24. TROUBLE MAKER

Start from the beginning
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Sesuai jadwal yang telah ditentukan, malam puncak dimulai pukul tujuh. Semua peserta bersiap untuk penampilan bakat. Banyak peserta yang menampilkan bakatnya secara solo. Ada pula yang berpasangan. Termasuk Venya dan Gema. Mereka rupanya mau enggak kalah dengan gue sama Aluna. Venya katanya akan unjuk gigi dalam bidang menyanyi, sedangkan Gema akustik.

"Sayang," Venya merangkum wajah gue tiba-tiba agar melihatnya. Padahal gue sedang berbicara dengan Berryl yang beberapa menit lalu memainkan piano sekaligus menyanyi secara solo, "doain gue ya, biar lancar. Suara gue agak serak nih, tadi kebanyakan minum soda gara-gara grogi."

Bukannya merespons Venya, gue malah celingukan mencari keberadaan Aluna. Karena yang gue butuhkan sekarang adalah Aluna. Sampai akhirnya, gue bisa terlepas dari Venya karena Gema menarik tangan Venya dengan kesal sambil berkata, "Cepetan, Nya, durasi!"

Enggak lama mereka keluar menuju panggung utama, gue lihat Aluna muncul dari balik tirai hitam ruang make up. Tangan kanannya memegang dadanya, dan dengan sigap gue berdiri mendekatinya.

"Le, peluk gue cepetan."

Gue malah melongo usai mendengar permintaannya. Enggak salah, nih?

"Kale Kasyavani Hakim, gue mau mati ini. Tolongin gue!"

Seketika gue sadar kalau smartwatch Aluna terus berbunyi. "Ah, lo ngomongnya mulai ngaco lagi. Gue enggak suka." Gue segera menarik tubuh Aluna ke dalam dekapan. Gue usap punggung dan kepala Aluna agar dia merasa hangat. Enggak peduli tatapan atau bisikan yang melihat adegan ini. Yang penting Aluna. Itu saja. "Lo enggak bakal kenapa-napa. Gue janji."

"Le, udah. Sekarang lo bisa lepasin gue."

Kale rangkum wajahnya. "Lo enggak usah mikirin apa-apa, oke? Kalo masalah menang kalahnya, kita bakal tetep jalan. Laut Cina Selatan, kan?"

"Bagian selatan pulau Jawa, Le. Gue tuh pengen ngajak lo ke Jogja."

Gue terdiam sesaat, lalu tersenyum. "Oh, Jogja. Ya udah, nanti kita ke Jogja. Ini ada dalam list misi lo juga, kan?" Aluna hanya berkedip lembut. "Oke, gue bantu wujudinnya."

"And then a hero comes along... With the strength to carry on...." Suara Venya terdengar sumbang. Lalu, terdengar suara batuk darinya yang mengundang rasa penasaran finalis di belakang panggung, membuat beberapa di antara mereka mengintip ke panggung utama. Petikan gitar tetap mengalun sesuai irama lagu Hero, tapi enggak terdengar lagi suaranya Venya.

Gue berdecak. "Suaranya beneran hilang."

Aluna berkedip bingung. "Venya? Gue mau lihat."

"Jangan!" Gue menarik tangan Aluna. "Di sini aja udah. Enggak usah cari masalah. Abis ini kita giliran kita tampil, Na."

"So when you feel like hope is gone... Look inside you and be strong...." Gema melanjutkan nyanyian. Dan ternyata suara Gema lebih merdu dibandingkan Venya tadi hingga akhirnya terdengar tepuk tangan yang meriah dari para penonton.

Beberapa menit kemudian, Venya masuk dengan wajah kesal. Dia pun menangis. Dengan suara serak, nyaris hilang, dia berteriak, "Kenapa jadi hancur gini, sih?"

Enggak ada respons dari Gema, kecuali berjalan tenang dan duduk di samping Aluna.

Tiba-tiba mata Venya menyalang ke arah Aluna. "Ini semua gara-gara lo, Aluna!" Dia mendorong dada Aluna hingga punggung Aluna terdorong ke dinding.

Sontak gue langsung memeluk Aluna, melindunginya dari serangan Venya berikutnya.

"Lo apa-apaan sih, Nya?"

Gema.

Gue menoleh ke belakang untuk melihat situasi. Ternyata Gema berdiri menghadang Venya yang ingin memukul Aluna.

"Lo yang apa-apaan? Gue kan ngajak lo ikut buat gagalin mereka berdua!"

"Iya sih tadinya gue pengen gagalin mereka. Tapi setelah gue pikir lagi dan lihat tingkah lo yang makin aneh ke Aluna, mending gue jagain Aluna." Dia mendengkus, lalu mendekatkan wajahnya. "Karena gue tahu lo pasti enggak akan diem lihat Aluna berdua sama Kale."

Gue speechless.

"Ini ada apa ribut-ribut?" tanya Sita. Mungkin teriakan keduanya tadi membuat Sita dan Dewa masuk untuk menangani keributan. "Aluna kenapa?"

Sebelumnya memang gue memberitahu panitia tentang kekurangan Aluna saat karantina terakhir kemarin. Hal itu tentunya enggak diketahui oleh Aluna. Gue melakukannya diam-diam. Selain itu, untuk berjaga-jaga bila ada hal yang enggak diinginkan dengan Aluna.

"Udah enggak apa-apa, Kak."

"Beneran, Na?" tanya gue, memastikan. "Kalo masih sakit, undur aja waktu tampilnya. Tunggu lo baikkan dulu."

Aluna menggeleng. "Enggak usah, Le. Gue bisa, kok."

"Oke. Kalian siap-siap, ya." Pandangan Sita berpindah pada Venya seraya bertelak pinggang. "Venya, lo tuh ya bikin masalah mulu. Kemaren maksa buat jadi peserta, sekarang malah ribut sama finalis lain. Mau lo apa, sih?" Dia berdecak ketika mendapati Venya sama sekali enggak meresponsnya. "Lo ribut lagi, kami akan diskualifikasi!" []

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SORRY [slow update]Where stories live. Discover now