1

6 1 0
                                    

Di pagi hari, sekolah SMA Pelita Harapan ramai seperti biasanya—para murid berlalu lalang, ada yang menuju kelas mereka, kantin, dan yang lainnya. Tidak berbeda dengan mereka, Hazel berjalan di koridor sekolah, menoleh kanan dan kiri mencari kelas barunya.

Terpilih menjadi salah satu murid pertukaran pelajar di sekolahnya di Orléans, Prancis, membuat Hazel harus belajar di Jakarta, Indonesia untuk dua bulan lamanya. Untungnya ia mendapat pelajaran bahasa Indonesia di sekolahnya, walaupun ia hanya mengerti beberapa kata saja. Oh my God, where is the class? Batin Hazel bingung. Ketika Hazel hendak bertanya pada salah satu murid yang lewat, seorang laki-laki dengan keras menabraknya dari belakang dan membuat Hazel hampir terjatuh. "Hey kau!" Hazel berteriak. Laki-laki itu dengan santai berbalik, memandangnya dengan wajah datar sambil mengunyah permen karet. Hazel melihat nama di atas saku baju laki-laki itu—Chester Adrian.

Melihat wajah Hazel yang menuntut penjelasan, laki-laki itu memberi jawaban yang tidak sesuai harapannya. "Kau menghalangi jalan," matanya menatap Hazel dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi. "Nerd." Lanjutnya dengan senyum miring, dan kembali berjalan meninggalkan Hazel yang semakin kesal di belakang. "Hey! Dasar tidak sopan!"

Hazel kembali berdiri, dan lanjut berjalan mencari kelasnya. Akhirnya, ia menemukan kelas yang ia cari, XI IPS 1. Namun ketika sampai, ia hanya berdiri di depan kelas, mengerutkan keningnya ketika menyadari sesuatu. Bukannya laki-laki yang menabrakku tadi masuk ke kelas ini? Semoga saja tidak, batin Hazel menatap gagang pintu. Namun sebelum tangannya meraih gagang pintu, pintu kelas tiba-tiba terbuka dan menampakkan seorang pria berkacamata.

"Ah, kau pasti murid pertukaran dari Prancis itu." Guru itu bicara dengan bahasa Indonesia, yang membuat Hazel bingung. Tapi ia hanya mengerti kata 'Prancis'. "Yeah, I'm the exchange student." Ucap Hazel dengan nada sopan. Guru tersebut menepuk dahinya sendiri, lupa menggunakan bahasa Inggris.

"Oh, I'm sorry. Aku seharusnya menggunakan Bahasa Inggris."

"Tidak, tidak perlu meminta maaf. Itu dapat membantuku lebih cepat fasih berbahasa Indonesia."

Pria itu mempersilahkan Hazel masuk kelas. "Kau datang di waktu yang tepat. Kelas akan segera dimulai." Hazel melangkah masuk ke dalam kelas, dan seketika seluruh atensi murid di kelas tertuju padanya. Dengan sedikit gugup ia berdiri di tengah kelas dan membetulkan posisi kacamatanya, menunggu aba-aba dari guru untuk memperkenalkan dirinya. "Baiklah, perhatian semuanya! Hari ini kita kedatangan murid baru!" Hazel menarik napas dalam dan menghembuskannya, berusaha menghilangkan rasa gugupnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan memperkenalkan dirinya. "Hello, my name is Hazel Adrienne—" barisan pojok kelas mulai ribut, membuat beberapa murid tidak bisa mendengar namanya dan membuat perhatian Hazel tertuju ke pojok kelas. 

Namun matanya membulat, kala pandangannya bertemu dengan orang yang membuatnya kesal—Chester. Tetapi Chester langsung tersenyum miring, dan memandang Hazel dengan pandangan 'kita bertemu lagi'. "—and I'm from Orléans, France." lanjut Hazel, dengan melempar tatapan sinis padanya. Kenapa aku malah satu kelas dengannya?! Gadis itu langsung membuang muka, tak ingin bertatapan lebih lama lagi dengannya. "Hazel akan belajar disini bersama kita, selama dua bulan lamanya," ucap guru melanjutkan. "Jadi bapak harap, kalian bersikap ramah pada Hazel." Tegasnya. Hazel kembali melihat teman-teman barunya, namun berusaha agar tidak menatap Chester. "I hope we can get along well." tambah Hazel dengan senyum di wajahnya. Para murid di kelas membalas senyumnya dengan tak kalah ramah, dan itu membuat Hazel sedikit lega.

Hari semakin sore, dan para murid mulai pulang ke rumah mereka masing-masing. Sekolah semakin sepi, hanya tinggal beberapa murid saja. Hazel berjalan dengan lemas di koridor sekolah. Teman-teman barunya yang antusias ingin mengenalnya, dan sepanjang hari mendengar dan coba bicara bahasa asing, membuat social energy nya habis. Dan disaat yang sama, Chester berjalan sendirian di koridor sekolah dengan earphone di telinganya, satu tangan di dalam saku celana, dan bermain ponsel dengan tangan lainnya, berjalan dengan santai tanpa peduli apapun ke arah yang berlawanan dengan Hazel. Dengan cepat ia mengetik sesuatu di ponselnya dengan satu tangan.

Me (Chester)
'Jam 8 di cafe biasa, okay?'

Chester langsung memasukkan ponselnya setelah ia mengirim pesan ke kekasihnya. Namun di tengah perjalanannya, Chester tak sengaja melihat Hazel yang berjalan sendirian di koridor sekolah. Itu si gadis Prancis. Akan seru jika mengganggunya sedikit, pikirnya. Chester berjalan mendekatinya, dan memanggilnya saat ia hanya berjarak satu langkah di depan Hazel. Ia berbicara dalam bahasa inggris. "Hey kau, nerd!" Merasa dipanggil, Hazel menarik napas pendek dan hanya mendongak, memandang Chester dengan wajah datar. "...?"

"Apa kau mendengarku? Aku tadi memanggilmu!" Hazel mengangguk santai, wajahnya masih tetap datar. "Aku mendengarmu, kok. Kalau aku tidak mendengarmu, aku tidak akan menoleh." Chester mengangguk-angguk sambil menyeringai. "By the way, kau mau kemana?" tanya Chester. Hazel dengan mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. "Kenapa? Itu bukan urusanmu." Chester menghela napas berat, melipat kedua tangannya di depan dada. "Ayolah. Ini aku, si Prince Charming. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian, kau bisa tersesat nanti," ucap Chester tersenyum miring, sambil menyisir rambutnya dengan tangannya ke belakang, berniat menebar pesonanya di depan Hazel. "Aku akan menemanimu kemanapun kau pergi." 

Hazel mengedipkan matanya beberapa kali, bingung bagaimana harus merespon tawaran (pernyataan) pria yang baru ia temui ini. Chester bahkan tidak meminta maaf karena telah menabraknya di koridor tadi pagi. "Itu tidak perlu, sungguh. Aku bisa pergi sendiri." Chester tertawa, menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku bersikeras. Bahaya untuk nerd sepertimu pergi sendirian. Final decision." dahinya mengernyit, namun Hazel hanya bisa menghela napas berat. Ia tahu kalau ia tidak akan bisa menang berdebat dengan orang seperti Chester. Apa itu ejekan yang kudengar? batin Hazel sedikit kesal. "...Huh. Terserah kau saja." Melihat wajah pasrah Hazel, Chester menyeringai. "Nah, begitu dong." Dan tanpa izin dari si gadis, Chester merangkul Hazel dengan santainya, dan mulai berjalan beriringan dengan Hazel. Gadis Prancis itu sedikit terkejut dengan langkah berani Chester, tetapi memilih untuk tetap diam.

Adrian & AdrienneWhere stories live. Discover now