"His, kebangetan banget sih, awas ya kalau gue  pergi nanti kalian jangan nangis," tutur Gisel makin sebal, tanpa memperhatikan apa yang dirinya ucapkan.

Seketika Helena  dan Rezha terdiam, raut wajah mereka menjadi tak seceria beberapa menit yang lalu ketika mendengar pernyataan dari sahabatnya tersebut..

Gisel yang menyadari perubahan sikap mereka pun heran.

"Yaelah, kalian serius amat, gue cuman bercanda kali," tutur Gisel tertawa berusaha mengembalikan suasana agar tidak terlalu canggung lagi.

"Lo enggak serius 'kan, Gis,  pliss jangan tinggalin kita, ya, gue nggak bakal punya temen cewek yang cantik and baik banget kayak lo, " ucap Helena dengan raut wajah serius, tangannya telah menggenggam tangan Gisel dengan erat sorot matanya menandakan kekhawatiran.

"InsyaAllah, semoga Allah selalu menjaga Gisel," balas Gisel dan diaminkan oleh Helena  dan Rezha.

Tak berselang lama dosen pun datang dan kelas mulai hening karena fokus dengan pelajaran yang berlangsung.

Jam makan siang telah tiba dan Gisel langsung merapikan barang-barangnya karena dia sudah tidak mempunyai mata kuliah lagi.

"Guys sory ya, gue traktirnya lain kali aja, yah, soalnya gue disuruh balik sama Ayah gue," ucap Gisel tak enak hati karena tadinya dia sudah berjanji untuk mentraktir kedua sahabatnya tersebut, tapi dia tiba-tiba mendapatkan pesan Whatsapp dari Siska —asistennya—dia tak berharap ternyata wanita yang membuat janji dengannya datang lebih awal. Dia tentu saja tak ingin membuat pasiennya menunggu begitu lama.

"Iya, gak pa-pa, Gis, selesaiin dulu urusan lo, traktir kita bisa kapan-kapan kok," ujar Helena tersenyum lembut ke arah sahabatnya itu.

"Gue anter ya, Gis," tawar Rezha yang sudah berdiri dari kursinya.

"Sorry, Zha, lain kali aja yah, soalnya gue buru-buru, Ayah gue udah ngirim supir, but thanks ya tawaranya," balas Gisel sengaja berbohong. Setelah pamit Gisel bergegas lari ke luar kelas, tak berbalik sama sekali dia tak ingin kedua sahabatnya menemukan keanehan.

"Aduh, capek banget," ucap Gisel yang terengah-engah karena baru saja berlari dari koridor rumah sakit menuju ruangannya.

"Siska, di mana pasien yang membuat janji dengan saya?" tanya Gisel saat melihat asistennya datang menghampiri.

"Ada di ruang tunggu, dokter, saya menyuruh pasien menunggu sampai Anda datang," jawab Siska profesional. Meskipun Gisel adalah teman dekatnya di rumah sakit itu, tapi dia akan selalu bersikap profesional di waktu kerja.

"Ok, suruh dia ke ruangan saya," ucap Gisel sembari masuk ke dalam ruangannya. Dia memakai jas putih serta tag yang bertuliskan dr. Grisella Anarasya Prayoga,  Sp.N.

Suara knop pintu dibuka mengalihkan perhatian Gisel dari kertas putih yang berisi data-data pasien. Gisel sesekali akan mengecek pasien yang dirinya tangani bersama rekan dokter lainnya jika dia tak mempunyai kelas.

"Silakan duduk, Bu," ucap Gisel ramah, dia mempersilakan wanita paruh baya itu yang masih sangat cantik di usianya yang sudah tak muda lagi.

"Terima kasih dokter," ujar wanita itu balas tersenyum hangat ke arah Gisel.

"Boleh saya tahu dengan Ibu siapa? Ibu ada keluhan apa?" tanya Gisel ramah, senyumannya tak pernah hilang dari wajah cantiknya.

"Nama Ibu, Jessica Ivanca Priatmaja. Kedatangan Ibu ke sini hanya ingin minta tolong kepada dokter untuk jadi dokter pribadi anak saya," jawab Jessica dengan satu tarikan nafas. Dia sangat yakin, bahwa dokter cantik di depannya ini akan menjadi menantunya.

Extraordinary Girl : AnaWhere stories live. Discover now