"Semua aman. Tidak ada apapun yang berharga di tas ini." Ucapku sembari tersenyum.

Kebetulan aku tak membawa dompet karena terburu-buru. Hanya ada uang dua ratus ribu di saku jaket, uang dari kakak sepupuku sebagai imbalan karena aku menuruti permintaanya datang ke tempat itu.

"Hei, sungguh, pengucapannya sempurna dan logatmu tepat."

Pujiannya kembali membuatku tersipu, ku selipkan helaian rambut ke belakang telinga dengan gugup. Kemudian terlihat beberapa orang pria berlari terengah menghampiri kami. Mereka pasti berusaha mengejar jambret tadi.

"Maaf bapak-bapak, Alhamdulillah tas saya sudah ketemu." Jelasku sambil menunjukkan tas. "Dan orang ini yang nemuin."

"Owh..."

"Syukurlah."

"Terimakasih ya bapak-bapak, sudah repot-repot bantu saya."

Setelah itu mereka pun pergi. Kemudian Aku dan pria Korea itu berjalan bersama dalam diam melangkah ke arah yang sama. Tanpa sengaja kami sama-sama melihat ke sisi kiri dan kanan jalan yang kami lewati, lalu saling memandang sambil tersenyum.

Akhirnya aku berhenti di dekat gerobak bakso, lalu menoleh ke pria di belakangku yang kini sedang menatapku.

"Oppa, kau pernah makan bakso?"

"Bakso?"

"Iya. Makanan ini. Ini asli Indonesia, namanya bakso."

"Yang ini?", tanyanya lagi sambil menunjuk gerobak bakso.

Aku mengangguk. "Aku akan mentraktirmu sebagai permintaan maaf."

Pria itu tertawa kecil, terlihat sangat manis dan tampan meski dia tak melepas kacamata berlensa orangenya. Sampai-sampai aku tertegun karena terpesona. Ah, enggak! Lee Yunki pemeran utama drama yang sedang ku ikuti tetap yang paling tampan! Fix! Tapi, oppa yang satu ini manis banget kalau senyum, sumpah! Yah, meskipun dia pakai kacamata dan seluruh kepala tertutup hoodie tapi gantengnya terpancar. His, ngomong apa sih aku?

"Kita jadi makan ini?"

"Iya, aku yang traktir."

Aku begitu bersemangat. Oppa ini sepertinya orang baik. Kapan lagi aku bisa mengobrol langsung dengan oppa Korea asli seperti dia, tampan pula.

Kami duduk di kursi plastik yang disediakan penjual bakso, lalu menikmati bakso masing-masing dalam diam. Hingga dua mangkuk itu kosong, barulah kami saling menatap dan hendak bersuara.

"Makanan ini enak sekali."

"Ini, minum es teh." Aku mengambilkan segelas es teh yang tadi kupesan.

"Es teh?"

Aku hanya mengangguk. Dia menerima gelas itu, memasukkan sedotan ke mulut dengan ragu, lalu perlahan merasakan minuman yang baru baginya. Awalnya dia hanya menyedot sedikit, merasakan aroma khas teh yang mungkin belum pernah dia rasakan sebelumnya. Aku memperhatikan wajah tampan itu dengan antusias, kemudian tersenyum lebar ketika melihatnya menyedot es teh lebih banyak.

"Bagaimana?"

"Rasanya sangat unik. Aku penggemar teh. Tapi teh yang satu ini berbeda dari yang pernah aku rasakan."

"Ini teh asli Indonesia. Teh dengan bunga melati, bukankah aromanya khas?"

"Bunga melati?"

"Iya."

Kami menghabiskan es teh sambil mengobrol beberapa hal. Bicaraku mengalir begitu saja layaknya bercerita pada teman baikku saja. Aku memang pendiam jika tak diajak bicara duluan, tapi kalau sekali ditanya jawabanku panjang lebar. Apalagi jika aku merasa jika lawan bicaraku orang baik dan pembawaannya asik seperti oppa tampan ini.

Aku bangun dan hendak membayar, merogoh saku jaket sebelah kanan. Telapak tanganku tak meraba lembaran uang di sana. Ah, apa sebelah kiri? Aku mencari ke saku sebelah kiri. Namun di saku kiri tak menemukannya juga. Ini membuatku sedikit panik. Kuperiksa satu persatu saku celana jeans. Berulang kali memeriksa saku jaket, membuka tas dan berharap uang dua ratus lima puluh ribu itu ada di sana. Tapi nihil, uang itu benar-benar tak ada.

"Kau bisa traktir lain kali."

Mungkin gelagatku membuat oppa Korea itu mengerti akan situasi ini. Dia pun bangun dan mengeluarkan dompet, mengambil selembar uang seratus ribu dan memberikan pada penjual bakso. Setelah menerima kembalian, dia memandang wajahku yang kini mungkin memerah karena sangat malu.

"Mungkinkah pria tadi mengambil dompetmu? Tadi kau bilang semuanya aman."

"Sebenarnya aku tidak membawa dompet, dan uangku ada di saku jaket." Jawabku sambil menunduk lesu. "Sudahlah, mungkin ini memang hari sialku."

"Jika kehilangan uang adalah kesialan, apa bertemu denganku juga begitu?"

"Bukan begitu. Aku senang bisa bertemu denganmu."

"Kita lupa berkenalan. Siapa namamu?"

Benar juga, sangking asyiknya mengobrol aku sampai lupa menanyakan namanya, dari tadi panggil oppa oppa saja, hihi.

"Aku Cinta." Jawabku sambil menjabat tangannya.

"Aku..., namaku...."

My Idol, My AhjussiWhere stories live. Discover now