Part 29

125 1 0
                                    

Esther perlahan membuka kelopak matanya. Ia masih menyesuaikan pandangannya. Ah ya, ini kamarnya. Saat Esther akan bangun, ia baru menyadari bahwa tangannya sudah terborgol.

Matanya membola melihat keadaan dirinya sudah dalam keadaan telanjang bulat dan banyak tanda-tanda kissmark di seluruh tubuhnya.

"What the fuck." lirihnya sambil terus memandangi tubuhnya.

"HELP!!!!!! HELP ME PLEASE!!!!!!"
Esther terus meronta di atas ranjang. Meminta bantuan siapapun yang mendengar.

"HEI!!!! HALLO!!! "HELP ME PLEASE!!!!!"

"Ssstttt... Ada apa sayang? Kenapa kau berteriak?" Devian keluar dengan rambut basahnya juga handuk yang melilit di tubuh bagian bawahnya.

"Lepaskan aku Dev! Kau pikir aku apa? Tahanan  hah?!"

"Ssttt sayang tenanglah sedikit."

"Tenang? Kau pikir aku bisa tenang? Cepat lepaskan aku Dev!" Devian hanya berlalu menuju walk in closetnya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

"Lepaskan aku sialan!!!!!"

Devian tidak memedulikan teriakan dari isterinya. Ia hanya bersiul sambil memilih pakaian mana yang akan ia kenakan untuk hari ini.

"LEPASKAN AKU BAJINGAN!!"

"DIAMLAH! APA KAU TIDAK BISA DIAM HAH?" Devian menjawab dengan sebuah teriakan yang tak kalah mengerikan dari Esther.

Esther diam dengan segala ketakutannya yang sejak tadi ia pendam. Ia menangis, ia bingung harus bagaimana menghadapi Devian.

"Lepaskan aku Dev, kumohon.." Esther memohon sambil terisak.

"Ssstt jangan menangis sayang." Devian berjalan mendekat setelah memakai pakaiannya.

Ia mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi isterinya. Devian menangkup wajah Esther dan menatapnya dalam-dalam. Esther merundukkan kepalanya sambil menangis sesenggukan.

"TATAP AKU ESTHER!!" Devian membentak hingga membuat tangis Esther semakin pecah.

"ku bilang tatap aku Esther. " Nada suara Devian berubah menjadi tenang namun tanpa mengurangi kesan intimidasinya. Auranya begitu kuat.

Esther perlahan mengangkat wajahnya, dengan bahu yang bergetar hebat.

"Setidaknya tutupi tubuhku dengan selimut itu, Dev." Esther memberanikan diri untuk berbicara dengan suara yang bergetar.

"Untuk apa? Tubuhmu lebih indah jika tanpa sehelai benang." Devian meraba tangan Esther, kemudian turun menjelajahi kedua gundukan kenyal milik Esther. Terus menelusuri hingga perut yang sedikit membuncit dan mulai keras akibat seseorang yang mulai tumbuh di dalamnya. Ya, itulah hasil kerja keras Devian selama ini.

"Untuk saat ini, aku tidak akan melepaskanmu sayang. Aku yakin jika aku melepaskan ini--" Devian meraba borgol yang terpasang di tangan Esther. "Kau akan pergi dan MENEMUI PRIA BAJINGAN ITU!!" Devian kembali berteriak tepat di depan wajah Esther.

Esther menutup mulutnya rapat-rapat dan memejamkan matanya.

'Ini bukan Devian, ini bukan Devian yang aku kenal. Atau memang sebenarnya ini adalah dirinya yang sesungguhnya?' Lirih Esther dalam hati. Ia tak percaya dirinya akan mendapatkan perlakuan seperti ini.

"Kau mau kemana Dev? Lepaskan borgolnya!!" Esther berteriak memohon kepada Devian. Devian hanya berlalu keluar kamar lalu menutup pintunya.

Esther menatap pintu tersebut dengan nanar. Saat ini Esther hanya bisa menyesali keputusannya untuk menikah dengan Devian. Menyesali segalanya, menyesali pertemuannya dengan Devian. Esther mencoba menenangkan dirinya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan dengan perlahan. Kemudian pintu terbuka kembali. Devian membawa sebuah nampan yang berisikan makanan dan segelas susu. Devian duduk diranjang, di samping tubuh Esther. Devian menatap lengan Esther yang mulai memerah akibat usaha Esther untuk melepaskan diri.

DEVIAN & ESTHERWhere stories live. Discover now