"Sayang maaf, aku beneran gak tau. Yoon maaf -maaf banget aku udah lancang."

"Tidak masalah Jin. Kalau aku jadi kamu pasti aku juga gak mau- lah anakku diobral haha. Ya udah kalian bisa duluan kan ke mobil? Ini kuncinya. Minta bantuan suster dulu ya, biar aku nyusul Jimin."

"Yoon -"

"Gak apa Seokjin. Tenang aja."
























****

"Sayang, kenapa mereka berdua lama banget ya?"

Seokjin, Jungkook dan ketiga bayinya sudah duduk nyaman di bangku penumpang mobil suv milik keluarga Min. Memang semalam Yoongi sendiri yang menawarkan untuk menjemput Jungkook pulang karena mengingat sang istri yang begitu antusias menyambut peri-peri kecil yang baru lahir dua hari yang lalu.

Di dalam mobil mewah berwarna hitam tersebut, Jungkook pun ikut cemas dengan kehadiran sahabatnya yang tak kunjung terlihat. Begitu pula dengan perasaan hatinya yang tiba-tiba saja membenci mulut suami yang tak dapat diajak berkompromi. Ia memang batu yang tak bisa diajak bercanda kecuali dengan Jungkook, karena memang hanya Jungkook lah yang mengerti cara mengatasi Seokjin. Sikapnya dingin dengan semua orang dan hanya akan berbicara dengan orang-orang yang dikenalnya saja. Itulah sebabnya ia berani menjawab guyonan Jimin tapi dengan sebuah keseriusan.

"Kook, jangan diam aja bantu kakak! Kakak gak enak sama Jimin. Pasti dia tersinggung sama omongan kakak."

"Udah pasti."

"Kookie!"

"Kamu udah tua kak, udah punya anak. Masih aja susah diajak bercanda. Apa nanti kamu juga bakal sekaku itu sama anak-anakmu? Kamu juga udah kuliah harusnya kamu belajar bersosiali lagi bukan? Lagi pula orang tua gila mana yang rela jual anaknya? Ha?"

"Iya sayang maaf. Aku tunggu mereka aja ya. Jadi kalau Jimin udah terlihat, aku mau langsung minta maaf."

"Hmm."

Seokjin membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Ia berdiri di samping pintu dan tak lama melihat dua sahabat tengah berjalan kearahnya. Ia berusaha membuang rasa canggungnya dan berjalan lebih dahulu menghampiri Jimib. Seokjin paham satu hal bahwa Jimin mungkin saja menangis di toilet. Terlihat jelas kantung matanya yang mengembang padahal tadi pagi ia terlihat cantik-cantik saja.

"Jimin..."

Pria kecil yang sedari tadi menunduk dalam dekapan sang suami pun segera menengadah, melihat ke arah suara yang memanggil namanya.

"Boleh bicara sebentar?"

Jimin menatap pria disebelahnya dan pria tersebut mengangguk dengan senyuman.

"Aku tinggal dulu ya."

Sebuah kecupan mendarat di kening sosok yang kini terlihat canggung saat bersama suami dari sahabatnya sendiri.

"A-aku - aku minta maaf. Jimin aku gak bermaksud buat bicara kayak gitu. Aku cuma -"

Pria setinggi bahu Seojin itupun segera menggeleng. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan Seokjin hingga lelaki tersebut berbicara seperti tadi. Jimin berpikir bahwa seharuanya ia sadar diri tengah melontarkan candaan terhadap siapa. Seokjin, Kim Seokjin. Orang yang selama ini selalu berjuang demi keluarganya, pernah berkali-kali menerima rasa sakit dan penderitaan. Bahkan pernah merasakan kehilangan bayi yang belum sempat ia ketahui keberadaannya, pasti akan sangat menakutkan ketika ada orang yang tiba-tiba saja berbicara ingin mengambil bayinya yang baru lahir. Selama masa kecilnya ia hidup di panti asuhan dimana meski banyak cibta didalamnya, tapi tak akan mampu mengobati kerinduannya akan kehadiran orang tua kandung seperti yang dirasakan oleh anak-anak lain.

Stay With You ✅️Where stories live. Discover now