3

4.9K 323 4
                                    

Frinka menghembuskan nafasnya sebelum membuka pintu berwarna putih di depannya.

Kakinya mengetuk - mengetuk konstan pada lantai berwarna senada dengan cat diding.

Rasa enggan yang dirasakannya membuat Frinka bimbang.

Mungkin bagi orang - orang, kembali ke rumah adalah hal yang paling diinginkan setelah melakukan aktivitas melelahkan.
Namun, berbeda dengan Frinka. Ya, dia lelah dan ingin cepat - cepat berpelukan dengan guling dan bantal di kamarnya. Tetapi, ada hal lain yang membuatnya sangat malas untuk memasuki rumah.

Setelah menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya, Frinka menjulurkan tangan membuka kenop pintu.

Berkata dengan lirih menyatakan kepulangannya setelah kedua kakinya berada di dalam rumah.

Hening,

Tak ada jawaban sama sekali.

Hembusan nafas lagi - lagi keluar dari mulut Frinka. Perasaan antara lega dan sedih.

Membingunkan, bahkan Frinka saja bingung akan apa yang ia rasakan.

Setelah menutup pintu rapat - rapat dan menguncinya, Frinka melangkahkan kakinya menaiki tangga dan menuju kamarnya.

Tulisan FRINKA di pintu kamar membuatnya tersenyum mengingat kenangan yang terkubur dalam.

Kenangan indah dimana dia merasa itulah diri Frinka yang sebenarnya.

Senyuman itu pudar saat matanya tak sengaja melihat ke arah kamar di samping kamarnya.

Dan seketika mood-nya berubah.

Dengan kasar, Frinka membuka kamarnya dan setelah berada di dalam kamar, dia menutup pintu dengan keras.

Melempar tasnya asal lalu berbaring di ranjangnya.

Berbagai pikiran bekecambuk di dalam otak Frinka. Semua kenangan indah yang ada di kepalanya berputar bagai film pendek.

Frinka menutup matanya menahan butir air yang mendesak keluar. Namun, air mata itu tetap lolos dari pertahannya.

Dengan gontai, Frinka beranjak menuju cermin berada. Menatap pantulan dirinya yang mengenaskan.

Meratapi apapun yang membuatnya menangis. Melihat pantulannya yang sangat menyedihkan.

Dan meluapkan segalanya dengan kata - kata yang seharusnya diucapkan oleh seseorang yang bercerita kesedihannya dengan sahabatnya.

Namun, karna tidak ada yang dapat Frinka percayai sebagai sahabat, dia melampiaskannya pada pantulan dirinya di cermin. Dan mengangap itulah sahabatnya, orang yang bisa dipercaya dan bukan penipu.

Frinka menghapus air matanya menggunakan punggung tangan dengan kasar dan kembali berbaring di atas ranjang.

Sesegukkan akibat menangis lama - kelamaan digantikan dengan tarikan nafas tenang.

Dia tertidur karena terlalu lelah menangis.

*

Frinka terbangun dari tidurnya tepat saat makan malam.

Dia bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah cermin, menatap matanya yang sembab dengan hidung dan mata yang memerah.

Tangan kanan Frinka meraih botol kecil bertuliskan obat mata lalu meneteskannya dikedua matanya, mencoba menghilangkan warna merah.

Setelah beberapa kali berkedip, Frinka berjalan ke kamar mandi. Mengambil sambun mukanya.

Frinka mencuci mukanya dengan cepat dan meraih handuk, lalu berjalan keluar kamar menuju ruang makan.

RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang