Terlilit

3 1 0
                                    

"Hah..., Akhirnya lulus kuliah, beban otak pun hilang..."

Kataku sambil membaringkan diriku di sofa. Hay! Namaku Ahmad, aku baru lulus kuliah jurusan pertanian dan peternakan. Kedua Orang tuaku bekerja sebagai petani sehingga sudah terbiasa bagiku makan dengan nasi tanpa lauk. Aku tinggal di kota Bogor, walaupun aku tidak tinggal di pusat kota, di tempatku pemandangannya sungguh asri dan hijau dibandingkan di pusat kota. Udara di lingkungan rumah ku sangatlah nyaman sehingga membuatku mengantuk, dari belakang datanglah ibukku yang membuatku terbangun kembali,

"Nak..., kamu menikah ya..."

"Lah..., baru 3 hari tamat dari kuliah kok udah disuruh nikah aja..."

"Ini untuk kepentingan hidup kita nak..., coba kamu lihat dulu fotonya..."

Aku mengambil selembar foto dari tangan Ibuku,

"Gak! Aku gak mau, baru ngeliat fotonya aja udah gak selera aku..."

"Tapi nak..., kita gak bisa lagi membayar hutang kecuali dengan menikahkanmu dengan anaknya."

"Pokoknya aku gak mau!"

Aku langsung pergi ke kamarku. Orang tuaku memang sedang berhutang dengan seorang tajir yang ada di tempat kami, ia meminjam uang untuk menyekolahkanku dan membeli tanaman serta pupuk untuk ladang. Tapi, seiring berjalannya waktu hutang makin banyak dan kedua orang tuaku kekurangan uang untuk mencicilnya. Setelah aku masuk kedalam kamarku, aku duduk dikursi belajarku. Aku merenungkan keadaan mendesak ini, yang terpikirkan olehku saat ini hanyalah kampung halamanku. Akhirnya, aku terpikirkan sebuah ide untuk mencari uang di desa tempat tinggal kakekku dulu. Aku langsung bergegas membereskan barang-barangku.

"Nak... kamu mau kemana?"

"Aku punya cara lain untuk membayar hutangnya buk..."

"Bagaimana caranya nak? Kamu jangan mengada-ada..."

"Aku akan kembali ke kampung halaman dan mencari uang disana."

"Tapi... Nak..."

Aku langsung membawa koperku keluar, dan pada saat itu aku berpapasan dengan ayahku,

"Nak kamu mau kemana?"

Ibuku langsung menyahut dari belakang,

"Yah..., Ahmad mau pergi!"

Ayahku juga bergegas menghentikanku,

"Ahmad, Nak... kamu mau kemana?"

"Pulang kerumah Kakek Yah..."

"Nak..., kita bisa mengatasi masalah ini tanpa kamu pergi mencari uang sendiri."

Walaupun Ayahku telah mengatakan hal seperti itu, aku tetap bersikeras untuk pergi, aku tetap tidak ingin menikah dengan wanita yang ada di foto itu tadi. Aku membuka pintu dan keluar dari rumah diikuti dengan kedua orang tuaku,

"Pokoknya aku tidak mau menikah dengannya"

"Nak..., coba kamu lihat-lihat lagi siapa tahu kamu naksir."

"Mengingatnya aku udah merinding Bu."

"Kalau begitu harus bagaimana nak?"

Ayah mengatakannya seperti sudah tidak ada harapan lagi,

"Aku akan merantau, aku akan mengusahakan mengirim uang setiap minggunya."

"Kamu yakin bisa mengurus diri nak..."

Kata Ibu, ia mengatakannya dengan nada cemas. Aku melihat mukanya dengan mata yang berkaca, aku sungguh tidak tega meninggalkan rumah dalam keadaan mendesak seperti ini. Tapi kalau aku menyerah, aku akan menikah dengan Anak tajir itu, dan itu lebih menjijikkan.

"Pasti bisa bu... tenang saja."

"Kalau begitu, terima ini. Hanya kalung emas ini yang bisa ibu dan Ayah berikan untukmu sebelum berpisah Nak..."

"Terima Kasih, Yah... Ahmad berngkat dulu ya."

"Ahmad hati-hati dijalan ya nak..."

"Ya, buk. Ahmad janji akan pulang lagi."

Aku berangkat pergi meninggalkan rumah, melihat Ibu dan Ayahku melepas kepergianku. Sebenarnya aku tidak tega meninggalkan rumah dalam keadaan susah seperti ini, tapi takdir berkata lain, sehingga memaksaku pergi. Dengan membawa pakaian serta bermodalkan kalung emas dan uang tabunganku senilai Rp 300.000 aku pergi. Aku berhenti ditrotoar jalan menunggu angkot, angkot yang tepatpun datang, angkot hijau yang mengarah ke kampung halamanku, Desa Sukamaju.

Aku melangkah masuk kedalam angkot tersebut, tidak terlau banyak orang didalam orang tersebut, hanya ada tiga orang yang ada didalamnya, seorang nenek yang habis dari pasar, anak smp yang pulang dari sekolah. Aku pun duduk dipaling ujung angkot tersebut, disebelah kedua anak smp. Perjalanan dari Bogor ke Desa Sukamaju cukup jauh, aku sudah berpesan kalau aku ketiduran, aku meminta tolong ke Supir angkot agar membangunkanku. Benar saja, tidak lama kemudian, aku mulai mengantuk, mataku tiba-tiba berat. Angkot sedang berhenti menurunkan si nenek, masih tersisa aku dan dua anak smp. Aku tidak kuat lagi, akhirnya aku menyenderkan kepalaku ke kaca angkot bagian belakang, mataku mulai menutup, menyisakan bayang-bayang dari mataku, akupun tertidur di dalam angkot.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 17 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Harvest UPWhere stories live. Discover now