[11] Sakit

17 2 0
                                    

I secretly get jealous but it's fine, your're not mine anyway.

***

Malam hari setelah seharian penuh Dineshcara menunggu Ishara, keadaan gadis itu semakin memburuk. Demamnya semakin tinggi dan saat dibawa ke rumah sakit, dokter menyarankan agar Dineshcara dirawat intensif.

Tifus—penyakit yang selalu membayang-bayangi gadis itu agar tidak melakukan hal-hal yang membuatnya kecapekan atau apapun yang bisa menyebabkan penyakit itu menyerangnya lagi seperti yang sudah-sudah.

Keesokan harinya, Harini selaku orang tua Dineshcara menghubungi wali kelas putrinya dan meminta izin tidak bisa hadir dikarenakan sakit. Harini juga memberitahu bahwa Dineshcara dirawat.

"Makanya kamu tuh kalau mama suruh pulang ya pulang, Kak. Jangan terlalu dipaksakan. Kamu itu badannya lemah loh. Lagian dari rumah juga mama udah saranin kamu buat gak datang, 'kan? Toh ujungnya sama aja, kamu sama Ishara gak bertemu," omel Harini sembari menyelimuti putrinya yang baru saja selesai sarapan.

"Emang Kak Din tuh bandel, Ma," sahut Aji mengompor-ngompori.

"Seenggaknya 'kan Dinesh udah berusaha sebisanya Dinesh, Ma," balas Dineshcara. Suaranya benar-benar lemah.

"Emang dasarnya Kak Din itu susah dibilangin, Ma."

Dineshcara menatap tajam ke arah Aji yang saat ini tersenyum senang karena bisa memanas-manasi suasana saat ini.

"Namanya juga orang lagi jatuh cinta, Ma," bela Dineshcara tidak mau kalah dari Aji.

"Jatuh cintamu itu gak wajar loh, Kak. Seseorang yang gak mau sama kita itu jangan dipaksakan. Kalau dia gak mau sekadar bertemu sama kamu, ya sudah, jangan ngemis apa-apa lagi. Dia gak butuh kamu tandanya," nasihat Harini membuat Dineshcara terdiam.

Sembari terus mengomel, kedua tangan Harini membereskan tempat makan yang tadi digunakan oleh anak-anaknya. Dia tidak suka jika anaknya dibuat sakit seperti ini oleh orang lain. Jika sakit karena ulahnya sendiri, Harini bisa mengomelinya dengan puas selagi belaian tangannya terus merawatnya. Tapi, bila ada campur tangan orang lain, apakah perlu Harini mengomeli orang itu?

"Laki-laki itu emang gak bisa ditebak. Kemarin seperti ini, besok seperti itu. Tugas kamu sebagai perempuan juga bukan untuk selalu memahami laki-laki, tapi juga memahami diri kamu sendiri. Kamu adalah pribadi yang wajib kamu jaga segala-galanya, melebihi kamu menjaga orang yang kamu sayang. Kalau kamu sayang sama dia, berarti kamu harus lebih sayang sama diri kamu sendiri."

Dineshcara diam saja diberi nasihat seperti itu. Mamanya itu ... walaupun suka sekali mengomel, tapi dia juga pastinya akan memberi nasihat yang sangat penting dan berharga untuk Dineshcara serap dan diterapkan dalam kehidupannya.

"Mama tuh sayang sama kamu, Dineshcara. Mama gak mau kamu atau Aji sakit. Mama sedih kalau di antara kalian ada yang sakit. Mama merasa bersalah sama kalian kalau kamu mau tau, mama merasa kalau mama gak bisa jaga dan rawat kalian dengan baik. Tapi, kalau ternyata pemicunya ada di orang lain, mama marah. Marah banget," lirih Harini kembali duduk di kursi samping ranjang yang ditiduri Dineshcara.

"Maaf, Ma," ucap Dineshcara tak kalah lirih dari mamanya.

Harini mengusap lembut surai hitam milik putri sulungnya. Setelahnya, ia memberikan kecupan singkat di dahinya yang masih terasa hangat.

"Putri kecil mama harus sehat lagi," bisik Harini di telinga Dineshcara. Ia tidak mau Aji mendengar perkataannya.

***

Ishara baru saja keluar dari ruang guru setelah mengambil rapor miliknya. Agenda hari ini untuk kelas XII memang mengambil rapor ke wali kelasnya masing-masing.

Prolog Tanpa EpilogDove le storie prendono vita. Scoprilo ora