi disisi lain dia merasa senang karena dia penting bagi seseorang hingga dijadikan alasan utama.

Oke, Frinka tau itu tidak masuk akal dan sangat sulit dipercaya. Bahkan Frinka saja tidak percaya bahwa dia senang karena menjadi alasan Gavin.

Frinka menggelengkan kepalanya. Ini sangat aneh.

Bel pulang berdering nyaring dan lebih nyaring lagi dengan seruan senang seisi kelas.

Frinka membereskan barang - barangnya ke dalam tas. Dan mengabaikan pekikan senang para bebek di bangku belakang.

"Ka, lo mau ikut main bareng kita?" Tanya Tata menunjuk teman - temannya.

Frinka menaikkan sebelah alisnya. "Menutut lo aja."

"Enggak," Bisik Tata ke teman - temanya yang masih dapat ditangkap indera pendengar Frinka.

Tanpa menunggu sepatah kata dari bebek - bebek itu, Frinka meraih tasnya dan berjalan keluar kelas.

"Hai," Dan cengiran orang yang sedang dalam fikiran Frinka kini muncul di hadapannya.

Frinka memutar bola mata. "Apa lagi, Gavin?"

Gavin mengambil tangan kanan Frinka dan menggandengnya menuju tempat parkir sekolah.

Setuhan tangan mereka membuat sesuatu mengelitik di dalam perut Frinka. Dan Frinka tidak suka ini. Gavin membuat hal - hal aneh terhadapnya.

"Apaan sih." Ucap Frinka mencoba menghilangkan gelitik yang dia rasakan.

Frinka yang berjalan di belakang Gavin menghentikan langkah saat Gavin tiba - tiba berbalik. Jarak diantara mereka sangat tipis.

Mata bertatap mata. Frinka merasakan pipinya memanas dan rasa menggelitik itu semakin besar.

Tersadar, Gavin mengaruk leher belakangnya dengan canggung. "Gue -- sori."

Frinka menundukkan kepala, meruntuki betapa bodohnya dia saat ini.

Berpura - pura bersikap biasa, Frinka menaikkan kedua bahunya. "Jadi, maksud lo narik gue?"

Mendengar pertanyaan Frinka membuat Gavin tersadar akan rencananya.

"Gue ajak lo pulang," Ucap Gavin dengan cengiran kembali pada wajahnya. "Bukannya gue udah bilang kalau mau anter?"

"Dan gue lupa atau gimana tentang ajakan lo sebelumnya, tapi misalkan lo emang udah ngajak gue," Frinka memberikan senyum miring.

"Gue tolak." Ucap Frinka bersamaan dengan Gavin. "Lo terima."

Baik Gavin maupun Frinka memutar bola mata masing - masing.

"Terlalu percaya diri, Gavin, eh?" Ucap Frinka masih dengan senyum miring.

Gavin menggelengkan kepalanya. "Oh, enggak, Frinka. Hari ini lo harus pulang bareng gue, gimana pun caranya."

"Enggak akan." Bukan, bukan Frinka yang mengatakannya barusan.

"Sangat menganggu," Gavin mendecakkan lidah. "Azkan."

Frinka berbalik dan mendapati Azkan seorang diri tanpa gerombolannya.

Melihat Frinka yang sedang menatapnya, Azkan memberikan senyum kecil. "Hai, Frinka."

RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang