1

10K 461 7
                                    

Kemeja lusuh dan tentu saja tidak dimasukan ke dalam celana seragam. Serta rambut acak - acakan yang membuat para siswi disekitarnya gemas sendiri ingin merapikan.

Cengiran terbit di wajahnya. Cengiran yang menurutnya bisa membuat gadis - gadis terpesona.

"Pagi, Gavin." Sapa siswi - siswi itu padanya.

Dengan senyum yang membuat leleh dalam sekali lihat, Gavin membalas sapaan itu. Dia sangat sadar akan pesona yang ia miliki.
Dan pesona itu akan Gavin pakai untuk menarik perhatian cewek bernama Frinka. Cewek yang tak berteman dan irit ngomong. Ah. Songong juga. Namun itu poin menarik dari seorang Frinka.

"Pagi, Frinka." Sapaan lain dengan embel - embel Frinka membuat Gavin menolehkan kepalanya cepat, mencari keberaan orang yang disapa, Frinka.

Gavin menyengir kembali. Pagi ini adalah salah satu dari sekian banyak keberuntungannya. Bertemu Frinka.

Disana. Di ujung koridor, seorang gadis sedang memberikan senyum sinis kepada orang yang menyapa. Tentu saja hal itu membuat orang yang menyapa bergidik, dan meruntuki kebodohannya dengan menyapa seorang Frinka.

Gavin terkekeh melihatnya. Dia sama sekali tidak takut akan tatapan dan senyum sinis yang Frinka keluarkan. Lucu menurutnya. Frinka itu tipe cewek yang jarang Gavin temui.

"Frinka," Gavin berjalan mendekat ke arah Frinka.

"Hai." Ucap Gavin seraya meletakkan lengannya di bahu Frinka yang tentu saja membuat Frinka terganggu dengan hal itu.

Dia memutar bola matanya bosan dan mengangkat bahunya guna menyingkirkan lengan Gavin.

Hal itu membuat Gavin terkekeh, lagi. Itulah Frinka. Disaat gadis lain ingin dirangkul oleh Gavin, Frinka menolaknya mentah - mentah.

Binar mata yang muncul dari siswi - siswi disekitar langsung muncul tepat saat Gavin terkekeh. Dan itu sangat memuakan bagi Frinka. Melihat seseorang tebar pesona bukanlah hal menyenangkan. Apalagi orang itu adalah Gavin. Pasti membuat muntah - muntah seketika.

"Lo enggak mau bales sapaan gue?"

Dengan menyebalkan, Frinka mengangkat sebelah alisnya.

"Ayolah," Gavin tersenyum penuh pesona.

"Berhenti lakuin itu, gue benci senyum lo yang penuh kepalsuan"

Lagi, Gavin terkekeh.

"Dan berhenti melakukan itu," ucap Frinka, "Sangat memuakan."

Dengan sekali hentakan, lengan Gavin terlepas dari bahunya. Dan Frinka berjalan angkuh meninggalkan cowok yang kini tertawa terbahak - bahak.

Gila, batin Frinka.

Seharusnya Gavin segera menjauh bukannya tertawa, apalagi dengan alasan yang tidak jelas.

Ah. Jelas Frinka melupakan fakta bahwa Gavin hanyalah salah satu dari sekumpulan penipu. Dengan muka sok baik didepannya, namun mengatai dibelakang. Gak jantan banget 'kan.

Dengan langkah pasti, Frinka berjalan menuju kelasnya berada. Kelas yang penuh setan - setan dan para bebek yang selalu bergosip seolah tak mempunyai kegitan lain yang lebih bermanfaat.

"Ka, mau duduk bareng gue?" Tanya salah satu teman sekelas Frinka dengan senyum yang mungkin terlihat tulus dimata orang lain. Tapi dia tidak akan semudah itu tertipu.

Frinka yang baru saja memasuki kelas dan disambut dengan pertanyaan serta senyum sok tulus hanya mengangkat sebelas alisnya.

"Oke," Satu kata namun dengan nada mengancam.

RealWhere stories live. Discover now