Janji

347 15 4
                                    

Sebelum memutuskan untuk membaca book ini, sebaiknya baca lagi deskripsi ceritanya lebih seksama! 😊 Terima kasih!

.

.

.

Ardan menatap sebal pada jam di dinding rumahnya yang tidak salah apa-apa. Entah sudah berapa kali dia mendecakkan lidahnya kesal ke arah jam itu seakan-akan pacarnya yang datang terlambat merupakan salahnya.

R.I.P jam dinding

Selang beberapa saat kemudian Ardan yang sudah habis kesabarannya kembali berdiri dengan gelisah dari kursinya di ruang tamu untuk melihat ke arah jalanan di depan rumahnya, dengan harapan siapa tahu saat ini pacarnya dan motor kesayangannya sudah terlihat batang hidungnya.

Namun meski Ardan sudah mengulanginya berpuluh-puluh kali, suara deru motor pacarnya tak kunjung terdengar dari arah kejauhan sana.

"Ck! Kenapa dia lama sekali sih?! Apa sih yang dia lakukan?!" Lagi, karena kesal Ardan menghempaskan dirinya ke atas kursi dengan cukup kasar, sampai kedua orang tuanya yang sedari tadi menemaninya di ruang tamu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Brrmmm...

Akhirnya, terdengar juga suara deru motor yang mendekat kearah pekarangan rumah mereka.

Ardan yang mendengarnya reflek berdiri dari duduknya dengan seulas senyuman yang begitu indah. Dia pun bergegas berlari ke depan hanya untuk dibuat kecewa oleh kenyataan.

Karena bukannya pacar yang sedang dia tunggu-tunggu lah yang kini sedang memarkirkan motornya di garasi, melainkan Yudan sang kakak kandung satu-satunya yang dia miliki lah yang melakukannya.

"Ih! Kirain Taavi yang datang! Ternyata Abang!" Ucapnya dengan kekesalan yang tidak ingin dia sembunyikan sama sekali.

Yudan yang mendengarnya hanya bisa mendengus pasrah. "Apa sih dek, abangnya baru pulang kerja bukannya di sambut malah di suguhi rengekan." Ucapnya saat dia berjalan melewati Ardan.

Terkadang Yudan sangat heran, bagaimana bisa Taavi tahan berpacaran dengan adiknya yang kekanak-kanakan sampai empat tahun lamanya.

Mungkin kalau Yudan orangnya, dia sudah memutuskan Ardan sejak usia hubungan mereka baru menginjak masa sebulan. Karena selain kekanak-kanakan adiknya juga bisa sangat posesif, egois dan tidak sabaran.

Pokoknya sifatnya enggak banget menurut Yudan.

"Tahu tuh, dari tadi adikmu sudah marah-marah nggak jelas." Ibunya menuturkan saat Yudan menghampiri beliau untuk mencium tangannya.

"Padahal menurut ayah wajarlah kalau Taavi terlambat. Inikan menjelang liburan akhir tahun, jadi pasti banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Benar kan Yudan?" Ayahnya ikut menimpali saat putra sulungnya beralih ke arah beliau.

"Benar ayah. Tadi saja saat saya sudah mau pulang, saya melihat pekerjaan di meja Taavi masih ada yang belum terselesaikan. Padahal dia sudah lembur sejak beberapa hari yang lalu untuk mengerjakannya. Tapi yah karena memang bagian dia lah yang tersibuk ketika akhir tahun seperti ini, jadinya mau sekeras apapun Taavi berusaha dia tetap tidak bisa menyelesaikannya dengan cepat seperti yang lainnya."

"Apa?! Jadi sampai sekarang Taavi masih belum pulang dari kantor?!" Ardan melotot tak percaya saat mendengarnya. "Lalu bagaimana dengan janjinya yang mau mengajakku naik gunung?! Bagaimana pula dengan semua rencana yang telah kita buat untuk merayakan ultah anniversary keempat jadian kita sekaligus ulang tahunnya di puncak gunung nanti?!"

"Ck! Tenanglah dek!"

"Bagaimana aku bisa tenang bang?! Ini tuh perayaan yang sudah aku tunggu-tunggu dari lama! Abang nggak akan ngerti perasaanku!"

Lost (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang