tiwifl || 13

1.6K 342 51
                                    

Aku tidak tahu yang dimaksud Mama orang tua Hans adalah orang tua yang diimpikan oleh banyak menantu itu yang tiba-tiba datang ke rumah tanpa menginformasikan apa pun padaku. Aku tidak tahu kalau ternyata aku tidak termasuk dalam kelompok menantu yang dimaksud Mama. Karena bagiku, bertamu itu ada adabnya. Bukan karena yang kamu datangi adalah keluargamu, maka kamu bisa semau hati.

Apalagi kalau yang mau kamu tuju sudah berkeluarga. Yang urusannya juga tak mungkin hanya tentangmu. Ada begitu banyak. Gimana kalau ternyata ketika kamu datang, mereka sedang bertengkar? Gimana kalau ternyata ketika kamu datang, mereka sedang dalam kondisi ekonomi yang sulit sehingga tidak mampu menjamu seperti yang kamu harapkan?

Bukankah kita memiliki mulut dan diberi kemampuan berbicara untuk berkomunikasi?

Jujur saja, aku memang belum begitu mengenal keluarga Hans. Bahkan Hans pun yang hidup serumah denganku masih sering memberiku hal-hal baru yang harus aku pelajari. Jadi, untuk yang satu ini, aku tidak menyukai orang tua Hans. Meski aku tetap menyambutnya dengan baik, sangat baik. Karena tidak mungkin menjadikan seseorang itu manusia buruk hanya karena satu tindakannya yang tak kita suka. Ditambah, ini rumah anaknya, aku hanya menumpang kalau mengingat apa rencanaku pada Hans.

"Reva ..." Mamanya Hans tersenyum, meraih tanganku dan dibawa ke pahanya, dia elus-elus jari-jariku, kukuku, memandanginya sambil terus tersenyum, kemudian tatapannya terangkat untukku lagi. "Reva belum tahu, ya, kalau pakai nail art kayak gini solatnya jadi nggak sah?" Kalau aku sedang rekaman video ASMR untuk Youtube, mungkin kamu bisa mendengar bunyi 'dug' dari dadaku. Karena aku merasa demikian, merasa sesuatu menghantamnya, padahal tak terlihat ekspresi kejam, julid, dan teman-temannya di wajah Mamanya Hans. "Reva solat, kan, sehari-hari?"

Aku mengangguk, mencoba memasang senyum meski mungkin jatuhnya malah meringis.

"Nah, ituuu, sayang banget. Niatnya udah bagus, solatnya rajin, tapi cuma karena kita pengen kelihatan cantik, malah yang wajib jadi gugur." Tangan kirinya sekarang ikut menepuk-nepuk pelan tanganku. "Allah tuh nggak pernah larang perempuan buat jadi cantik, mencintai diri sendiri, apalagi tampil cantik di depan suami. Tapi tentu udah ada caranya juga, udah ada arahannya."

"Iya, ya, Tante." Aku tertawa pelan, padahal jantungku berdetak tak keruan. Aku malu dan bercampur entah perasaan apa lagi. "Eh, Ma."

Mamanya Hans tertawa pelan. "Ada tuh pewarna kuku yang sah dipakai buat wudhu dan solat, Mbak Raras pakai itu, Ibu juga pakai nih, udah mau pudar warnanya. Dia juga lama-lama ilang ngikutin panjang kuku yang kita potong." Aku lupa panggilan Hans dan Mbak Raras ke mamanya bukan Mama, tapi Ibu. "Jadi, biar ibadah yang kita lakuin kemungkinan diterima sama Allah-nya lebih besar. Kita emang nggak tahu ya diterima atau enggaknya itu betul-betul hak Allah, tapi kalau yang sudah pasti ada aturannya dan kita nggak ikutin, gimana?"

"Makasih, ya, Bu, Reva nggak tahu. Soalnya tulisannya juga kutek halal."

"Betul, kuteknya memang halal dipakai, tapi nggak bisa untuk wudhu. Ini cantiiik, Ibu juga lihatnya suka, Reva bisa pakai waktu lagi menstruasi."

Aku mengangguk-angguk. "Nanti Reva hapus ke salon, Bu. Maaf, ilmu Reva buruk banget, Reva bukan berasal dari keluarga yang paham agama."

"Lho, sama aja kok. Keluarga Ibu juga sama, masih kurang ilmu, tapi yang udah pasti Ibu tahu dan kalau keluarga Ibu belum, nggak pa-pa saling mengingatkan, kan?"

Aku mengangguk lagi.

"Reva tahu nggak, setiap habis solat, Ibu selalu bilang terima kasih sama Allah, rasanya nggak ada habisnya, karena kehadiran Reva, bukan cuma di hidup Hans, tapi buat kami semua." Oh Tuhan, sepertinya secara terus-menerus, Engkau ingin menunjukkan sesuatu padaku. Sesuatu yang mungkin akan menyakiti paling banyak di kemudian hari, perasaan bersalah yang akan aku bawa seumur hidup. Mama tidak salah untuk yang satu ini, Mamanya Hans—maksudku, Ibunya Hans ternyata juga masuk ke dalam list yang tak layak disakiti. Seperti anaknya. Dia baik, melahirkan dan membesarkan anaknya juga dengan baik. "Ibu nggak akan bosen bilang terima kasih ke Reva, karena kamu hadir di kehidupan kami. Semoga Reva betah, bahagia, ya, Nak, ya?"

this is what it feels like || tiwiflTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang