[26] Belajar cinta

Start from the beginning
                                    

"Pantes," sahut Kevan, menghela nafas. "Lo sadar kesalahan lo kan, Kak? Kenapa lo nggak izin coba? Lo anggap dia suami nggak? Coba aja lo izin pasti dia bakal izinin, gue yakin dia bakalan ngertiin kondisi lo. Lo pikir dia nggak sakit hati? Kak, dia juga manusia kali. Lo sendiri kalau dia jalan sama cewek lain terima nggak? Nggak, kan? Terus kenapa malah lo yang giniin dia. Lo patokan semuanya sama diri lo sendiri, lo terima nggak kalau ada di posisi Zayyan, ha?"

Bibir Alesya semakin bergetar mendengar ucapan Kevan. Kenapa Kevan marah? Sebelumnya sepupunya itu tidak pernah berucap kasar seperti itu. Itulah makanya Alesya selama ini lebih suka cerita dengan sepupunya itu. Karena memang cuma Kevan yang bisa mengerti kondisinya selama ini. Tapi sekarang apa? Cowok itu malah bicara seperti itu. Memang bukan kasar, tapi bagi Alesya itu cukup membuat ia sakit hati.

"L-lo nyalahin gue?" tanya Alesya tidak percaya. Air mata kembali merembes membasahi pipi gadis itu. Memangnya siapa juga yang mau berada di posisi seperti Alesya? Tidak ada.

"Terus lo pikir gue nyalahin siapa selain lo?"

"Arvan nggak baik buat lo, Kak. Berapa kali gue harus bilang sama lo?" Kali ini nada Kevan terdengar serius.

Habis sudah kesabaran Alesya. Gadis itu mengacak spray kasurnya dengan frustasi. Menatap kesal pada Kevan yang hanya diam. "Serah, deh! Capek gue anjing! Kenapa lo malah ikutan nyalahin dan mojokin gue sih?! Emang lo pikir gue curhat gini supaya dapat apa? Harusnya lo bantu nyari solusi, Kevan anjing! Bukan mojokin gue kaya gini! Arghh! Sama aja kalian semuaaaa!!"

Kevan mendesah berat saat panggilan dimatikan sepihak oleh kakaknya. Cowok itu meraup wajahnya frustasi. Pikirannya lagi kalut karena masalah yang ada di pondok. Kevan tidak berniat bicara seperti itu. Padahal, ia niatnya tadi juga ingin cerita dengan Alesya. Tapi malah berakhir kebawa emosi.

Kevan mengerang frustasi. Mungkin besok ia akan menelepon Alesya lagi untuk meminta maaf dengan sepupunya itu.

🍉

Di kamarnya, Alesya tidak berhenti menangis. Oh ayolah, Alesya itu cengeng jika menyangkut hal sepele. Makanya itu Alesya tidak suka dimarahin, apalagi yang memarahinya adalah orang terdekatnya.

Alesya menangis kencang dengan memukuli bantal karena rasa sakit di hatinya. Ia sakit, tapi kenapa orang di sekitarnya selalu saja menyalahkannya? Belum lagi ponselnya yang masih ada dengan Arvan. Arghh! Dasar manusia itu nyebelin ya?! Alesya mau menyalahkan tapi ia juga manusia.

"Kak Zayyan kapan pulang ..." lirih Alesya semakin membenamkan wajahnya pada bantal.

Setidaknya, dari banyak orang yang pernah marah dengannya, Zayyan lah yang tidak pernah membentak Alesya. Walaupun cowok itu sedang marah sekali pun. Suaranya tetap lembut sedikit di dominasi dengan dingin. Menyeramkan emang!

"Mau nelpon tapi ponselnya nggak ada ..."

"Masa pakai laptop lagi," sambung Alesya merasa putus asa. Tidak ada cara lain selain menunggu Zayyan pulang saja.

Sore berlalu, Alesya masih berada di kamarnya tanpa minat untuk makan sedari tadi siang. Sebenarnya bukan tidak minat, tapi Alesya tidak bisa masak. Jadi, ya nggak makan deh.

Suara mobil berhenti di perkarangan rumah mengalihkan pandangan Alesya yang sebelumnya masih membenamkan wajah di bantal. Gadis itu yakin 100% kalau itu pasti Zayyan.

Dengan antusias Alesya berlari turun dan langsung menabrak Zayyan yang baru saja membuka pintu dengan pelukan.

"Ale?" Zayyan masih mencerna apa yang terjadi. Belum lagi saat merasakan bajunya yang basah dan bahu Alesya yang bergetar diiringi isakan pelan yang semakin membuat Zayyan bingung.

GADIS ATHEIS GUS ZAYYAN [END√]Where stories live. Discover now