03. Janji Ayah Pada Abi

Start from the beginning
                                    

"Kapan dan bagaimana aku pulang, Ayah daja tidak menyadarinya. Ayah terlalu sibuk," balas Pangestu. Pemuda cuek itu sama sekali tak pernah takut pada Rafiq.

"Kalian istirahat saja sana, biar Ayah saja yang di sini menjaga adik kalian."

Pandu tidak punya pilihan lain, berdebat pun bukan pilihan. Pasti dirinya akan kalah, apa lagi ada Abi. Anak yang cukup keras kepala bila menentang pendapatnya. Tak hanya itu, masih ada Neal yang tak kalah keras kepala melebihi siapa pun.

"Aku istirahat kalau begitu, Ayah juga harus  istirahat."

Hanya sekadar basa-basi, setelahnya pemuda itu pun beranjak pergi, meski penjelasannya tak sampai selesai, setidaknya Pandu sudah berusaha. Berbeda dengan Pangestu, pemudua satu itu memilih pergi setelah mengantarkan kalimat pahit pada Ayahnya. Memandang tajam ke arah Neal, lalu pergi bergitu saja.

Rafiq hanya bisa menghela napas berkali-kali hari ini. Sejak ia pulang, sampai malam lelaki itu masih tetap berurusan dengan keributan yang dibuat oleh putranya. Sambil memijat pangkal hidung, Rafiq kembali menatap wajah Neal yang begitu mirip dengan istrinya, seakan tak ada yang terbuang, bahkan pahaan di wajahnya seolah copy-paste dalam versi laki-laki.

"Ayah memang belum bisa menjadi apa yang kalian ingin, tapi percayalah Ayah selalu berusaha menggenggam kalian dengan kedua tangan Ayah. Ayah tak ingin kalian terluka, hanya itu yang harus kalian tahu."

Tanpa sadar, ada peluk hangat dari belakang sambil menaruh dagunya pada pundk yang mungkin sudah akan runtuh.

"Makasih, Ayah sudah mau berusaha juga. Maaf Abi sudah buat Ayah terluka hari ini. Maaf karena Abi sudah buat Ayah pusing karena Neal juga. Tapi tolong, kurangi kadar tatapan tajamnya pada Neal, Yah. Abi pun akan takut bila Ayah tatap begitu."

Lelaki itu terkekeh, entah mengapa putra ketiganya ini akan berubah lembut bila tidak ada Pandu atau Pangestu. Seakan memiliki dua kepribadian dalam waktu yang bersamaan. Padahal, sebelum itu mereka sempat beradu argumen, dan sekarang anak itu seperti seekor anak kucing yang begitu manja.

Sementara Rafiq tak bisa menyianyiakan momen manis putra ketiganya yang sangat jarang terjadi. Ia pun mengusap lengan yang masih melingkar di lehernya, lalu menciumnya begitu juga pada Neal yang tangannya ia genggam sejak tadi.

"Ayah hanya khawatir, Abi. Ayah tidak lupa dengan janji Ayah pada kamu," ucap Rafiq di sela sesak dadanya, lelaki itu berusaha tegar.

Padahal, hatinya cukup sakit mendengar anak-anaknya yang kadang kurang akur, apa lagi sampai perang dingin. Sudah Rafiq rasakan beberapa kali dan itu selalu di awali dengan ucapan  Pangestu, entah pada Abi, atau pun pada Neal. Pemuda itu seakan menjaga jarak pada kedua adiknya.

"Istirahat gih, besok sekolah, kan?"

Abi menggeleng, lalu melepaskan peluknya dan beralih berjongkok di hadapan Rafiq tepat di sebelah tempat tidur Neal.

"Besok Abi mau izin boleh, ya?"

Sebelah alis Rafiq terangkat, memandang lekat wajah Abi yang mungkin sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Abi mau jaga Neal. Abi nggak mau buat Om Diki kerepotan bolak-balim terus. Pasti Om Diki lagi repot juga sama kerjaannya, sekali aja, ya, Yah?"

Meski berat, tapi Rafiq juga tidak bisa menolak, ia juga sedang banyak perkejaan yang harus diselesaikan sebelum akhir tahun.  Ia kembali menatap wajah Neal, lalu beralih menatap Abi yang sudah mulai menguap, anak itu tak henti mengusap pipi adiknya.

"Janji tidak mengajak Neal berkelahi?" tanya Rafiq memastikan.

Rasanya sangat mustahil pertanyaan itu akan dijawab, tapi Rafiq selalu melayangkan pertanyaan yang sama ketika Neal hanya ditinggal berdua dengan Abi.

"Iya, Yah. Janji."

"Janji tidak memberi Neal makanan manis?"

Abi pun mengangguk, ia tak lupa untuk yang satu itu. Pasalnya, Rafiq selalu memarahi Abi jika ketahuan, padahal  jarang-jarang membelikan Neal makanan manis.

"Tapi, Abi nggak bisa pastiin kalau yang itu. Abi cuma mau menjalankannya aja."

Biarpun begitu, tetap saja, mengingatkan jauh lebih baik dari pada sudah terjadi dan baru menyesalinya nanti. 

Kali ini Rafiq tak lagi bertanya, lelaki itu hanya bisa menatap kedua putranya bergantian, setelahnya ia pun beranjak sebelum meninggalkan kamar Neal. Rafiq telah memberitahu Abi agar anak itu juga  beristirahat.

"Ayah ke kamar aja,  biar Abi jaga Neal. Kali ini Ayah harus percaya sama Abi."

Benar. Harusnya Rafiq percaya pada Abi, tapi hatinya tetap belum tenang bahkan ketika kakinya mulai melangkah keluar meninggalkan dua bocah uper aktifnya berdua dalam satu kamar.

"Selamat malam, Nak. "



🐥🐥

Hallo, apa kabar? Kembali lagi sama Neal.  Jangan lupa tinggalkan jejak, agar aku makin semangat menuliskan kisah Neal dan Abang-abangnya.

Terima kasih sudah berkunjung, salam manis Neal.

Sekalian kenalan sama Neal yuuk

Bocah manja, kesayangan Bang Abi, musuh bebuyutan Mas Pangestu, tempat singgahnya Mas Pandu, siapa lagi kalau buat Neal, anak bungsunya Ayah Rafiq

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Bocah manja, kesayangan Bang Abi, musuh bebuyutan Mas Pangestu, tempat singgahnya Mas Pandu, siapa lagi kalau buat Neal, anak bungsunya Ayah Rafiq.

Publish, 4 Januari 2024

Sehangat Genggam Ayah Where stories live. Discover now