Saat itu Jesher langsung paham bahwa dirinya sedang jadi bahan jaminan.

"Tapi nggak lama 'kan Bu?" tanyanya lagi mulai khawatir. 

Walau sudah terbiasa sendirian di rumah, nyatanya ia masih saja takut untuk berhadapan dengan orang asing.

Sejak dulu Renata memang sudah jarang tinggal di rumah sebab wanita itu punya banyak pekerjaan. Terkadang hanya pulang setahun sekali atau tidak sama sekali. Hanya terus mengirimkan uang untuk kebutuhan Nenek juga Jesher. Tapi setelah sang Nenek meninggal, Renata akhirnya kembali, namun tak benar-benar bisa mengurus Jesher sebagaimana Nenek merawatnya selama ini. Wanita itu tetap pergi namun akan kembali seminggu sekali. 

Tindakan Renata itu membuat Jesher mau tak mau belajar untuk beradaptasi dengan semuanya, dengan kesendirian juga kemandirian yang sebenarnya masih terlalu awal untuk dirasakan anak seusianya.

Ia tak masalah jika memang harus berpisah lagi dengan sang Ibu, selama wanita itu berjanji akan menjemputnya dia akan menunggu.

"Nggak lama Jesh. Kalo nanti malam udah ada uangnya, Ibu langsung jemput kamu," jawab Renata dengan begitu lembutnya membuat Jesher yang tak pernah mendapati sikapnya yang seperti itu langsung merasa senang.

Toh, selama ini Renata selalu berbicara dengan nada keras, jadi saat wanita itu bersikap sedikit lebih halus ia langsung merasa bahagia. Jika membantu sang Ibu dengan menjadi jaminan, Jesher rela selama Renata bisa terus tersenyum kepadanya.

"Ya udah, kalo gitu Ibu bantu kemasin barang-barang kamu." Setelah mendapat anggukan dengan cepat Renata mengambil tas yang tadinya Jesher pakai ke sekolah, mengeluarkan semua isi dari benda itu dan menjejalkan beberapa lembar pakaian dari lemari.

"Yang jemput masih lama 'kan Bu? Aku mau makan dulu," kata Jesher yang hanya beridiri melihat Renata membereskan barang-barangnya.

Ketika wanita itu membuka mulut hendak membalas, suara ketukan pintu yang sangat keras terdengar cukup gaduh mengambil seluruh perhatiannya.

"Enggak. Mereka udah datang Jesh," tolak Renata tegas walau Jesher sudah terlihat sangat memelas. "Tunggu di sini sebentar."

Jesher hanya mengangguk pasrah saat Renata pergi sebentar lalu kembali membawa sebuah amplop yang Jesher tak tahu apa isinya.

Wanita itu kembali berlutut, memperlihatkan dengan jelas amplop yang baru saja ia ambil dari kamarnya. "Ini surat dari Ibu buat Ayah kamu. Kalo kamu punya kesempatan buat nyari Ayah kamu, ini bisa jadi bukti kalo kamu anak dia."

Jesher hanya mengernyit tidak paham. Namun dia enggan bertanya dan memilih diam saat sang Ibu ikut memasukkan surat tadi ke dalam tas lalu lanjut menyampirkan benda itu dikedua pundaknya.

Setelah semua selesai, Renata menyeretnya untuk keluar menemui orang-orang yang katanya datang untuk menjemputnya.

Setelah memberanikan diri untuk membuka pintu, tanpa sedikitpun keraguan Renata langsung mendorong Jesher kehadapan 3 orang bertubuh kekar tersebut. Para preman suruhan itu sebenarnya datang untuk menagih utang yang kian bertambah hingga kini telah berjumlah ratusan juta.

"Bawa aja anak ini, biarin utang gue lunas." tandas wanita itu dari tempatnya.

Lelaki yang berdiri paling depan menatap bingung pada Renata lalu menunduk memperhatikan Jesher yang juga sama bingungnya. "Lo yakin? Anak ini mungkin nggak bakal ba—"

"Bawa aja. Dia mau kok!" sambar Renata cepat. Ia tak mau Jesher sampai tahu, lalu menangis dan berakhir menarik perhatian orang-orang.

Ruli saat itu dibuat tercengang melihat perbuatan Renata yang menurutnya lebih jahat dari iblis. Ibu mana yang tega menyerahkan anaknya sendiri untuk menebus utang?

STRANGERWhere stories live. Discover now