BAB 11 : Akting Sang Lengkuk Pipi Merah

13 2 3
                                    

Try Out hanya tinggal menghitung minggu, dan ujian tengah semester akan diadakan kira-kira dua bulan lagi.

Sampai hari itu tiba, aku harus memastikan nilai mereka bertiga berada di atas rata-rata, atau setidaknya jangan merah. Jika tidak, bimbingan ini akan tertahan dan cukup mustahil untuk mencapai tujuan balas dendam sampai di akhir bimbingan nanti.

Walaupun aku bilang begitu, tetap saja tidak bisa mengajar kalau setiap hari ada masalah dari mereka. Apalagi akhir-akhir ini Orimu terus menatap sinis ke arahku sejak ia kubimbing penuh dari lusa kemarin.

Sekarang aku berusaha untuk memfokuskan pelajaran padanya, karena Katsubaki dan Sakuraba sudah pulang lebih dulu.

Aku berdiri di depan Orimu sembari menjelaskan pada ia berbagai hal dengan latar langit di luar yang sudah mulai menguning—menyinari lantai ruangan ini.

Orimu yang sedari tadi fokus mencatat kisi-kisi. Tak lama kemudian tangannya tiba-tiba berhenti menggerakan pensil, tatkala diikuti dengan tatapan tajam ke arahku entah apa maksudnya.

"Kecepatan jelasinnya, tahu! Bisa direm dikit gak mulutmu itu?" tanya ia jengkel.

"Kecepatan? Kayanya otakmu aja yang lelet." Balasku mengejek.

Orimu melepas pensil kemudian buang muka. "Ah, jadi males dah. Mana bisa aku fokus belajar kalau kaya gini pembimbingnya."

Sial! Kalau dibiarin bisa-bisa ia bakal ngambek dan gak mau belajar lagi. Sepertinya aku memang harus belajar bersikap baik pada mereka.

"Oke, oke, maaf. Bakal kujelasin ulang lagi, jadi dengerin yang baik."

Tanpa membalas sepatah kata pun, Orimu kembali memegang pensil dan menatap buku pelajaran sembari mempertahankan raut wajah kesalnya.

Tsundere itu, benar-benar merepotkan ternyata.

Mengajari Orimu , tak terasa waktu pun sudah berjalan selama sejam.

Saat Orimu menyadari hari sudah semakin larut, dengan segera ia bergegas merapikan barang-barang miliknya.

Selagi Orimu bersiap-siap, aku menyandarkan diri di kursi sembari melebarkan tangan dan menengadahkan kepala agar tulang punggungku kembali normal.

"Besok sore sehabis bimbingan apa kau bakal sibuk?" tanya Orimu.

Gak ada angin ataupun hujan, ia malah nanya kaya lagi mau ngajakin kencan. Kemana nada tinggi dan sifat judes-mu itu?

Mendengar itu, kuangkat lurus kembali kepala lalu kutatap ia.

"Paling aku cuma main galge, tak ada lagi selain itu. Memangnya kenapa?" tanyaku kembali.

Orimu mengalihkan pandangan, kemudian dengan gagap ia meminta. "A-Apa bisa besok waktu bimbingan buatku diundur? Soalnya aku ada urusan sama klub drama sebentar. Jadi nanti belajarnya di perpustakaan aja, gimana?"

Kukira dia bakal minta izin atau semacamnya. Syukurlah ia masih tetap memikirkan bimbingan terlepas dari kesibukannya sendiri.

"Selama itu tidak terlalu mengganggu bimbingan tambahan, akan kuizinkan."

Jujur, aku terdengar seperti ayahnya.

Mendengar jawabanku Orimu bernapas lega, kemudian ia kembali merapikan barang-barangya dan terlihat sudah siap untuk pulang. Namun sebelum melangkahkan kaki, Orimu sekali lagi melirik ke arahku.

"Jangan sampai lupa, preman sok pintar!" Orimu pun langsung bergegas pergi setelah menyerukan ejekan itu.

"Mungkin kau yang bakal lupa." Gumamku menanggapinya.

Project Revenge Do i going to help them get their Revenge?Where stories live. Discover now