12. Day 1 In Jimbaran

267 32 2
                                    

"Jangan jauh-jauh. Nanti kamu ilang." Pak Dekan narik gue mendempet ke badannya. Apa tadi dia bilang? Gue hilang? Bukan bermaksud sombong atau apa, ini bukan pertama kalinya gue datang kesini. Meskipun belum bisa dipastikan gue tau seluk beluk kota ini, tapi gue tau tujuan kita kemana dan dengan cara apa bisa sampai kesana.

Ngomong-ngomong, kami, maksud gue, gue dan Pak Dekan sudah menginjakkan kaki di Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Kedatangan kami disambut dengan dekorasi yang mencerminkan budaya Bali mulai dari seni tradisional sampai elemen-elemen alam. Gue mengitari pandangan dan menikmati sentuhan tropis berupa taman dan area terbuka yang masih sama seperti kedatangan terakhir gue kesini. Selain itu, gue juga memperhatikan beragam fasilitas seperti toko-toko duty-free, restoran, dan area tunggu yang nyaman disela-sela pengunjung yang ramai.

Tujuan kami adalah Jimbaran. Informasi sesingkat itu yang gue dapat dari Pak Dekan sebelum kita berangkat. Gue dan Pak Dekan menaiki taksi yang memang tersedia di terminal kedatangan bandara. Perjalanan menuju Jimbaran menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan, termasuk sawah hijau, pepohonan tropis, dan pantai yang menawan. Di sepanjang jalan, gue memandang ke luar jendela dan menemukan warung-warung kecil, toko-toko suvenir, dan kios makanan yang berjejer di setiap sisinya.

Jarak dari Ngurah Rai ke Jimbaran adalah sekitar 5 sampai 10 kilometer dan seenggaknya memakan waktu 15 sampai 10 menit kalau gak macet. Gue benar-benar menikmati pemandangan sekitar dan gak sadar kalo sudah semakin dekat ke tempat tujuan. Bisa gue lihat pemandangan pantainya dari dalam taksi.

Tadi, gue gak sengaja dengar Pak Dekan menyebutkan nama resort ke supir taksi, kami mungkin akan menginap disana. Tapi gak jadi mungkin karena disinilah kami sekarang. Salah satu resort ternama di Jimbaran Bay.

Gue menanti pak dekan mengurusi check in sampai selesai. Kemudian kami di arahkan—dengan buggy car—ke salah satu villa dengan kolam renang yang menghadap langsung ke pemandangan laut. Ini, terlalu, spektakuler. Memilih villa ini hanya untuk menginap dua malam, rasanya terlalu berlebihan.

Two-Bedroom Premier Ocean Villa. Dengan views panoramic ocean dan dekorasi artefak serta kain bali yang eksotis juga kaya akan warna dan corak yang sensual, gue merasa langsung betah meskipun baru 5 menit berada di dalamnya.

Tujuan utama gue adalah kamar. Gue segera masuk dan mata gue langsung melotot memandangi desain kamarnya yang mewah. Kamar tidurnya terbuka, gue tebak fungsinya adalah untuk berjemur pribadi. Dilengkapi dengan kamar mandi ensuite dengan bak berendam dan pancuran dalam dan juga luar ruangan.

Gue mendengar dengan jelas petugasnya bilang, selain fasilitas di dalam villa, tamu juga bisa mengakses berbagai fasilitas resort, seperti restoran, spa, pusat kebugaran, dan kegiatan rekreasi. Tapi gue yakin banget, 2 hari gak akan cukup untuk mengeksplor itu semua.

Menahan keinginan untuk tidur—karena harus bangun pagi-pagi dan di pesawat mata gue menolak ditutup—gue milih meletakkan koper ke sisi kanan dekat kamar mandi. Bikini, gue butuh bikini sekarang juga.

Pilihan gue jatuh pada bikini push up halter warna hitam yang dipadukan dengan kain pantai berwarna dasar putih dan motif bunga tropis. Gue mematut diri di depan cermin. Sempurna!

"Welcome, beach!" Gue berjalan lenggak-lenggok keluar kamar. Gak memerhatikan keberadaan Pak Dekan di ruang tamu.

"Kemana?" Suara Pak Dekan ngagetin.

"Aaaak." Gue mengelus sebagian dada yang terbuka.

"Apa sih?" Malah dia yang marah.

"Ngagetin tau gak?"

Seingat gue, dari pagi Pak Dekan emang belum ada makan sedikitpun. Gue mengerti kalo Pak Dekan memasang tatapan lapar kayak yang gue lihat sekarang ke arah makanan. Ini dia malah natap begitu ke arah gue. Gue tentu aja risih.

The TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang