Chapter 9

106 9 0
                                    

OLA menyorot penampilan si gadis gloomy dengan pandangan tak percaya. Rona merah di pipi Nadira jelas bukan timbul secara alami, melainkan kekuatan blush on. Sweter pink yang melekat di tubuh mungil Nadira, sewarna dengan bibir. Ola penasaran, apa semua pakaian hitam yang mirip baju duka selama ini belum keluar dari tempat laundry?

Dengan tergesa-gesa Nadira meraih tas di pundak. Sebelum beranjak keluar, ia mengambil jaket Arthur dan memasukkannya di paper bag. Selama itu, Ola masih tercengang.

"Aku berangkat!" seru Nadira sebelum menghilang dari peredaran.

Pintu berdebam. Tiga detik kemudian....

"Nadira barusan dandan Toyaaa! Dia juga pakek sweter pink. O em ji. PINK!" jerit Ola.

"Lagi jatuh cinta kali," jawab Toya santai.

"JATUH CINTA? Sama siapa?" jerit Ola satu oktaf lebih tinggi.

Sampai matahari menunjukkan eksistensinya, Ola tak mendapat petunjuk siapa pria yang ditaksir Nadira.

Saat melewati bangsal di tengah taman, tiba-tiba sebuah drone terbang mendekat. Bermaksud menghindar, Ola justru hilang keseimbangan. Sepatu rodanya berputar-putar, sebelum mengantarnya bersalto.

Si pemilik mengambil drone-nya, sebelum menghampiri Ola yang sedang mengelus-elus pantat kesakitan.

"Sorry!" sahut pria berwajah oriental itu dingin.

"Nggak pa-pa." Ola mendongak dan sedetik kemudian, pupilnya melebar terkejut begitu sosok Gio menghujam penglihatannya.

Leionel Giorgino? Ola tersentak dalam diam. Jantungnya seakan dipukul sekali dengan keras.

Tidak salah lagi. Pria yang berdiri tegak menjulang dengan tatapan sinis ini adalah keponakan bungsu Renata Mardian. Pria yang menjepit gelang peridot di tangannya dan menanyakan darimana ia mendapat perhiasan itu.

Ola sempat mendengar penjelasan singkat tentang gelang peridot dari Cindra, serta kemungkinan adanya kesamaan antara gelangnya dengan gelang peridot milik Renata Mardian. Dari situ Ola bersikeras menentang, bahwa pertemuannya dengan Gio saat ini adalah takdir, melainkan hanya kebetulan semata. Yah, kebetulan bertemu. Kebetulan perhiasan mereka sama. Jadi ia tak punya alasan untuk bersikap canggung.

Gio sedikit membungkuk. Tangannya terulur tepat di hadapan Ola. Namun ketika Ola hendak memegang tangannya, Gio justru menggerakkan whip yang sedang digenggamnya. Bingung dengan pertolongan versi aneh itu, Ola pun memilih tangan Jacob yang dengan sat set terulur di depannya.

"Halo aku Jacob! Dan ini Gio," katanya memperkenalkan diri.

"Aku Ola. Salam kenal!" Berkat Jacob, Ola bisa berpura-pura tenang di depan si pemilik drone.

"Sorry, dia memang alergi perempuan," bisik Jacob. "Anyway, bukannya kamu cewek yang waktu itu nemuin Shiro?"

"Shiro?" Ola bingung.

"Iya, Shiro. Anjingnya Gio." Jacob memperjelas.

"Oh, iya iya. Itu aku, Kak!" Usai otaknya jumpalitan mengingat kejadian semalam, Ola pun menyahut dengan girang.

"Kebetulan banget. Jadi sebagai permintaan maaf dan terima kasih karena udah nemuin Shiro, gimana kalo Gio traktir kita makan siang!"

Inisiatif Jacob langsung direspons Gio dengan mata terbelalak.  Bibir tebalnya komat-kamit, memangnya tidak ada ide lain? Lima menit lalu mereka baru saja mengisi perut. Jacob anggap apa makanan yang baru masuk ke lambung mereka? Goib?

"Eh, tapi abis gini aku ada kuliah, Kak." Ola berkilah, takut diintrogasi Gio.

"Sebentar aja kok. Yakin deh nggak bakal telat. Lagian, Gio memang lagi nyariin kamu buat berterima kasih atas jasa kamu menemukan anjingnya kemarin." Jacob masih berusaha membujuk. Ini juga kesempatan emas baginya untuk bisa memulai pertemanan dengan gadis incarannya.

PERIDOT VOWHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin