10

494 3 0
                                    

(Di seberang pulau)

Veronica tengah bersantai di ruang keluarga ditemani secangkir teh hijau hangat favoritnya. Kedua netranya fokus memilah milah beberapa surat yang datang hari ini. Dia melemparkan surat surat itu ke atas meja saat tak menemukan hal yang penting selain surat promosi dari bank dan barang barang mewah.

Hari ini dia sudah memanjakan diri dengan pergi ke klinik kecantikan dan berbagai butik ternama untuk menghabiskan limit kartu kredit yang diberikan oleh sang suami. Dia terlihat masih menawan meski usianya yang sudah menginjak kepala 4, tentu saja karena dia tak segan menggelontorkan dana puluhan juta hanya untuk perawatan tubuh.

Veronica tengah sendirian di rumah, tepatnya dia hanya bersama dengan ke 2 pembantunya. Sudah 2 hari ini Steven dan Aroon melakukan pengecekan lokasi tambang batubara mereka yang baru. Seharusnya mereka akan pulang malam ini, tapi entahlah karena Veronica tidak bisa menghubungi ke 2 laki lakinnya itu dikarenakan posisi mereka yang ada di tengah hutan.

Vero tersenyum simpul dengan tatapan mata menerawang. Sejauh ini sebagian besar dari apa yang dia inginkan sudah ada di genggaman. Salah satunya membuat Steven begitu mempercayai dan membanggakan Aroon. Dan untuk Jenny, sebentar lagi dia akan membawakan emas untuknya. Ya, Jenny harus melakukam itu. Dia harus menjadi anak yang berbakti bukan?

Lamunan Veronica buyar kala mendengar suara mobil dari luar. Sepertinya Steven pulang, vero segera bangkit dan berjalan keluar untuk menyambut sang suami. Dia masih harus menjadi istri yang baik untuk saat ini.

Vero hanya mendapati Aroon yang keluar dari mobil, anak laki laki tersayangnya. Dia sungguh tampan dan berkarisma, bukan kah dia sangat mirip dengan .....

" Papa mana Ar?"

"Papa pulang besok ma." Jawab Aroon datar, dia melewati Vero begitu saja.

Vero mengikuti langkah Aroon "Kenapa besok Ar? Ada masalah?"

"Gak ada ma, besok aku ada meeting sama client." Aroon terus melangkah tanpa menoleh pada Vero.

"Kamu udah makan belum, mama suruh bibik siapin ya!"

"Aku udah makan." Aroon menaiki tangga menuju kamar tanpa memperdulikan sepasang mata yang terus menatap punggungnya.

Vero mendengus kesal sembari melipat kedua lengannya di dada karena di acuhkan oleh anak laki laki kesayanganya, tapi dia sudah terbiasa dengan perilaku itu. Suatu hari nanti dia pasti akan mengerti jika apa yang tengah dia usahakan semata mata hanya untuk dia seorang.

-----------

Aroon melepas dasinya lalu melemparkanya ke sembarang arah. Dia manjatuhkan bobotnya di sofa dan memejamkan mata. Dia benar benar lelah dengan aktifitasnya 2 hari ini. Sebenarnya dia tak ingin pulang ke rumah, tapi dia harus mengambil flash dish yang berisi data data untuk meetingnya besok. Biasanya ada senyum Jenny yang selalua menyambutnya kala pulang dari kerja, adik cantiknya itu selalu bisa menghalau penat dan jenuh setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Tapi Veronica ... ah sudahlah.

Aroon bangkit lalu berjalan menuju nakas, dia menarik laci dan mengambil hp. Puluhan notifikasi berbaris rapi di layar benda pipih itu. Dari teman dan semua penggemar beratnya. Banyak sekali wanita cantik yang berebut untuk masuk ke hati atau bahkan sukarela melemparkan diri ke ranjangnya tapi entahlah tak ada satupun dari mereka yang membuat Aroon minat. dia tidak membawa hp pribadinya 2 hari ini, tentu saja kerena tidak akan ada sinyal di tengah hutan.

Dia tersenyum kala menemukan nama Jenny dari banyaknya notifikasi. Dia melangkah kembali menuju sofa dan menyandarkan tubuhnya di sana lalu menyentuh icon video call.

"Kakak."

Aroon tersenyum melihat adiknya di layar hp "Dek apa kabar?"

"Baik kak, kakak kemana aja gak hubungin Jenny? Di wa gak balas di telfon gak angkat huh nyebelin."

Aroon tersenyum melihat wajah lucu Jenny saat marah "Kakak habis ngecek lahan baru di tengah hutan dek, kamu dimana? Kok gelap?"

"Ehhmm di kamar kak."

"Tumben matiin lampu? Biasanya kamu takut gelap."

"Jenny lagi nonton film horor kak."

"Sama siapa? Gak mungkin kalau sendiri."

"Sama abang Kaisar."

Aroon menautkan kedua alisnya "Kaisar? Berdua saja?"

"Huum, tante sama om lagi ada acara di luar kota jadi kita di rumah berdua aja."

Aroon mengambil nafas panjang, perasaan tidak rela tiba tiba menjalar memenuhi hatinya. Adik yang selalu dia jaga kini tengah berduaan di kamar gelap bersama seorang pria. Tak menampik, ada fikiran negatif yang muncul  meskipun mereka berdua adalah saudara. Apa ini yang di inginkan sang mama dengan kekeuh memaksa Jenny untuk berkuliah di pulau seberang.

Aroon menggeleng gelengkan kepalanya pelan "Mama benar benar." Ujarnya dalam hati.

"Mana Kai? Kakak mau bi..."

Tut tut tut

"Aahh shiiit." Umpat Aroon kesal, dia kembali menelfon Jenny tapi panggilan tidak tersambung.

Aroon bangkit lalu melangkah keluar kamar mencari keberadaan Veronica.

"Maaa, mama.." Panggil Aroon sambil menuruni anak tangga.

"Maaaa!" Aroon menuju dapur saat tak menemukan Vero di ruang tengah.

"Bii.. mama dimana?" Tanya Aroon pada salah satu asisten rumah tangganya yang sedang membereskan isi kulkas.

"Nyonya di taman belakang den."

Aroon segera menuju tempat yang di tunjuk oleh bik Dar. Dia menemukan Vero tengah duduk di pinggir kolam sembari memainkan hpnya.

"Maa."

Vero mengalihkan kedua netra dari layar hp ke Aroon yang melangkah mendekatinya "Ada apa Ar?"

"Minta nomernya Kaisar!"

"Kaisar, Kaisar siapa?

"Anaknya om Albert."

"Ow mama gak punya." Jawab Vero santai.

Aroon menarik kursi lalu duduk di samping Vero "Om albert atau tante Joana?"

"Kamu mau apa?"

"Aroon ada perlu ma." Jawab Aroon sembari menatap Vero serius.

"Gak ada!" Jawab Vero dengan netra yang fokus pada layar hp.

Aroon mendecih lalu bangkit meninggalkan Vero. Dia tak ingin membuang buang waktu dan tenaga jika sang mama sudah berkata tidak.

Veronica memandang punggung Aroon yang perlahan menghilang di balik dinding.

"Pasti Jenny lagi." Gumamnya pelan.

"Sepertinya Aroon juga harus segera aku nikahkan"  Vero menggeleng gelengkan kepalanya pelan. Kedekatnya dengan Jenny memang sedikit membuatnya kawatir. Kerikil itu bisa saja menjadi batu besar dan menjadi penghalangnya untuk mencapai garis finish.

Seharusnya anak laki lakinya itu sadar diri juga posisi. Dia tak akan mendapat apa apa jika terus berseberangan dengannya.

"Haaaah Aroon, Aroon kenapa otaknya tak sebesar badannya!"

Abang Kaisar...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






TERJERAT PESONA SAUDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang