BAB 22 - The Best Day ever

884 81 10
                                    

***

.

.

.

Pukul delapan malam tepat, Eunseok pulang ke rumahnya. Eunseok tidak ingin pede, tapi terlihat jelas Hendery menunggunya di sofa ruang tengah, menonton acara komedi dan sesekali tertawa. Semua itu membuat Eunseok kembali menerawang masa masa sekolah dasar dan menengahnya. Sudah tiga tahun Eunseok tidak melihat pemandangan ini lagi, sepulang sekolah atau sepulang main, ayahnya yang bersantai menonton TV, dan ibunya yang akan menyambut Eunseok. Itu membuatnya sedikit merasa rindu.

“Eunseok?”

Panggilan itu menyadarkan Eunseok dari lamunannya, si batu melepaskan sepatu dan jaketnya terlebih dahulu sebelum kemudian duduk di sofa seberang Hendery. Si ayah tidak mengatakan apapun, hanya memandangi anaknya yang kini duduk berseberangan bersamanya.

There's something wrong?”

Wajah kaku Eunseok dan gerak kakinya yang tak bisa diam menjadi pemicu Hendery untuk bertanya lebih lanjut keadaan anaknya. Hendery tahu betul, ada sesuatu yang hendak disampaikan oleh Eunseok, sedari tadi dia menunggu anaknya berbicara, namun ditunggu berapa lama pun sepertinya Eunseok tidak akan bicara.

Nothing.” singkatnya, “Aku mau minta ijin.”

Mendengar itu, pandangan Hendery sepenuhnya terpaku pada Eunseok.

“Ijin apa?” tanya si ayah.

Eunseok mengusap tengkuknya yang mulai dingin, kemudian menumpukan kedua tangannya pada lutut, sedikit condong ke arah Hendery.

“Aku mau ke Osaka, dua hari lagi.” ucap Eunseok, to the point.

Hendery mengernyitkan dahi mendengar penuturan anaknya, lantas dia kembali bertanya.

With Sungchan?”

Si anak mengangguk kemudian menambahkan, “And one more.”

Who?”

“Someone.”

Eunseok tidak berharap banyak saat melihat raut ayahnya yang hanya diam tanpa sepatah katapun setelah penuturan terakhirnya itu. Jika pun Hendery tidak mengijinkan, Eunseok akan nekat pergi liburan ke Jepang.

Mata Eunseok melihat ayahnya yang malah mengambil handphone di saku, wajahnya serius menggulir layar kaca itu, mengabaikan suara tawa dari acara komedi yang masih terputar. Si batu mulai menduga-duga, mungkin tujuan ayahnya adalah untuk mengabari sang ibu tentang ijin yang baru saja Eunseok minta, lebih parah kalau ibunya tidak mengijinkan, Kini pemuda itu menggigit pipi dalamnya cukup kuat, menunggu hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah beberapa menit Eunseok menunggu, sebuah notifikasi terdengar dari handphonenya. Buru-buru pemuda itu mengambil benda pipih yang semula di saku untuk ia buka, alangkah terkejutnya ia ketika melihat satu notif dari aplikasi bank digitalnya yang menyatakan bahwa akun milik Hendery baru saja mengiriminya sejumlah uang.

“Besok saya kembali ke Jerman, tiket sudah saya pesankan dan itu, anggap sebagai saku.” Sebuah pernyataan dari Hendery.

Eunseok memeriksa saldo bank nya, agak terkejut ketika melihat nominal dengan delapan banyaknya angka masuk ke akunnya.

Secret of Song   |   SeokBin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang