Bab 26

4 1 0
                                    

Sejak pembicaraan serius Cein dan Orlyn, kedua pasangan suami istri itu terlihat saling diam. Walaupun masih tinggal serumah, sepertinya mereka berdua sedang berdamai dengan diri mereka masing-masing. Orlyn tidak menanggapi ucapan Cein tentang pembatalan pernikahan, sedangkan Cein sendiri terus menyesali perkataannya saat emosi hari itu.

Siang ini Orlyn sengaja akan pergi bertemu Sania, dia ingin menceritakan semua masalah yang sedang menimpanya secara tiba-tiba. Hari ini kebetulan jatah Orlyn off. Orlyn sudah siap dan sedang melihat wajahnya sendiri di pantulan kaca.

"Perasaanku aja, atau memang aku gendutan sih?" gumam Orlyn yang kemudian mencubit pipinya sendiri.

Sejurus kemudian Orlyn mengedikkan bahunya dan menarik napas dalam. Orlyn lalu berjalan menuju ranjang dan mengambil slingbag miliknya lalu pergi.

Langkah kaki Orlyn terhenti karena ekor matanya melihat tumpukan obat milik Cein yang sepertinya tidak berkurang. Orlyn berjalan menuju meja dekat pintu kamar mandi dan melihat kantong yang berisi obat-obatan itu.

"Kenapa masih utuh? Kak Cein lupa atau bagaimana sih?" gerutu Orlyn yang kemudian merogoh tasnya mengambil ponsel.

Orlyn tanpa berpikir lama-lama lalu menghubungi Cein. Orlyn bahkan lupa kalau mereka berdua sedang perang dingin sekarang. Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya panggilan Orlyn diangkat oleh Cein.

"Halo," singkat Cein di seberang sana.

"Halo, Kak kenapa obatnya masih utuh? Kamu, gak minum obat ya? Terus buat apa kontrol ke Dokter?"

Orlyn langsung memberondong Cein dengan pertanyaan, sedangkan Cein sendiri hanya diam di seberang sana mendengar Orlyn yang marah-marah.

"Kak, kenapa diam? Jawab lah!" pinta Orlyn.

"Iya, aku gak minum obat. Mulai minggu depan juga aku berhenti kontrol," jawab Cein dengan nada datar.

"Berhenti kontrol? Kakak ini udah gila atau bagaimana sih."

Orlyn mulai marah karena tidak paham dengan pemikiran Cein.

"Orlyn, aku ini suami kamu. Kenapa kamu justru bilang aku gila."

"Kalau gak gila apa namanya? Kakak itu harus minum obat sampai hari operasi. Bukannya itu yang kamu katakan waktu itu?"

Cein tidak segera menanggapi omelan Orlyn. Beberapa detik kemudian terdengar helaan napas Cein yang begitu dalam dan berat.

"Gak usah peduliin hal-hal sepele tentang aku. Bukannya kalau aku gak ada kamu malah enak ya? Seenggaknya kamu gak perlu lagi takut di pecat sama Kozie."

Setelah bicara seperti itu Cein menutup panggilannya dengan Orlyn. Sedangkan Orlyn sendiri terkejut dengan ucapan Cein dan menatap ke ponselnya dengan mata berkaca-kaca.

***

Cein baru pulang kerja saat malam sudah sedikit larut. Cein sengaja mengambil lembur padahal tidak ada yang mendesak harus dia selesaikan hari ini juga. Cein sedikit bingung melihat rumah masih gelap dan tidak ada satu lampupun yang hidup.

"Apa Orlyn sudah tidur?" ujar Cein bermonolog lalu menghidupkan lampu teras rumah yang memang saklarnya ada di dalam rumah. Lampu ruang tamu memang dia biarkan gelap dan hanya ruang tengah dan dapur yang hidup.

Kening Cein mengkerut heran karena suasana ruangan tepat sama seperti saat dia tinggal kerja pagi tadi. Cein lalu berjalan menuju kamarnya dan terkejut karena kakinya menendang sesuatu. Cein melihat ke bawah ternyata dia menendang tangan Orlyn yang tergeletak tidak sadar sekarang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 19 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My HomeWhere stories live. Discover now