Kepergok!

100 48 4
                                    

“Cheers…!”

TING…

Suara sorakan diiringi dentingan gelas yang saling bersentuhan, terdengar begitu nyaring di telinga. Terlihat gerombolan remaja baik perempuan maupun laki-laki tengah menikmati pesta kecil-kecilan. Entah perayaan apa itu, karena mereka tengah berada di salah satu saung yang berjejer di tepi jalan daerah puncak.

Dilihat dari penampilan, sepertinya mereka adalah pendatang yang sedang istirahat sejenak karena perjalanan jauh. Tapi jika diamati lebih dalam, mereka adalah kumpulan remaja yang bisa dipastikan masih usia sekolah. Gelak tawa mengiringi pesta mereka yang terdengar begitu asik.

Sungguh pemandangan yang sangat merusak mata. Masih minggu-minggu pertama di bulan Ramadhan, tapi mereka seakan tidak merasa bersalah makan serta minum di tempat umum dan terbuka. Padahal para remaja putri terlihat mengenakan kerudung. Hal itu cukup menarik perhatian seorang pemuda yang tengah melakukan rutinitas jalan pagi.

“Assalamu’alaikum…” sapa pemuda tersebut setelah mendekati gerombolan remaja yang tengah berpesta.

Hening. Tak ada yang menjawab, bahkan mereka sibuk sendiri seakan tidak mendengar dan menyadari kehadiran orang lain. Pemuda yang mengenakan baju koko berwarna denim itu menghela nafas, kemudian mengulangi salamnya sampai tiga kali. Sayangnya do’a yang dia sampaikan itu masih tetap dianggap angin lalu oleh para remaja tadi.

Brakkk!

Terpaksa sang pemuda menggebrak meja yang berada di hadapan para remaja tadi, hingga perhatian mereka pun teralihkan. Baik remaja perempuan maupun laki-laki secara bersamaan menoleh kaget ke arah sumber suara. Mereka mengerutkan kening seraya membulatkan netra. Pertanda betapa terkejut dan marahnya mereka akibat suara gaduh yang mengganggu itu.

“Woy! Maksud loe apa menggebrak meja kita? Hah!” sungut remaja putra yang mengenakan sweater hitam.

“Maaf, sebelumnya saya sudah mengucapkan salam sampai tiga kali. Tapi tidak ada yang menjawab, padahal kalian ini muslim, kan?”

Para remaja saling beradu tatap satu sama lain, dari sorot mata mereka terlihat jelas jika kehadiran pemuda yang sok kenal dan sok akrab itu sangat mengganggu kenyaman. Bahkan pertanyaan sang pemuda lagi-lagi dianggap angin lalu bagi para anak bau kencur itu.

Sang pemuda yang memiliki badan tegap dan kulit sawo matang itu geleng-geleng kepala, kemudian meraih gawainya yang ada di saku. Dia mengarahkan kamera pada kumpulan remaja yang tengah berpesta tadi, lalu mengambil gambar serta video kelakuan anak-anak jaman sekarang yang tidak memiliki sopan santun sama sekali. Jangankan rasa malu terhadap sesama manusia, bahkan rasa malu terhadap Allah Ta’ala saja sepertinya sudah tidak ada.

Miris. Ilmu agama yang mereka dapat di sekolah hanya formalitas semata. Bahkan agama Islam seakan hanya status di KTP saja. Ya, islam KTP lebih tepatnya. Dilihat dari wajah bisa diprediksi bahwa usia mereka rata-rata anak SMA kelas akhir, jadi sudah pasti memiliki KTP semua.

“Hey! kamu ngapain ngambil gambar kami? Ngefans? Ngomong kalau ingin foto bareng kami, jangan mencuri gambar sembarangan seperti itu.” Salah satu remaja putri turut bersuara.

Pria yang mengenakan peci berwarna senada dengan baju koko itu menyunggingkan senyum. “Maaf… bukannya ngefans, aku hanya ingin mengabadikan wajah orang-orang yang telah mengotori wilayahku di bulan suci ini.”

Para remaja muda itu terbelalak. Bukan karena takut akan murka Allah yang pedih, melainkan takut mereka akan viral dan membuat malu para orang tua. Tapi belum sempat mengajukan protes, pemuda pengganggu tadi sudah pergi begitu saja. Bahkan mengucap salam pun tidak.

“Wah, sialan tuh orang! Tiba-tiba muncul, hanya untuk mengganggu,” celoteh pemuda yang sudah hampir kehilangan kesadaran.

Ya, mereka tengah berpesta minuman keras berkedoh minuman berkarbonasi. Entah dimana akal sehat mereka, bisa-bisanya pesta miras di bulan yang suci seperti sekarang. Sungguh buruk. Entah bagaimana orang tua dalam mendidik, hingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang tidak berakhlak sama sekali.

“Ghis… kamu nggak papa ikut kami seperti ini? Nanti kalau ketahuan sama papa kamu bisa bahaya loh. Belum lagi tadi ada pria aneh yang merekam kita disini,” tanya remaja putri yang mengenakan kerudung berwarna maroon.

“Ah… nggak papa Leen. Ini juga bukan kali pertama aku ikut kalian begini bukan?”

Ghiska Kamila Luzman, putri tunggal dari pasangan Faisal Luzman dan Diana Izzati Luzman. Faisal Luzman adalah pebisnis sukses dan merupakan orang terkaya di dunia. Dia juga salah satu donatur tetap di semua sekolah, pondok pesantren, panti sosial, dan berbagai yayasan kemanusiaan lainnya.

Perangai seorang Faisal dikenal sangat baik dimata publik, dia juga seorang ahli agama yang selalu menjadi panutan semua orang. Sudah ratusan masjid dia bangun, sudah puluhan tanah wakaf pula dia bebaskan. Sungguh seorang muslim yang sangat baik dijadikan contoh.

Tapi dibalik semua itu, Faisal memiliki putri yang sangat berbanding terbalik dengannya. Dibesarkan dengan segala kemewahan justru membuat seorang Ghiska Kamila Luzman, atau biasa disapa Ghiska Luzman menjadi sosok yang manja, angkuh dan tidak memiliki tata krama yang baik.

Menjadi putri orang nomor satu di dunia seakan menjadi alat bagi Ghiska untuk bertindak semena-mena. Tidak jarang banyak aturan sekolah dan seluruh aktivitas lain dia melanggar dengan sengaja. Bagi Ghiska, semua orang akan takut pada ayahnya, sehingga tidak ada yang berani menegur termasuk ibunya sendiri.

“Iya juga sih, tapi kami juga yang nanti ikut kena imbas kalau kamu terkena masalah,” sahut gadis bernama Leena.

“Ya ampun Leena, kamu itu kaya baru sehari dua hari main bareng aku. Selama ini semuanya baik-baik saja bukan?”

Gadis berhidung mancung itu merasa bangga menjadi yang paling berkuasa diantara teman-temannya, karena setiap kali tersandung masalah pasti langsung dibebaskan dan ditolong oleh para kepercayaan Tuan Faisal. Hal itulah yang membuat Ghiska tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, karena baginya semua adalah baik.

“Iya, Leen. Selama ada kesayanganku ini, semua masalah pasti beres. Jadi jangan takut,” sambung cowok bersweater hitam yang ternyata adalah kekasih Ghiska.

“Oke, cepat habisin semuanya. Setelah ini kita balik ke villa, pasti para guru dan siswa lain sudah selesai melakukan sholat dhuha,” gegas Ghiska seraya menenggak habis gelasnya yang berisi minuman haram.

Meskipun dosis rendah dan tidak menyebabkan mabuk, tetap saja bagi pelajar seperti mereka belum pantas mengkonsumsi minuman beralkohol. Belum lagi sekolah mereka berbasis keagamaan, bisa-bisa merusak nama baik sekolah jika hal tersebut sampai ketahuan pihak luar.

Bukan hanya sekolah yang malu, agama pun turut mendapatkan dampak negatif berupa pandangan buruk dari agama lain. Indonesia yang berbeda-beda agama tetapi saling menghormati satu sama lain, terkadang saudara sendiri yang merusak kehormatan agama kita. Salah satunya seperti yang dilakukan Ghiska bersama teman-temannya.

****

Imam untuk Putri Sultan Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt