Bab 24

2 1 0
                                    

Cein meletakkan gelas yang baru saja Orlyn gunakan untuk minum di meja. Sejurus kemudian Cein lalu melihat ke arah Orlyn dan tersenyum.

"Mau nginep di rumah Mama sama Papa?" tanya Cein menawarkan.

Orlyn menggeleng pelan lalu kemudian melambaikan tangannya pada Cein. Kening Cein mengkerut bingung.

"Apa?" tanya Cein kemudian.

"Mau di peluk," ucap Orlyn dengan suara parau.

Cein tertawa kecil mendengar permintaan Orlyn. Jarang-jarang memang Orlyn sakit, tapi kalau sudah sakit istri Cein itu memang semanja ini. Cein menuruti kemauan Orlyn dan memeluk hangat Orlyn. Cein juga mengusap pelan punggung Orlyn. Tidak lama justru terdengar isak tangis Orlyn yang lagi-lagi teringat kalau Cein butuh operasi untuk jantungnya.

Cein menghela napas dalam lalu melepas pelukannya pada Orlyn. Cein menghapus air mata Orlyn dengan lembut lalu mencium kening Orlyn.

"Udah dong nangisnya," pinta Cein.

"Kalau sampai Kakak gak ada, aku dipeluk sama siapa? Aku, gak mau dipeluk orang lain."

Orlyn semakin keras menangis, pikirannya terus berpikir yang tidak-tidak tentang kondisi Cein.

"Kalau kamu memang sesayang ini sama aku, kenapa kamu gak jujur sama Kozie kalau kita suami istri? Aku, jadi bingung yang mana dirimu yang sebenarnya, Lyn," batin Cein terus menatap Orlyn.

Karena sang istri yang tidak kunjung berhenti menangis. Cein lalu kembali memeluk Orlyn dan menepuk pelan punggung Orlyn.

"Udah ya nangisnya? Aku, janji akan tetap baik-baik saja walaupun gak operasi. Aku gak akan ninggalin kamu, Orlyn."

Cein kembali mengeluarkan kalimat yang bisa menenangkan Orlyn, tapi Orlyn tetap menangis karena dia tahu pengerasan arteri Cein itu harus dioperasi supaya bisa membuat kondisi Cein membaik.

***

Mama Orlyn sedang membuat bubur untuk Orlyn, walaupun sebenarnya Orlyn sendiri sudah lebih baik dari kemarin. Cein harus ke luar kota maka dari itu Cein meminta mama mertuanya untuk menginap di rumah mereka. Orlyn baru saja keluar dari kamarnya, dia menghampiri mamanya di dapur.

"Masak apa, Ma?" tanya Orlyn.

"Buatin kamu bubur, Cein bilang kamu belum boleh makan yang keras-keras. Maag kamu kambuh ya? Telat makan?" tanya mama Orlyn sambil melihat ke arah Orlyn.

"Gak telat makan kok, Ma."

"Terus kenapa? Stres?"

Orlyn terdiam dan hanya menatap sang mama. Setiap kali ingat dengan operasi Cein, Orlyn selalu saja ingin menangis. Melihat wajah Orlyn yang sedih, sang mama udah bisa menebak kalau Orlyn sakit pasti karena stres. Mama Orlyn mematikan kompor karena bubur yang dia buat sudah matang. Dia tersenyum pada Orlyn lalu kemudian meraih tangan putri semata wayangnya itu.

"Kita makan dulu ya? Nanti kamu cerita sama mama, ada apa sebenarnya," ucap mama Orlyn.


Kali ini Orlyn makan cukup banyak, bubur buatan mamanya memang selalu enak. Kuah soto yang selalu jadi andalan mama Orlyn menambah nafsu makan Orlyn.

"Kak Cein gak pulang ya, Ma?" tanya Orlyn setelah selesai meneguk air putih yang mamanya juga siapkan.

"Katanya kalau memang cepat selesai dia langsung pulang, tapi di luar lagi hujan deras. Gak mungkin Cein pulang, cukup bahaya mengemudi di hari hujan seperti ini. Apalagi Bogor itu gak deket," terang mama Orlyn.

"Bogor? Kak Cein ke Bogor? Bukannya ke Jakarta, Ma?" tanya Orlyn yang tidak tahu ternyata Cein pergi ke Bogor. Orlyn pikir acara BA itu di Jakarta, ternyata justru di Bogor.

My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang