Sekarang kekehan laki-laki itu lebih terdengar jelas. Mungkin kekehannya ini hanya untuk menutupi dirinya yang sedang menahan debaran jantungnya yang tak karuan karena Dineshcara sendiri melihat wajah Ishara yang sedikit memerah.

Aneh. Bukankah itu hanya hal kecil?

"Kalau beberapa hari setelah hari ini aku gak ada hubungi Kak Ishara, itu berarti aku lagi gak mau ganggu waktu belajarnya Kak Ishara. Aku gak mau kalau semisal nanti hasilnya gak sesuai sama ekspektasi Kak Ishara dan itu penyebabnya adalah aku," lanjut Dineshcara membuat Ishara terdiam. "Semangat juga buat hari-hari ujian selanjutnya."

"Dinesh, lo kenapa?" tanya Ishara memastikan. Ia tidak suka dengan perkataan Dineshcara yang terakhir.

Itu bukan berarti bahwa Dineshcara benar-benar tidak akan menghubunginya lagi, 'kan?

Dineshcara hanya memberikan senyuman tipis seraya menggeleng pelan. Ia jelas tidak kenapa-kenapa, Ishara tidak perlu menanyakan itu.

"Ada sesuatu yang lagi ganggu perasaan lo sekarang?"

"Gak ada, Kak. Aku baik-baik aja. Aku justru lagi senang karena bisa temani kamu belajar tadi," jawab Dineshcara.

"Kalau lo seneng, kenapa lo berniatan buat gak hubungi gue lagi selama ujian? Takut ganggu waktu belajar gue 'kan kata lo tadi? Lo sama sekali gak ganggu gue, Dinesh. Lo temani gue dengan baik kok dari tadi."

"Kak—"

"Sssttt, gue gak menerima apapun lagi. Gue maunya lo tetep hubungi gue kayak biasa. Lo gak pernah ganggu gue, Dineshcara Elakshi. Gue suka sama keberadaan lo sekarang. Jadi tolong, tetap temani gue dan semangati gue setiap hari. Selain doa dan semangat dari ibu, gue juga mau disemangati sama lo."

***

Ujian sekolah dijalani oleh Ishara dengan baik. Tentunya dengan kata-kata semangat dari Dineshcara setiap harinya juga.

Sampai pada hari terakhir ujian, dari sekolah Ishara langsung melajukan motornya menuju ke rumah Dineshcara untuk mengungkapkan seberapa senang dan leganya ia setelah berhasil melewati beragam rangkaian ujian yang cukup memuakkan ini.

Beberapa hari yang lalu juga ia sempat berjanji kepada Dineshcara akan mengajak gadis itu pergi main dan menghabiskan waktu bersama. Untuk menepati janjinya juga menjadi alasan lain kenapa ia datang ke rumah Dineshcara hari ini sepulang dari sekolah.

Jam baru saja menunjukkan pukul sepuluh pagi. Hari terakhir ujian memang hanya diisi oleh dua mata pelajaran, maka dari itulah ia berniat mengajak Dineshcara main hari ini juga. Sekalian untuk melepas penat.

Begitu sampai di halaman rumah gadis itu, matanya langsung menatap keberadaan Dineshcara yang tengah duduk di kursi kayu yang ada di teras rumahnya sembari membaca novel. Gadis itu juga masih mengenakkan piyama yang digunakannya untuk tidur semalam. Dapat Ishara tebak, Dineshcara bahkan belum mandi. Eh ... tolong jangan ada yang mengadukan ini kepada Dineshcara. Ini rahasia.

Saat mendengar deru motor yang berhenti di halaman rumahnya, Dineshcara mendongak. Kedua matanya membola sempurna. Kenapa kakak kelasnya itu datang sekarang?

Dineshcara melihat lagi penampilannya saat ini. Benar-benar berantakan. Selain ia masih mengenakkan piyama tidurnya, rambut panjangnya juga tergerai dan sedikit kusut lantaran ia malas menyisir jika belum mandi. Jika ia tiba-tiba masuk ke dalam rumah pun akan terkesan aneh nantinya bagi Ishara.

Ah sudahlah. Lagipula, sejak awal ia sudah terlanjur memalukan di mata laki-laki itu. Sekalian saja ia menunjukkan sisi yang lainnya dari dirinya. Supaya ia juga bisa tahu, Ishara bisa menerimanya dengan apa adanya atau tidak.

Prolog Tanpa EpilogМесто, где живут истории. Откройте их для себя